Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Aliran Filsafat yang selalu menemani hidup dan
kehidupan manusia, bukannya sekedar menemani, namun juga sebagai sesuatu alat
bantu dalam hidup yang khususnya yaitu dalam kaitannya terhadap problem solving,
manajemen diri, dan hal lain sebagainya.
Oleh karena itu, filsafat merupakan bagian dari hidup
yang sangat membantu kita dalam menjalani hidup. Namun dalam hal ini saya akan
memaparkan teori para ahli mengenai interfensi Filsafat yang dalam hal ini adalah
aliran filsafat Pragmatisme dan Eksistensialisme terhadap dunia pendidikan.
Dunia pendidikan pada dasarnya, merupakan dunia untuk
mendewasakan seorang manusia yang banyak bercampur di dalamnya ada
proses-proses untuk menghasilkan insan manusia yang dinamis, berkualitas, serta
berkuantitas dalam menjalani hidup. Oleh karena itu baik input, proses, dan
juga outputnya harus memadai dan banyak menerima interfensi dari hal yang ada
di luar konteks pendidikan. Namun, masih mampu mempengaruhi dunia pendidikan
yang dalam hal ini interfensi tersebut kami kaitkan terhadap aliran filsafat
pragmatisme dan eksistensialisme ini.
Masalah yang ada di dalam dunia pendidikan dewasa saat
ini, membutuhkan problem solving yang benar-benar mampu untuk memecahkan segala
problem yang menghinggapi dunia pendidikan.
Untuk selanjutnya, akan kami paparkan atau uraikan
dalam bab berikutnya sebagai bahan untuk setiap kita yang berkecimpung di dunia
pendidikan dalam hal memajukan dunia pendidikan ke depannya.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah
konsep dasar pada teori Aliran Pragmatisme dan Aliran Eksistensialisme, serta
pengaruhnya tehadap dunia pendidikan?
Bab II
Pembahasan
A. Aliran Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma
yang artinya guna. Pragma berasal dari bahasa Yunani. Maka Pragmatisme adalah
suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa saja yang membuktikan
dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang bermanfaat secara praktis.
Misalnya, berbagai pengalaman pribadi tentang kebenaran mistik, asalkan dapat
membawa kepraktisan dan bermanfaat. Artinya, segala sesuatu dapat diterima asalkan
bermanfaat bagi kehidupan.
Tokohnya, William James (1842-1910)
lahir New York, yang memperkenalkan ide-idenya tentang pragmatisme kepada
dunia. Ia ahli dibidang seni, psikologi, anatomi, fisiologi, dan filsafat. Drs.
Smoro Achmadi yang pemikiran filsafatnya liar, karena dalam sepanjang hidupnya
mengalami konflik antara pandangan ilmu pengetahuan dengan pandangan agama. Ia
beranggapan, bahwa masalah kebenaran, tentang asal / tujuan dan hakikat bagi
orang Amerika terlalu teoritis. Yang ia inginkan adalah hasil-hasil yang
konkret. Dengan demikian, untuk mengetahui kebenaran dari ide atau konsep
haruslah diselidiki konsekuensi-konsekuensi praktisnya.
Pragmatisme adalah
aliran filsafat yang mengajarkan
bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar
dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara
praktis.[1]
Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting
melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu.[2]
Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana
apa yang ditampilkan pada manusia
dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, konkret, dan terpisah satu
sama lain. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja.
Representasi realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi
dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan
kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan
pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik,
sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah.
1.
Teori tentang kebenaran
Menurut teori klasik tentang
kebenaran, dikenal dua posisi yang berbeda, yakni teori korespondensi dan teori koherensi. Teori
korespondensi menekankan persesuaian antara si pengamat dengan apa yang diamati
sehingga kebenaran yang ditemukan adalah kebenaran empiris,[3]
sedangkan teori koherensi menekankan pada peneguhan terhadap ide-ide a priori atau kebenaran
logis, yakni jika proposisi-proposisi yang diajukan koheren satu sama lain.
Selain itu, dikenal lagi satu posisi lain yang berbeda dengan dua posisi
sebelumnya, yakni teori pragmatis. Teori pragmatis menyatakan bahwa 'apa yang
benar adalah apa yang berfungsi. Bayangkan sebuah mobil dengan segala
kerumitan mesin yang membuatnya bekerja, namun yang sesungguhnya menjadi dasar
adalah jika mobil itu dapat bekerja atau berfungsi dengan baik.
2.
Perkembangan pragmatisme
Apa yang disebut dengan neo-pragmatisme juga
berkembang di Amerika Serikat dengan tokoh utamanya, Richard Rorty. Salah satu
pemikirannya yang terkenal adalah bagaimana bahasa menentukan pengetahuan.[4]
Karena bahasa hadir dalam bentuk jamak, demikianlah pengetahuan pun tidak hanya
satu dan tidak dapat dipandang universal, atau dengan kata lain, tidak ada pola
yang rasional terhadap pengetahuan. Budaya atau nilai-nilai yang ada dilihat
secara fungsinya terhadap manusia.
B. Aliran
Eksistensialisme
Dari sudut etimologi eksistensi
berasal dari kata eks yang berarti diluar dan sistensi yang berarti berdiri
atau menempatkan, jadi secara luas eksistensi dapat diartikan sebagai beridiri
sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar dari dirinya.
Eksistensialisme merupakan suatu
aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan pada manusia, dimana manusia
dipandang sebagai suatu mahluk yang harus bereksistensi, mengkaji cara manusia
berada di dunia dengan kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan
eksistensialisme adalah manusia konkret.
Ada beberapa ciri eksistensialisme,
yaitu, selalu melihat cara manusia berada, eksistensi diartikan secara dinamis
sehingga ada unsur berbuat dan menjadi, manusia dipandang sebagai suatu
realitas yang terbuka dan belum selesai, dan berdasarkan pengalaman yang
konkret.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
eksistensialisme memandang manusia sebagai suatu yang tinggi, dan keberadaannya
itu selalu ditentukan oleh dirinya, karena hanya manusialah yang dapat
bereksistensi, yang sadar akan dirinya dan tahu bagaimana cara menempatkan
dirinya.
Dan ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan
eksistensialisme ini saya kita ilmu-ilmu yang berkaitan dengan manusia seperti
sosiologi (berkaitan dengan manusia dan keberadaannya didalam lingkungan
sosial), antropologi (berkaitan anatar manusia dengan lingkungan budayanya).
1.
Latar Belakang Historis Aliran
Filsafat Eksistensialisme.
Secara umum eksistensialisme
merupakan suatu aliran filsafat yang lahir karena ketidakpuasan beberapa
filusuf yang memandang bahwa filsafat pada masa yunani hingga modern, seperti
protes terhadap rasionalisme Yunani, khususnya pandangan tentang spekulatif
tentang manusia. Intinya adalah Penolakan untuk mengikuti suatu aliran,
penolakan terhadap kemampuan suatu kumpulan keyakinan, khususnya kemampuan
sistem, rasa tidak puas terhadap filsafat tradisional yang bersifat dangkal,
akademik dan jauh dari kehidupan, juga pemberontakan terhadap alam yang
impersonal yang memandang manusia terbelenggu dengan aktifitas teknologi yang
membuat manusia kehilangan hakekat hidupnya sebagai manusia yang bereksistensi.
Istilah
eksistensialisme dikemukakan oleh ahli filsafat Jerman Martin Heidegger
(1889-1976). Eksistensialisme adalah
merupakan filsafat dan akar metodologinya berasal dari metoda fenomologi yang
dikembangkan oleh Hussel (1859-1938).
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat
pada manusia individu yang bertanggung
jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang
benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang
benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa
kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas
menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
2.
Tokoh-tokoh Eksistensialisme.
Ø Soren Aabye
Kiekeegaard. Inti pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah
sesuatu yang statis tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari
kemungkinan menuju suatu kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat
ini. Jadi ditekankan harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa
yang ia cita-citakan atau apa yang ia anggap kemungkinan.
Ø Friedrich
Nietzsche. Menurutnya masuai yang berkesistensi adalah manusia
yang mempunyai keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa
manusia harus menjadi manusia super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan
bukan mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan
karena dengan menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan
dirinya sendiri.
Ø Karl Jaspers.
Memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri.
Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan semua
pengetahuan obyektif serta mengatasi pengetahuan obyektif itu, sehingga manusia
sadar akan dirinya sendiri. Ada dua fokus pemikiran Jasper, yaitu eksistensi
dan transendensi.
Ø Martin
Heidegger. Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara
keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu
dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia
baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu benda0benda
yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan
mereka.
Ø Jean Paul
Sartre. Menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah
diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan mengatur dirinya. Konsep
manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar
dan bebas bagi diri sendiri.
3.
Pandangan
Eksistensialis Terhadap Pendidikan
Sikun
Pribadi (1971) eksistensialisme sangat berhubungan dengan pendidikan. Karena
pusat pembicaraan eksistensialisme adalah
keberadaan manusia sedangkan pendidikan hanya dilakukan oleh manusia.
Dan tujuan pendidikan menurut
pandangan eksistensialisme adalah:
Ø
Tujuan
pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan
semua potensinya untuk pemenuhan diri.
Ø Tujuan pendidikan Memberikan bekal pengalaman yang
luas dan komprehensif dalam semua bentuk kehidupan
C. Manfaat
Aliran Pragmatisme dan Eksistensialisme Terhadap Pendidikan
Setelah
Pemaparan teori di atas, maka kita ketahui banyaknya hal yang menjadi manfaat
dalam kehidupan dunia pendidikan. Di
antaranya adalah:
1.
Pragmatisme adalah
aliran filsafat yang mengajarkan
bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar
dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis.
Artinya jikalau diinterfensikan terhadap pendidikan maka pengertiannya adalah
bahwa dunia pendidikan itu tidak hanya membutuhkan sesuatu kebenaran yang
dilandasi asas logika saja. Namun, pendidikan yang benar adalah pendidikan yang
mampu membuktikannya benar, dengan melihat dari akibat dan hasil yang sudah
dikontribusikan terhadap pendidikan tersebut.
2.
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat
pada manusia individu yang bertanggung
jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang
benar dan mana yang tidak benar. Jadi dapat di interpretasikan keadaan dari
paham ekstensialis tersebut ke dalam pendidikan bahwasanya kejelasan tanggung
jawab dalam job description yang telah diamanahkan kepada segenap SDM yang
berkecimpung dalam dunia pendidikan harus benar- benar direalisasikan.
Bab IV
Penutup
A. Simpulan
Banyak hal yang kami
ungkapkan dalam makalah kecil kami ini, namun kami coba untuk menyimpulkan
beberapa hal, seperti:
1.
Pragmatisme adalah
aliran filsafat yang mengajarkan
bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar
dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara
praktis.
2.
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat
pada manusia individu yang bertanggung
jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang
benar dan mana yang tidak benar.
B. Saran
Pada dasarnya, teori
yang ada dalam Makalah kami ini mengenai Aliran Filsafat Pragmatisme dan Aliran
Eksestensialisme dan pengaruhnya terhadap dunia pendidikan, sudah sangat
memadai apabila pelaksanaannya di lapangan, benar- benar diImplikasikan.
Namun, pada kenyataannya
sangat berbanding terbalik. Oleh karena itu, sudah selayaknya orang-orang yang
berkecimpung dalam dunia pendidikan lebih memprioritaskan PELAKSANAAN, dari pada sekedar WACANA
belaka.
Daftar
Pustaka
Achmadi, Drs.
Asmoro. FILSAFAT UMUM. 2003. Jakarta : Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pragmatisme
Mudyahardjo, Redja. PENGANTAR PENDIDIKAN. 2002.
Jakarta : Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.
0 komentar:
Posting Komentar