Breaking News
Loading...
Rabu, 05 Desember 2012

Info Post


Bab I
Pendahuluan
   A.    Latar Belakang Masalah
Aliran Filsafat yang selalu menemani hidup dan kehidupan manusia, bukannya sekedar menemani, namun juga sebagai sesuatu alat bantu dalam hidup yang khususnya yaitu dalam kaitannya terhadap problem solving, manajemen diri, dan hal lain sebagainya.
Oleh karena itu, filsafat merupakan bagian dari hidup yang sangat membantu kita dalam menjalani hidup. Namun dalam hal ini saya akan memaparkan teori para ahli mengenai interfensi Filsafat yang dalam hal ini adalah aliran filsafat Pragmatisme dan Eksistensialisme terhadap dunia pendidikan.
Dunia pendidikan pada dasarnya, merupakan dunia untuk mendewasakan seorang manusia yang banyak bercampur di dalamnya ada proses-proses untuk menghasilkan insan manusia yang dinamis, berkualitas, serta berkuantitas dalam menjalani hidup. Oleh karena itu baik input, proses, dan juga outputnya harus memadai dan banyak menerima interfensi dari hal yang ada di luar konteks pendidikan. Namun, masih mampu mempengaruhi dunia pendidikan yang dalam hal ini interfensi tersebut kami kaitkan terhadap aliran filsafat pragmatisme dan eksistensialisme ini.
Masalah yang ada di dalam dunia pendidikan dewasa saat ini, membutuhkan problem solving yang benar-benar mampu untuk memecahkan segala problem yang menghinggapi dunia pendidikan.
Untuk selanjutnya, akan kami paparkan atau uraikan dalam bab berikutnya sebagai bahan untuk setiap kita yang berkecimpung di dunia pendidikan dalam hal memajukan dunia pendidikan ke depannya.
B.     Rumusan Masalah
Bagaimanakah konsep dasar pada teori Aliran Pragmatisme dan Aliran Eksistensialisme, serta pengaruhnya tehadap dunia pendidikan?

Bab II
Pembahasan
A.      Aliran  Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma yang artinya guna. Pragma berasal dari bahasa Yunani. Maka Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang bermanfaat secara praktis. Misalnya, berbagai pengalaman pribadi tentang kebenaran mistik, asalkan dapat membawa kepraktisan dan bermanfaat. Artinya, segala sesuatu dapat diterima asalkan bermanfaat bagi kehidupan.
Tokohnya, William James (1842-1910) lahir New York, yang memperkenalkan ide-idenya tentang pragmatisme kepada dunia. Ia ahli dibidang seni, psikologi, anatomi, fisiologi, dan filsafat. Drs. Smoro Achmadi yang pemikiran filsafatnya liar, karena dalam sepanjang hidupnya mengalami konflik antara pandangan ilmu pengetahuan dengan pandangan agama. Ia beranggapan, bahwa masalah kebenaran, tentang asal / tujuan dan hakikat bagi orang Amerika terlalu teoritis. Yang ia inginkan adalah hasil-hasil yang konkret. Dengan demikian, untuk mengetahui kebenaran dari ide atau konsep haruslah diselidiki konsekuensi-konsekuensi praktisnya.
Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis.[1] Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu.[2]
Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, konkret, dan terpisah satu sama lain. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja. Representasi realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah.
1.         Teori tentang kebenaran
Menurut teori klasik tentang kebenaran, dikenal dua posisi yang berbeda, yakni teori korespondensi dan teori koherensi. Teori korespondensi menekankan persesuaian antara si pengamat dengan apa yang diamati sehingga kebenaran yang ditemukan adalah kebenaran empiris,[3] sedangkan teori koherensi menekankan pada peneguhan terhadap ide-ide a priori atau kebenaran logis, yakni jika proposisi-proposisi yang diajukan koheren satu sama lain. Selain itu, dikenal lagi satu posisi lain yang berbeda dengan dua posisi sebelumnya, yakni teori pragmatis. Teori pragmatis menyatakan bahwa 'apa yang benar adalah apa yang berfungsi. Bayangkan sebuah mobil dengan segala kerumitan mesin yang membuatnya bekerja, namun yang sesungguhnya menjadi dasar adalah jika mobil itu dapat bekerja atau berfungsi dengan baik.
2.         Perkembangan pragmatisme
Apa yang disebut dengan neo-pragmatisme juga berkembang di Amerika Serikat dengan tokoh utamanya, Richard Rorty. Salah satu pemikirannya yang terkenal adalah bagaimana bahasa menentukan pengetahuan.[4] Karena bahasa hadir dalam bentuk jamak, demikianlah pengetahuan pun tidak hanya satu dan tidak dapat dipandang universal, atau dengan kata lain, tidak ada pola yang rasional terhadap pengetahuan. Budaya atau nilai-nilai yang ada dilihat secara fungsinya terhadap manusia.
B.       Aliran Eksistensialisme
Dari sudut etimologi eksistensi berasal dari kata eks yang berarti diluar dan sistensi yang berarti berdiri atau menempatkan, jadi secara luas eksistensi dapat diartikan sebagai beridiri sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar dari dirinya.
Eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan pada manusia, dimana manusia dipandang sebagai suatu mahluk yang harus bereksistensi, mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah manusia konkret.
Ada beberapa ciri eksistensialisme, yaitu, selalu melihat cara manusia berada, eksistensi diartikan secara dinamis sehingga ada unsur berbuat dan menjadi, manusia dipandang sebagai suatu realitas yang terbuka dan belum selesai, dan berdasarkan pengalaman yang konkret.
Jadi dapat disimpulkan bahwa eksistensialisme memandang manusia sebagai suatu yang tinggi, dan keberadaannya itu selalu ditentukan oleh dirinya, karena hanya manusialah yang dapat bereksistensi, yang sadar akan dirinya dan tahu bagaimana cara menempatkan dirinya.
Dan ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan eksistensialisme ini saya kita ilmu-ilmu yang berkaitan dengan manusia seperti sosiologi (berkaitan dengan manusia dan keberadaannya didalam lingkungan sosial), antropologi (berkaitan anatar manusia dengan lingkungan budayanya).
1.         Latar Belakang Historis Aliran Filsafat Eksistensialisme.
Secara umum eksistensialisme merupakan suatu aliran filsafat yang lahir karena ketidakpuasan beberapa filusuf yang memandang bahwa filsafat pada masa yunani hingga modern, seperti protes terhadap rasionalisme Yunani, khususnya pandangan tentang spekulatif tentang manusia. Intinya adalah Penolakan untuk mengikuti suatu aliran, penolakan terhadap kemampuan suatu kumpulan keyakinan, khususnya kemampuan sistem, rasa tidak puas terhadap filsafat tradisional yang bersifat dangkal, akademik dan jauh dari kehidupan, juga pemberontakan terhadap alam yang impersonal yang memandang manusia terbelenggu dengan aktifitas teknologi yang membuat manusia kehilangan hakekat hidupnya sebagai manusia yang bereksistensi.
Istilah eksistensialisme dikemukakan oleh ahli filsafat Jerman Martin Heidegger (1889-1976). Eksistensialisme adalah merupakan filsafat dan akar metodologinya berasal dari metoda fenomologi yang dikembangkan oleh Hussel (1859-1938).
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
2.        Tokoh-tokoh Eksistensialisme.
Ø  Soren Aabye Kiekeegaard. Inti pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan atau apa yang ia anggap kemungkinan.
Ø  Friedrich Nietzsche. Menurutnya masuai yang berkesistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.
Ø  Karl Jaspers. Memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri. Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan semua pengetahuan obyektif serta mengatasi pengetahuan obyektif itu, sehingga manusia sadar akan dirinya sendiri. Ada dua fokus pemikiran Jasper, yaitu eksistensi dan transendensi.
Ø  Martin Heidegger. Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu benda0benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka.
Ø  Jean Paul Sartre. Menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan mengatur dirinya. Konsep manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri.



3.        Pandangan Eksistensialis Terhadap Pendidikan
Sikun Pribadi (1971) eksistensialisme sangat berhubungan dengan pendidikan. Karena pusat pembicaraan eksistensialisme adalah  keberadaan manusia sedangkan pendidikan hanya dilakukan oleh manusia. Dan tujuan pendidikan menurut pandangan eksistensialisme adalah:
Ø  Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri.
Ø  Tujuan pendidikan Memberikan bekal pengalaman yang luas dan komprehensif dalam semua bentuk kehidupan
C.      Manfaat Aliran Pragmatisme dan Eksistensialisme Terhadap Pendidikan
Setelah Pemaparan teori di atas, maka kita ketahui banyaknya hal yang menjadi manfaat dalam  kehidupan dunia pendidikan. Di antaranya adalah:
1.        Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Artinya jikalau diinterfensikan terhadap pendidikan maka pengertiannya adalah bahwa dunia pendidikan itu tidak hanya membutuhkan sesuatu kebenaran yang dilandasi asas logika saja. Namun, pendidikan yang benar adalah pendidikan yang mampu membuktikannya benar, dengan melihat dari akibat dan hasil yang sudah dikontribusikan terhadap pendidikan tersebut.
2.        Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Jadi dapat di interpretasikan keadaan dari paham ekstensialis tersebut ke dalam pendidikan bahwasanya kejelasan tanggung jawab dalam job description yang telah diamanahkan kepada segenap SDM yang berkecimpung dalam dunia pendidikan harus benar- benar direalisasikan.


Bab IV
Penutup
A.      Simpulan
Banyak hal yang kami ungkapkan dalam makalah kecil kami ini, namun kami coba untuk menyimpulkan beberapa hal, seperti:
1.        Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis.
2.        Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar.
B.       Saran
Pada dasarnya, teori yang ada dalam Makalah kami ini mengenai Aliran Filsafat Pragmatisme dan Aliran Eksestensialisme dan pengaruhnya terhadap dunia pendidikan, sudah sangat memadai apabila pelaksanaannya di lapangan, benar- benar diImplikasikan.
Namun, pada kenyataannya sangat berbanding terbalik. Oleh karena itu, sudah selayaknya orang-orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan lebih memprioritaskan PELAKSANAAN, dari pada sekedar WACANA belaka.



Daftar Pustaka
Achmadi, Drs. Asmoro. FILSAFAT UMUM. 2003. Jakarta : Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pragmatisme
Mudyahardjo, Redja. PENGANTAR PENDIDIKAN. 2002. Jakarta : Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.







[1] Harun Hadiwijono. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius. 130-131.
[2] Adi Armin. 2003. Richard Rorty. Jakarta:Teraju. 20-28, 96.
[3] John Hospers. 1997. An Introduction to Philosophical Analysis. London:Routledge. 43-47.
[4] Franz Magnis-Suseno. 2000. 12 Tokoh Etika Abad ke-20. Yogyakarta: Kanisius. 242-243.

0 komentar: