Data
Buku:
Judul Buku : Pengantar Filsafat Pendidikan
Penulis : Drs. Usiono, M.A
Tahun Terbit : 2009
Penerbit : Hijri Pustaka Utama
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah produk dari sistem sosial masyarakat yang
menjadi unsur kebudayaan. Karena itu, format pendidikan seperti yang ada dewasa
ini bukanlah sesuatu yang sekali jadi.
Sebagai makhluk hidup, manusia juga senantiasa memiliki kesadaran
diri dan kemampuan belajar. Bagaimanapun, rangkaian perjalanan waktu pada usia
kanak-kanak dari manusia, seseorang belajar menguasai pengetahuann dan
keterampilan yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan. Upaya tersebut
meskipun tidak fisik, tetapi juga psikhis, sosial dan budaya bahkan kombinasi
semua elemen yang mempengaruhi nilai dalam berjalan menuju pendidikan.
Dalam pengertiam umum pendidikan adalah proses budaya oleh
generasi yang mengambil peran dalam sejarah, walaupun pendidikan merupakan
proses budaya masa kini dan membuat budaya masa depan. Sungguh begitu
pentingnya fungsi pendidikan bagi pribadi, keluarga, masyarakat, dan bangsa,
sehingga eksistensi suatu bangsa dan kemajuan peradabannya merupakan hasil dari
keberhasilan pendidikan.
Filsafat adalah cara pandang dan perspektif atas kenyataan, apa
yang dipahami sebagai hakikat kenyataan, kebenaran, kebaikan dan keindahan.
Filsafat menangani keseluruhan pengalaman manusia dan meliputi seluruh aspek
kehidupan manusia. Suatu bentuk kajian terhadap hakikat kenyataan denga
mengajukan pertanyaan dan berusaha memberikan jawaban yang akan menciptakan kebermaknaan
hidup seseorang. Untuk melakukan filsafat, maka harus diciptakan kesadaran yang
sangat tinggi dari fenomena dan peristiwa dalam dunia masa kini dalam kesadaran
diri sepenuhnya.
Sebagai cara dan tujuan bagi pandangan pendidikan, maka filsafat
disini memberikan seseorang kemampua untuk mengeja berbagai masalah yang muncul
dari keseluruhan proses pendidikan, seperti : apa hakikat konsep pendidikan,
argumen-argumen pentingnya pendidikan, sasaran dan target pendidikan. Filsafat
yang diterapkan pada pendidikan dapat digunakan untuk mengklarifikasi proses
dan hasil pendidikan seperti halnya dimensi individu dan sosial lembaga
pendidikan.
Pendidikan sebagai proses atau upaya memanusiakan manusia pada
dasarnya adalah upaya mengembangkan kemampuan potensi individu sehingga bisa
hidup optimal baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat serta
memiliki nilai-nilai moral dan sosial sebagai pedoman hidupnya.
Bagaimanapun, filsafat bagi pendidikan adalah teori umum sehingga
dapat menjadi pilar bagi bangunan dunia pendidikan yang berusaha memberdayakan
setiap pribadi warga negara untuk mengisi format kebudayaan bangsa yang
diinginkan dan diwariskan. Dengan demikian, filsafat memberikan kontribusi
besar bagi pelaksanaan pendidikan. Kajian filsafat terhadap pendidikan menjadi
keharusan akademis bagi setiap oran yang ingin mendalami bidang keguruan dan
keguruan. Pendidikan tidak jauh dari roda filsafat, karena hal itu terjadi maka
tidak semua persoalan pendidikan akan dapat dipecahkan dengan renungan sederhana
dan pengamatan sepintas. Dengan menguasai filsafat pendidikan tersebut
diharapkan para ahli dan praktisi pendidikan akan sukses dalam menjalankan
tanggung jawab dan profesi pendidikan.
BAB II
FILSAFAT, MANUSIA, DAN
PENDIDIKAN
A. Manusia dan Filsafat
Manusia adalah
makhluk Tuhan paling sempurna penciptaannya dari makhluk lain. Dengan
menggunakan panca indera, manusia berusaha memahami benda-benda konkrit.
Eksistensi alam semesta tempat manusia hidup yang selalu berubah dan penuh
dengan peristiwa-peristiwa penting bahkan dahsyat untuk dipikirkan dan
direnungkan. Kadang-kadang manusia tidak kuasa untuk menentang dan menolaknya,
menyebabkan manusia itu tertegun, termenung memikirkan segala hal yang terjadi
di sekitar dirinya.
Manusia
mengupayakan eksistensinya untuk hadir di alam dalam berpikir agar apa yang
dilihatnya dapat dipahami makna kehadiran sesuatu di luar dirinya. Berpikir
adalah hasil kerja pikiran. Pikiran manusia dalam proses-proses pikirannya
selalu nampak misterius dan menakjubkannya seperti alam semesta sendiri,
sehingga manusia terdorong memikirkannya secara mendalam.
Seperti halnya,
proses berpikir dapat dilakukan mausia denga mengarahkan pandangannya ke langit
biru, maka nampak olehnya benda-benda angkasa mengambang dan bersemayam di
langit-langit.
Dengan menangkap
kesan indera lalu dipadukan dengan analisis radio manusia mulai sadar bahwa
pengertiannya melalui kesan indera itu belum memuaskan. Manusia berpikir dan
berpikir sepanjang masa dan sepanjang jaman tentang hakikat dirinya dan alam
semesta. Masing-masing dunia ini memerlukan pendekatan yang berbeda-beda sebab
wujud dan sifat realitas yang akan ditafsirkan berbeda secara mendasar dan
kualitatif.
Filsafat sebagai
ilmu yang berusaha untuk memahami semua hal yang timbul di dalam keseluruhan
lingkup pengalaman manusia. Sebelum ada ilmu, filsafat merupakan lapangan utama
pemikiran dan penyelidikan manusia. Filsafat mendahului ilmu pengetahuan.
Demikian pula kesimpulan-kesimpulan filsafat yang bersifat hakiki, menyebabkan
kedudukan filsafat dianggap lebih tinggi daripada ilmu pengetahuan. Karena
itulah filsafat dipandang sebagai induk ilmu pengetahuan atau yang melahirkan
ilmu pengetahuan. Bahkan karena kedudukannya yang tinggi itu, filsafat disebut
ratu ilmu pengetahuan (Queen Knowledge).
B. Filsafat dan Teori
Pendidikan
Hubungan
fungsional antara filsafat dan teori pendidikan, secara lebih rinci dapat
diuraikan sebagai berikut :
1.
Filsafat, dalam arti
analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara pendekatan yang digunakan
oleh para ahli pendidikan dalam memecahakan problematika pendidikan dan
menyusun teori-teori pendidikannya, di samping menggunakan metode-metode ilmiah
lainnya. Denga kata lain, teori-teori dan pandangan-pandangan filsafat
pendidikan yang dikembangkan oleh seorang filosof tentu berdasarkan dan
bercorak serta diwarnai oleh pandangan dan aliran filsafat yag dianutnya.
2.
Filsafat, juga
berfungsi memberika arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan oleh
para ahlinya, yang berdasarkan dan menuntut pandangan dan aliran filsafat tertentu,
mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata. Disinilah letak fungsi filsafat dan
filsafat pendidikan dalam memilih dan mengarahkan teori-teori pendidikan dan
kalau perlu juga merevisi teori pendidikan tersebut, yang sesuai dan relevan
dalam kebutuhan, tujuan, dan pandangan hidup masyarakat.
3.
Filsafat, termasukjuga
filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah
dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau
pedagogik.
C. Hubungan Antara
Filsafat, Manusia Dan Pendidikan
- Kedudukan Filsafat Dalam Ilmu Pengetahuan
Dalam ilmu
pengetahuan, filsafat mempunyai kedudukan
sentral, asal, atau pokok. Karena filsafatlah yang mula-mula merupakan
satu-satunya usaha manusia di bidang pemikiran untuk mencapai kebenaran atau
pengetahuan. Ilmu pengetahuan itu dasarnya dari filsafat, dengan rincian antara
lain :
a.
Setiap ilmu pengetahuan
itu mempunyai problem dan objek.
b.
Filsafat juga
memberikan dasar-dasar yang umum bagi semua ilmu pengetahuan dan dengan dasar
yang umum itu dirumuskan keadaan dari ilmu pengetahuan itu.
c.
Di samping itu filsafat
juga memberikan dasar-dasar yang khusus digunakan dalam tiap-tiap ilmu
pengetahuan.
d.
Ilmu pengetahuan
memperoleh sifat ilmu itu kalau memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan
oleh filsafat.
e.
Filsafat juga
memberikan metode atau cara kerja kepada tiap ilmu pengetahuan.
- Kedudukan Filsafat Dalam Kehidupan Manusia
a.
Memberikan pengertian
dan kesadaran kepada manusia akan arti pengetahuan tentang kenyataan yang
diberikan oleh filsafat.
b.
Filsafat memberikan
pedoman hidup kepada manusia.
BAB III
KONSEP DASAR FILSAFAT
A. Pengertian
Filsafat
Berfilsafat merupakan salah satu
kegiatan manusia memiliki peran penting dalam menentuka dan menemukan
eksistensinya dalam kegiatan ini manusia akan berusaha untuk mencapai kearifan
dan kebajikan. Berfilsafat berarti berpikir, tetapi tidak semua berpikir
dikategorikan berfilsafat. Berpikir yang dikategorikan berfilsafat adalah bila
berpikir tesebut mengandung tiga ciri yaitu radikal, sistematis, dan universal.
Jadi filsafat mengandung pengertian
yang dinamis tergantung dalam konteks apa kita menggunakannya. Jika digunaka
kata filsafat di dalam memahami pikiran filosof atau suatu ideologi, berarti
hal itu dipahami sebagai hasil pemikiran atau ajaran tertentu. Sedangkan kalau
kata filsafat digunakan untuk menunjukkan suatu proses, berarti flsafat adalah
kegiatan berpikir dengan karakteristik universal, radikal, komprehensif dan
objektif.
B.
Tujuan,
Fungsi dan Manfaat Filsafat
Fungsi filsafat adalah kreatif,
menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentuka arah dan menuntun jalan baru.
Filsafat hendaknya mengilhamka keyakinan kepada kita untuk menopang dunia baru,
mencetak manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan
bangsa, ras dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan.
Filsafat tidak ada artinya jika tidak universal baik dalam ruang lingkup maupun
dalam semangatnya.
C.
Metode-metode
Filsafat
1. Kontemplatif
Kontemplatif (contemplative) adalah perenunga yang dikenal dalam epistemologi
modern dipahami sebagai pengetahuan dari suatu objek yang berlawanan dengan
menikmati, melainkan sebagai kesadaran jiwa ke arah kesadaran diri sendiri.
2. Spekulatif
Suatu kewajaran bial filsafat
menggunakan metode perenungan itu. Sebab, bukan saja objeknya yang tak
terbatas, melainkan juga tujuannya ialah untuk mengerti hakikat sesuatu.
3. Deduktif dan Indukatif
Berpikir dan penyelidikan ilmiah
umumnya menggunakan metode induktif. Proses berpikir induktif ini ialah
penyelidikan berdasarkan eksperimen yang dimulai dari objek yang khusus untuk
mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum.
D.
Model-model
Filsafat
1.
Filsafat Spekulatif
Filsafat spekulatif adalah cara
berfikir sistematis segala yang ada, filsafat spekulatif meluasa secara
rasional spekulatif seluruh persoalan manusia dalam hubungannya dengan segala
yang ada pada jagad raya ini.
2.
Filsafat Preskriptif
Filsafat preskriptif berusaha untuk
menghasilkan suatu ukuran (standard) penilaian tentang nilai-nilai, penilaian
tentang perbuatan manusia, dan penilaian tentang seni.
3.
Filsafat Analitik
E.
Misi
Filsafat
Hidup mendorong kita untuk
menentukan pilihan dan bertindak berdasarkan skala nilai. Filsafat berusaha memformulasikan makna dan nilai
dalam cara yang paling tepat diterima akal. Filsafat mencoba mencari dan
menentukan kebenaran dengan pengujian secara kritis terhadap asumsi-asums,
konsep-konsep, dan semua lapangan sains.
F.
Lapangan
Filsafat
Butler (1957) mengemukakan lapangan
filsafat yang akan dibahas dalam filsafat yaitu:
1. Metafisika
: membahas teologi, kosmologi, dan antropologi
2. Epistemologi :
membahas : hakikat pengetahuan, sumber pengetahuan dan metode pengetahuan
3. Aksiologi :
membahas tentang etika dan estetika.
G.
Agama,
Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Filsafat berarti berpikir jadi yang
penting ialah proses dan hasl berpikir mendalam yang dilakukan manusia untuk
mencapai kebenaran dan agama merupakan kebutuhan paling esensial manusia dan
bahkan bersifat universal. Sedangkan ilmu pengetahuan merupakan membatasi
objeknya pada pengalaman manusia yang dapat ditangkap panca indera.
H.
Filsafat
dan Ilmu Pendidikan
Filsafat pendidikan dengan demikian
merupakan pola-pola pemikiran atau pendekatan filosofis terhadap permasalahan
bidang pendidikan dan pengajaran. Sebaliknya filsafat pendidikan menunjukkan
hubungan vertikal, naik ke atas atau turun ke bawah, dengan cabang-cabang ilmu
pendidikan yang lain, seperti pengantar pendidikan, sejarah pendidikan, teori
pendidikan, perbandingan pendidikan dan puncaknya filsafat pendidikan.
Maka dari itu, filsafat pendidikan
sebagai salah satu bukan satu-satunya ilmu terapan, adalah cabang ilmu
pengetahuan yang memusatkan perhatiannya pada penerapan pendekatan filosofis
pada bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup dan
penghidupan manusia yang berpredikat pendidik atau guru pada khususnya.
1.
Asumsi
Dasar
Asumsi dasar adalah rasional dari
pada atau dasar alasan keharusan timbulnya atau mungkin lahirnya suatu cabang
ilmu pengetahuan baru yang disebut dengan ilmu filsafat pendidikan, yang
memisahkan diri dari induknya, yaitu filsafat dan menjadi bagian dari rumpun
konsep ilmu pendidikan.
2.
Pendekatan
Filsafat Pendidikan
Ø Pendekatan
Progresif
Ø Antara
Teori dan Praktek
Ø Pendekatan
Problematis terhadap Kenyataan Sosiologi
Ø Filsafat
dan Teori Pendidikan
BAB IV
PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN
A. Pendidikan
1. Defenisi
Pendidikan
Pendidikan mengandung
suatu pengertian yang sangat luas, menyangkut seluruh aspek kepribadian
manusia. Pendidikan menyangkut hati nurani, nilai-nilai, perasaan, pengetahuan,
dan keterampilan. Dengan pendidikan manusia ingin berusaha untuk meningkatkan
dan mengembangkan serta memperbaiki nilai-nilai hati nuraninya, perasaannya,
pengetahuannya, dan keterampilannya.
2. Dasar dan
Tujuan Pendidikan
Dasar pendidikan suatu
masyarakat adalah pandangan hidup (falsafah) yang menjadi tempat berpijak
seluruh perilaku masyarakat atau bangsa.
Dalam pasal 3 UU Nomor
20 Tahun 2003 dijelaskan tentang tujuan pendidikan sebagai berikut :
“pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”
3. Pendidik
dan Anak Didik
Dalam proses
pendidikan, baik orang tua maupun guru memerlukan landasan yang jelas untuk
berpijak kelangsungan pendidikan di rumah dan di sekolah. Jadi kelangsungan
pendidikan, sangat ditentukan adanya unsur pendidik yang memahami hakikat anak
didik, sehingga anak-anak tidak salah asuh dan berkembang sesuai dengan norma
dan nilai kebaikan yang diyakini dalam totalitas budaya masyarakat dan bangsa.
4. Alat
Pendidikan
Alat pendidikan
merupakan satu situasi yang diciptakan secara khusus dengan maksud mempengaruhi
anak didik secara pedagogis (edukatif). Langeveld (1965) mengelompokkan lima
jenis alat pendidikan, yaitu:
a)
Perlindungan
b)
Kesepahaman
c)
Kesamaan
arah dalam pemikiran dan perbuatan
d)
Perasaan
bersatu
e)
Pendidikan
karena kepentingan diri sendiri
5. Lingkungan
Pendidikan
Pendidikan bukan hanya
berlangsung di sekolah. Pendidikan akan dimulai segera setelah anak lahir dan
akan berlangsung terus sampai mausia meninggal dunia, sepanjang ia mampu menerima
pengaruh- pengaruh. Oleh karena itu, proses prndidikan akan berlangsung dalam
tiga lingkungan, yaitu:
1)
Pendidikan
dalam keluarga
2)
Pendidikan
di sekolah
3)
Pendidikan
di masyarakat
B. Pengertian
Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan
adalah aplikasi konsep filsafat atau kaedah filsafat dalam bidang pendidikan.
Aplikasi konsep filsafat tersebut diarahkan untuk menjawab persoalan
substansial pendidikan, dan memecahkan masalah- masalah praktis filosofis
pendidikan yang dihadapi oleh para pendidik dan masyarakat.
C. Urgensi
Filsafat Pendidikan
Brubacher (1950),
seorang guru besar dalam fisafat pendidikan, mengemukakan betapa eratnya
hubungan antar filsafat dengan pendidikan. Dalam konteks filsafat pendidikan
ditegaskannya bahwa filsafat tidak hanya melahirkan sains atau pengetahuan
baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan. Bahkan John Dewey
berpandangan bahwa filsafat merupakan teori umum bagi pendidikan.
D. Peranan
Filsafat Pendidikan
Dengan mengerti
asas-asas dan nilai filosofis it dan mendasarkan segenap pelaksanaan pendidikan
pada asas-asas tersebut, maka filsafat pendidikan menjadi norma pendidikan.
Filsafat pendidikan dengan demikian merupakan asas normatif di dalam
pendidikan, yaitu norma-norma filsafat yang sifatnya khusus berlaku di dalam
dunia pendidikan.
BAB V
ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Brubacher (1950) menelompokkan
filsafat pendidikan pada dua kelompok besar, yaitu filasafat pendidikan
“progresif”, dan filsafat pendidikan “konservatif”. Yang pertama, didukung oleh
filsafat pragmatisme dari John Dewey, dan romantik naturalisme dari Roousseau.
Yang kedua, didasari oleh filsafat idealisme, realisme, humanisme (humanisme
rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius. Filsafat-filsafat
tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme, perenialisme, dan
sebagainya.
A.
Filsafat
Pendidikan Idealisme
1.
Realitas
Filsafat idealisme memandang bahwa
realitas akhir adalh roh, bukan materi, bukan fisik, parmenides, filosof dari
Elea (Yunani Purba), berkata, “apa yang tidak dapat dipikirkan adalah tidak
nyata.
2.
Pengetahuan
Idealisme mengemukakan pandangannya
bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak lengkap,
karena dunia hanyalah merupakan tiruan belaka, sifatnya maya (bayangan), yang
menyimpang dari kenyataan yang sebenarnya, pengetahuan yang benar hanya
merupakan hasil akal belaka, karena akal dapat membedakan bentuk spiritual
murni dari benda-benda di luar penjelmaan material.
3.
Nilai
Menurut pandangan idealisme, nilai
itu absolut. Apa yang dikatakan baik, benar, salah, cantik, atau tidak cantik,
secara fundamental tidak berubah dari generasi. Pada hakikatnya nilai itu
tetap. Nilai tidak diciptakan manusia melainkan merupakan bagian dari alam
semesta.
4.
Pendidikan
Menurut Horne, pendidikan merupakan
proses abadi dari proses penyesuaian dari perkembangan mental maupun fisik,
bebas, dan sadar terhadap Tuhan, dimanifestasikan dalam lingkungan intelektual,
emosional dan berkemauan. Pendidikan merupakan
pertumbuhan ke arah tujuan, yaitu pribadi manusia yang ideal.
B.
Filsafat
Pendidikan Realisme
Realisme berpendapat bahwa hakikat
realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani. Realisme membagi
realitas di satu pihak, dan pihak lainnya adalah adanya realita di luar
manusia, yang dapat dijadikan sebagai objek pengetahuan manusia.
Power (1982) mengemukakan implikasi
pendidikan realisme sebagai berikut :
1.
Tujuan Pendidikan
Penyesuaian
hidup dan tanggung jawab sosial
2.
Kedudukan Siswa
Dalam
hal pelajaran, menguasai pengetahuan yang handal, dapat dipercaya. Dalam hal
disiplin, peraturan yang baik adalah esensial untuk belajar. Disiplin mental
dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik.
3.
Peranan Guru
Menguasai
pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut prestasi
dari siswa.
4.
Kurikulum
Kurikulum
komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna. Berisikan pengetahuan
liberal dan pengetahuan praktis.
5.
Metode
Belajar
tergantung pada pengalaman, baik langsung atau tidak langsung. Metode
penyampaian harus logis dan psikologis.
C.
Filsafat
Pendidikan Materialisme
1.
Latar
Belakang Pemikiran
Cabang materialisme yang banyak
diperhatikan orang dewasa ini, dijadikan sebagai landasan berpikir adalah
“positivisme”. Menurut positivisme, kalau sesuatu itu memang ada, maka adanya
itu adalah jumlahnya. Jumlah itu dapat diukur. Oleh karena itu, segala yang ada
dapat diamati dan diukur. Sebaliknya segala yang tidak dapat dipelajari secara
positif.
2.
Pendidikan
Pendidikan, dalam hal ini proses
belajar, merupakan proses kondisionisasi lingkungan, misalnya dengan mengadakan
percobaab terhadap anak yang tidak pernah takut pada kucing, akhirnya ia
menjadi takut kepada kucing.
Menurut behaviorisme, perilaku
manusia adalah hasil pembentukan melalui kondisi lingkungan (seperti contoh
anak dan kucing di atas). Yang dimaksud dengan perilaku adalah hal-hal yang
berubah, dapat diamati, dan dapat diukur (materialisme dan positivisme).
D.
Filsafat
Pendidikan Pragmatisme
1.
Realitas
Realitas merupakan interaksi antara
manusa dengan lingkungannya. Manusia dan lingkungannya berdampingan, dan
memiliki tanggung jawab yang sama terhadap realitas. Dunia akan bermakna sejauh
manusia mempelajari makna yang terkandung di dalamnya.
2.
Pengetahuan
Pengetahuan yakin bahwa akal manusia
aktif dan selalu ingin meneliti, tidak pasif dan tidak begitu saja menerima pandangan
tertentu sebelum dibuktikan kebenarannya secara empiris.
Pragmatisme juga berpandangan bahwa
metode intelegen merupakan cara ideal untuk memperoleh pengetahuan. Kita
mengerti segala sesuatu dengan penempatan dan pemecahan masalah. Intelegensi
mengajukan hipotesis untuk memecahkannya. Hipotesis ysang mampu memecahkan
masalah secara gemilang adalah hipotesis yang menjelaskan fakta-fakta dari
masalah tersebut.
3.
Nilai
Pragmatisme mengemukakan bahwa
nilai itu relatif. Keindahan-keindahan moral dan efek tidak tetap, melainkan
harus berubah, seperti perubahan kebudayaan dan masyarakat.
4.
Pendidikan
a.
Konsep
Pendidikan
Menurut pragmatisme, pendidikan
merupakan suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman
individu. Dalam hal ini dapat dikatakan, baik anak maupun orang dewasa selalu
belajar dari pengalamannya.
b.
Tujuan
Pendidikan
Tujuan pendidikan, menurut
pragmatisme, bersifat temporer, karena tujuan itu merupakan alat untuk
bertindak.
c.
Proses
Pendidikan
Proses belajar mengajar adalah
sebagai faslitator, memberi dorongan dan kemudahan kepada siswa untuk bekerja
bersama-sama, menyelidiki dan mengamati sendiri, berpikir dan menarik
kesimpulan sendiri, membangun dan menghiasi sendiri sesuai dengan minat yang
ada pada dirinya.
E.
Filsafat
Pendidikan Eksistensialisme
Filsafat eksistensialisme itu yakni
memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Filsafat-filsafat lain
berhubungan dengan pengembangan sistem pemikiran untuk mengidentifikasi dam
memahami apa yang umum pada semua realitas, keberadaan manusia dan nilai.
F.
Filsafat
Pendidikan Progresivisme
Progresvisme bukan merupakan suatu
bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan
merupakan aliran suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918.
Gerakan progresik terkenal luas
karena reaksinya terhadap formalisme dan sekolah tradisional yang membosankan,
yang menekankan disiplin keras belajar pisik dan banyak hal-hal kecil yang
tidak bermanfaat dalam pendidikan.
G.
Filsafat
Pendidikan Perenealisme
Perenialisme memandang situasi
dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian da ketidakteraturan, terutama
dalam kehidupan moral, intelektual, da sosio-kultural. Oleh karena itu, perlu
ada usaha mengamanka ketidakberesan tersebut.
H.
Filsafat
Pendidikan Esensialisme
Esensialisme suatu filsafat
pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik
terhadap tren-tren progresif di sekolah-sekolah.
I.
Filsafat
Pendidikan Rekonstruksionalisme
Rekonstruksionalisme adalah
kelanjutan dari geraka progresivisme. Gerakan ini lahir didasari atas suatu
anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan
masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.
BAB VI
PENDIDIKAN DAN BUDAYA DALAM PERSPEKTIF
FILSAFAT PENDIDIKAN
A.
Pendahuluan
Betapapun modernnya sistem pendidikan yag diterapkan tidak akan
berhasil mencapai tujuannya yang ideal jika manusia tidak dimengerti secara
objektif dan valid menurut filsafat penciptaan manusia.
Anggapan tentang timbulnya kesenjangan antara metode, isi dan misi
pendidikan dalam satu situasi melahirkan pribadi yang terlalu materialistik dan
rasionalis sehingga kibatnya dehumanis di kalangan umat menjadi sesuatu yang
shock (keterkejutan).
B.
Kebudayaan
1.
Pengertian Kebudayaan
Dalam hal ini kebudayaan adalah aktivitasyang terjadi secara
berulang kali secara teratur dan susunan benda-benda dalam kehidupan
kemasyarakatan sehingga menjadi ciri dari suatu kelompok tertentu. Dalam hal
ini kebudayaan berarti gejala alam yang bisa diamati seperti benda-benda dan
peristiwa-peristiwa yang dialami manusia.
2.
Karakteristik Kebudayaan
Karakteristik kebudayaan manusia secara umum dapat dilihat, yaitu
: (1) kebudayaan merupakan pengalaman universal umat manusia, tetapi
manifestasi lokal dan regionalnya bersifat unik, (2) kebudayaan bersifat
stabil, tetapi juga bersifat dinamis dan memperhatikan perobahan yang terus
menerus dan tetap, (3) kebudayaan mengisi dan menentukan jalan hidup kita,
tetapi kebudayaan tersebut jarang mengusik alam sadar kita.
C.
Budaya dan Masyarakat
Manusia ialah makhluk berbudaya. Setiap pikiran, langkah, gerak
dan merasanya terhadap sesuatu melahirkan budaya. Sedangkan hewan dan benda
mati lainnya tidak memiliki dan tidak melahirkan budaya.
Jadi kebudayaan berdimensi manusia, kehidupan, ruang, dan waktu.
Di sini dapat ditambahkan bahwa kebudayaan adalh buah atau produk (hasil)
interaksi manusia dan lingkungan alam sekitar dan lingkungan sosialnya.
D.
Pendidikan dan Kebudayaan
Pendidikan menjadi pilar penting dalam membina fitrah manusia
dengan transformasi yang sejiwa dengan karakter kebudayaan masyarakat. Pendapat
lain menegaskan bahwa kebudayaan sebagai hasil budi manusia dalam berbagai
bentuk dan manifestasinya dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusa yang
tidak beku, melainkan selalu berkembang dan berubah.
E.
Transformasi Sosial Budaya
1.
Sekolah sebagai Instituasi Sosial
Sebagai institusi sosial maka pendidikan bertanggung jawab
terhadap proses perwujudan kemampuan individualitas, moralitas dan sosialitas
anak. Pendidikan di sekolah sebagai proses bimbingan yang terencana, terarah
dan terpadu dalam membina potensi anak untuk mengenali pengetahuan,
nilai-nilai, dan keterampilan menjadi sangat menentukan masa depan suatu
bangsa.
2.
Relasi Sekolah dan Masyarakat
Sekolah sebagai produk kebudayaan adalah milik manusia. Bagaimanapun,
sekolah menentukan transformasi sosial budaya di masyarakat sehingga eksistensi
masyarakat dapat terjamin dan berkembang menurut tuntutan zaman. Secara
sistemik dapat dijelaskan bahwa hubungan sekolah dan masyarakat dapat dilihat
dari dua segi, yaitu : (1) sekolah sebagai partner masyarakat dalam melakukan
fungsi pendidikan, dan (2) sekolah sebagai produsen yang melayani
pesanan-pesanan pendidikan dari masyarakat lingkungannya.
3.
Sekolah dan Masyarakat Berbudaya
Dalam masyarakat manusia, pendidikan merupakan gejala yang
universal, tetapi tidak semua masyarakat mempunyai sistem persekolahan atau
pendidikan formal. Berarti perkembangan sistem persekolahan atau lembaga
pendidikan formal sebagai institusi sosial yang menjalankan fungsi pendidikan
sangat bervariasi dalam masyarakat sesuai kebudayaannya.
F.
Proses Perkembangan Pendidikan dan Kebudayaan
Hubungan masyarakat dan pendidikan adalah hubungan antara subjek
dengan aktivitasnya. Semakin maju suatu masyarakat, maka makin maju pula
pendidikan yang diselenggarakan masyarakat itu. Artinya, masyarakat itu akan
relatif lebih maju apabila aktif membina pendidikan, atau masyarakat akan lebih
maju apabila menyelenggarakan pendidikan maju. Sebaliknya, apabial suatu
masyarakat mengabaikan pendidikan, maka masyarakat itu sukar untuk maju, jika
mau mengatakan, bahwa masyarakat demikian tidak mungkin maju.
Pendidikan tidak hanya proses pemindahan kebudayaan. Sebab
hubungan pendidikan dan kebudayaan adalah juga hubungan kausalitas dan teologis
sekaligus. Yaitu hubungan sebab akibat dan hubungan tujuan. Karena dengan adanya pendidikan manusia berkebudayaan dan
dengan proses pendidikan itu pula manusia menuju suatu tingkatan perkembangan
kepribadian agar manusia kreatif da produktif dalam menciptakan kebudayaan.
Secara teknis juga tujuan pendidikan adalah membudayakan manusia atau membina
manusia agar berkebudayaan.
Kebudayaan di samping sebagai kreasi dalam arti ciptaan manusia
(sepanjang sejarah), terutama adalah karya, prestasi dan achievement seorang
pribadi yang telah terdidik, dalam konteks ini pendidikan mempunyai fungsi
ganda untuk kebudayaan, yaitu :
Ø Menciptakan yang belum ada, melalui pembinaan manusia yang kreatif
Ø Megoperkan kebudayaan (yang sudah ada) kepada generasi demi
generasi dalam rangka proses sosialisasi pribadi manusia
John Dewey menganalisa perkembangan kebudayaan sebagai proses
integral daripada perkembangan sosial, yang dipenuhi oleh :
1.
Adanya
kondisi khusus dan problem-problem yang dihadapi
2.
Tuntutan-tuntutan
komunikasi sosial yang menuju pengertian suatu cita-cita dan informasi
3.
Adanya
penyelidikan secara kritis dan penilaian kembali atas tujuan dan nilai-nilai
kebudayaan yang ada
4.
Eksperimen
yang terkontrol dan palidasi atau hasil-hasil rekonstruksi pada situasi yang
spesifik.
0 komentar:
Posting Komentar