BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Dalam kehidupan suatu
negara, pendidikan memegang peranan penting untuk
menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan
wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya
manusia. Masyarakat Indonesia dengan laju pembangunannya masih menghadapi
masalah pendidikan yang berat, terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan.
Sekolah merupakan lembaga formal sesuai dengan misinya yaitu melaksanakan
kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Kegiatan belajar mengajar akan berjalan lancar jika komponenkomponen dalam
lembaga ini terpenuhi dan berfungsi sebagaimana mestinya. Komponen-komponen
tersebut antara lain: sarana dan prasarana yang memadai, terpenuhinya
tenaga pendidikan yang qualified, adanya struktur organisasi yang teratur,
dan yang tak kalah pentingnya adalah peranan kepala sekolah sebagai supervisor
internal dalam mengembangkan komponen-komponen tersebut agar berjalan
sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Lebih dari itu, Nana
Syaodih Sukmadinata (2006: 2) menambahkan bahwasanya pendidikan formal
merupakan suatu hal yang sangat penting karena: Pendidikan
formal memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pendidikan
informal dalam lingkungan keluarga. Pertama, pendidikan formal
di sekolah memiliki lingkup isi pendidikan yang lebih luas, bukan hanya
berkenaan dengan pembinaan segi-segi moral tetapi juga ilmu pengetahuan
dan keterampilan. Kedua, pendidikan di sekolah dapat memberikan
pengetahuan yang lebih tinggi, lebih luas, dan mendalam. Ketiga, karena
memiliki rancangan atau kurikulum secara formal dan tertulis,
pendidikan di sekolah dilaksanakan secara berencana, sitematis, dan
lebih disadari.
Dengan
demikian standar kompetensi pendidikan wajib diperlukan agar tidak terjadi
penyimpangan dan kesalahan dalam menafsirkan dan mengimplementasikan
kurikulum. Apabila standar kompetensi dan standar mutu pendidikan
telah dikembangkan sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional,
yang kemudian dituangkan ke dalam kurikulum (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan), maka diharapkan Indonesia akan mampu memasuki era globalisasi.
Kurikulum adalah
program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa
(Oemar Hamalik, 2006: 195). Kurikulum yang digunakan
mulai tahun 2006 sampai dengan saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang diluncurkan oleh Depdiknas. Penerapan KTSP merupakan
penyempurnaan atau inovasi dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK),
dimana KTSP lebih sederhana dibanding dengan KBK. Menurut E. Mulyasa
(2004: 48), “KBK dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan
pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugastugas dengan
standar performansi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta
didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu”. Sedangkan
KTSP menurut E. Mulyasa (2007: 19) diartikan sebagai: Sebuah
kurikulum operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan
di masing-masing satuan pendidikan. KTSP itu sendiri merupakan
kurikulum yang dikembangkan Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) dimana operasional pendidikan disusun dan dilaksanakan
oleh setiap satuan pendidikan dengan memperhatikan standar
kompetensi dan kompetensi dasar.
Sejalan dengan fungsi
supervisi pendidikan
menurut
P. Adam dan Frank G Dickey dalam Hendiyat Soetopo dan Wasti Soemanto
(1984: 39), fungsi dari supervisi adalah untuk memajukan dan mengembangkan
pengajaran sehingga proses belajar mengajar berlangsung dengan
baik. Jones dkk, sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002), menambahkan
bahwa dalam menghadapi kurikulum yang berisi perubahanperubahan yang
cukup besar dalam tujuan, isi, metode, dan evaluasi pengajarannya,
sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan bimbingan
dari kepala sekolah mereka. Dari pendapat tersebut mengandung makna
bahwa kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang kurikulum sekolah.
Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada
guru, sementara dia sendiri tidak menguasainya dengan baik Berdasarkan
observasi atau studi pendahuluan di Sekolah Menengah Atas
(SMA) Negeri 1 Tapanuli Tengah, penulis menemukan kondisi yang begitu berlainan
antara harapan dengan kenyataan, antara lain: kebingungan guru dalam menjalankan
kurikulum KTSP, penerapan KBK di SMA Negeri 1 saja dinilai belum
optimal, apalagi jika harus mengganti kurikulum baru yaitu KTSP, serta pelaksanaan
supervisi dari kepala sekolah yang kurang kontinyu atau periodik yang
menyebabkan evaluasi pada proses pembelajaran juga tersendat dan lama.
Karena kurangnya
supervisi dari kepala sekolah inilah yang menjadikan kepala sekolah
kurang memahami kondisi guru di lapangan pasca pemberlakuan KTSP, bahwa
penerapan KTSP dinilai semakin memberatkan guru. Persoalan masih ditambah
lagi dengan sikap apatisme dari para guru akan pentingnya supervisi pendidikan.
Tentu kondisi tersebut sangat potensial memunculkan berbagai masalah
di lingkungan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Tapanuli Tengah. Oleh karena
itu, dalam penelitian ini penulis tertarik untuk meneliti mengenai: “PELAKSANAAN
SUPERVISI PENDIDIKAN OLEH KEPALA SEKOLAH DALAM PENERAPAN KURIKULUM
TINGKAT SATUAN
PENDIDIKAN (KTSP) DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
NEGERI
1 TUKKA TAPANULI TENGAH”.
B.
PERUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar
belakang dan identifikasi masalah diatas peneliti berusaha
merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana pelaksanaan
kegiatan supervisi pendidikan dalam konteks penerapan KTSP di SMA Negeri 1
TUKKA- TAPANULI TENGAH?
2.
Kendala-kendala apa
saja yang ditemui kepala sekolah dalam perannya sebagai supervisor pendidikan
dalam konteks penerapan KTSP di SMA Negeri 1 TUKKA- TAPANULI TENGAH?
3.
Apa saja upaya-upaya
yang dilakukan kepala sekolah untuk mengatasi kendala-kendala dalam
melaksanakan kegiatan supervisi pendidikan dalam konteks penerapan KTSP di SMA
Negeri 1 TUKKA- TAPANULI TENGAH?
C.
TUJUAN
PENELITIAN
Tujuan penelitian
disini adalah untuk menjawab semua permasalahan yang
telah dirumuskan dalam perumusan masalah tersebut diatas. Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui pelaksanaan
kegiatan supervisi pendidikan dalam konteks penerapan KTSP di SMA Negeri 1
TUKKA- TAPANULI TENGAH.
2.
Untuk mengetahui
kendala-kendala yang ditemui kepala sekolah dalam perannya sebagai supervisor
pendidikan dalam konteks penerapan KTSP di SMA Negeri 1 TUKKA- TAPANULI TENGAH.
3.
Untuk mengetahui
upaya-upaya yang dilakukan kepala sekolah untuk mengatasi kendala-kendala dalam
melaksanakan kegiatan supervisi pendidikan dalam konteks penerapan KTSP di SMA
Negeri 1 TUKKA- TAPANULI TENGAH.
D.
MANFAAT
PENELITIAN
Penelitian ini penting
karena menghasilkan uraian yang akurat dan aktual
yang dapat memberikan manfaat dalam menjawab permasalahan yang ada dalam
penelitian ini, baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis dan secara praktis.
Secara teoritis dan secara praktis penelitian ini memberi manfaat sebagai berikut:
1.
Manfaat teoritis
a.
Untuk mendukung
teori-teori yang sudah ada sehubungan dengan masalah yang dibahas yaitu
supervisi pendidikan.
b.
Untuk menambah dan
memperluas pengetahuan tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
2.
Manfaat Praktis
a. Untuk
memberikan masukan bagi masyarakat luas pada umumnya dan Sekolah Menengah Atas
(SMA) Negeri 1 TUKKA- TAPANULI TENGAH pada khususnya mengenai pentingnya
pelaksanaan supervisi pendidikan dalam upaya penerapan kurikulum.
b. Memperluas
khasanah wawasan pengetahuan bagi peneliti mengenai manfaat supervisi
pendidikan.
BAB
II
LANDASAN TEORI
A.
TINJAUAN TENTANG
SUPERVISI PENDIDIKAN
a.
Pengertian Supervisi
Pendidikan
Dilihat
dari sudut pandang etimologi supervisi berasal dari kata super dan vision yang masing-masing
kata itu berarti atas dan penglihatan. Jadi secara etimologis, supervisi adalah penglihatan dari atas. Pengertian itu
merupakan arti kiasan yang
menggambarkan suatu posisi dimana yang melihat berkedudukan lebih tinggi dari pada yang dilihat. Hal ini dapat diartikan bahwa
kegiatan supervisi dilakukan oleh
atasan kepada bawahan.
Pelaksanaan
supervisi atau pengawasan di setiap organisasi memiliki peran yang cukup penting. Manullang (2005: 173) mendefinisikan
pengawasan sebagai “Suatu proses
untuk menerapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan bila perlu mengoreksi dengan maksud supaya
pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
rencana semula”. Supervisi dilakukan di setiap lini organisasi, termasuk organisasi di dalam ranah pendidikan, salah
satunya adalah sekolah.
Kepala
sekolah merupakan atasan di dalam lingkungan sekolah. Dimana seorang kepala sekolah memiliki peran
strategis dalam memberi bantuan kepada guru-guru
dalam menstimulir guru-guru kearah usaha mempertahankan suasana belajar mengajar yang lebih baik. E.
Mulyasa (2004: 111), “Supervisi sesungguhnya
dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor”.
Pelaksanaan
proses pembelajaran di kelas tidak selamanya memberikan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan, ada saja kekurangan dan
kelemahan yang dijumpai dalam proses
pembelajaran, maka untuk memperbaiki kondisi demikian peran supervisi pendidikan menjadi sangat penting untuk
dilaksanakan. Pelaksanaan supervisi
bukan untuk mencari kesalahan guru tetapi pelaksanaan supervisi pada dasarnya adalah proses pemberian layanan bantuan
kepada guru untuk memperbaiki proses
belajar mengajar yang dilakukan guru dan
meningkatkan kualitas hasil belajar.
b.
Fungsi Supervisi
Pendidikan
Kegiatan
supervisi pendidikan memiliki beragam fungsi. Supervisi pendidikan akan dapat
terlaksana dengan baik manakala fungsi-fungsinya mampu diterapkan dengan baik
pula. Sebagaimana yang diungkapkan Swearingen yang dikutip oleh Soewadji
Lazaruth (1988: 34), fungsi kegiatan supervisi pendidikan dirinci sebagai
berikut:
Ø Mengkoordinasi
semua usaha sekolah;
Ø Melengkapi
kepemimpinan sekolah;
Ø Memperluas
pengalaman guru-guru;
Ø Menstimulasi
usaha-usaha yang kreatif;
Ø Memberikan
fasilitas dan penilaian yang terus-menerus;
Ø Menganalisis
situasi belajar dan mengajar;
Ø Memberikan
pengetahuan dan keterampilan kepada setiap anggota staf;
Ø Mengintegrasi
tujuan pendidikan dan membantu meningkatkan kemampuan guru-guru dalam mengajar.
Pendapat
lain dikemukakan oleh Made Pidarta (1999: 15-19), fungsi supervisi dibedakan
menjadi dua bagian besar yakni:
Ø Fungsi
utama ialah membantu sekolah sekaligus mewakili pemerintah dalam usaha mencapai
tujuan pendidikan yaitu membantu perkembangan individu para siswa.
Ø Fungsi
tambahan ialah membantu sekolah dalam membina guru-guru agar dapat bekerja
dengan baik dan dalam mengadakan kontak dengan masyarakat dalam rangka
menyesuaikan diri dengan tuntutan masyarakat serta mempelopori kemajuan
masyarakat.
c.
Tujuan Supervisi
Pendidikan
Fungsi
dan tujuan, kedua hal tersebut cukup sulit untuk dibedakan, sebab seringkali
satu objek dapat diterangkan dari segi fungsi dan dapat pula dari segi tujuan.
Merujuk pendapat Made Pidarta (1999: 15) bahwa “Supervisor sebagai fungsi, bila
ia dipandang sebagai bagian atau organ dari organisasi sekolah. Tetapi bila
dipandang dari apa yang ingin dicapai supervisi, maka hal itu merupakan tujuan
supervisi”.
Kegiatan
supervisi pendidikan bisa dimulai dari melakukan pengawasan. Maksudnya
pengawasan (dalam arti supervisi pendidikan) dilakukan dengan maksud dapat
menemukan hal-hal yang positif dan hal-hal yang negatif di dalam pelaksanaaan
pendidikan. Jadi bukan semata-mata mencari kesalahan belaka. Menurut Hendiyat
Soetopo dan Wasti Soemanto (1984: 40), “Tujuan supervisi pendidikan adalah memperkembangkan
situasi belajar dan mengajar yang lebih baik”.
Lebih
lanjut lagi Hendiyat Soetopo dan Wasti Soemanto (40-41), menjabarkan tujuan
konkrit dari supervisi pendidikan secara nasional antara lain:
Ø Membantu
guru melihat dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan.
Ø Membantu
guru dalam membimbing pengalaman belajar murid.
Ø Membantu
guru dalam menggunakan alat pengajaran modern, metode-metode, dan sumber-sumber
pengalaman belajar.
Ø Membantu
guru dalam menilai kemajuan murid-murid dan hasil pekerjaan guru itu sendiri.
Ø Membantu
guru-guru baru di sekolah sehingga mereka merasa gembira dengan tugas yang
diperolehnya.
Ø Membantu
guru-guru agar waktu dan tenaganya tercurahkan sepenuhnya dalam pembinaan
sekolah.
d.
Prinsip Supervisi
Pendidikan
Berikut
ini dikemukakan beberapa prinsip yang harus diperhatikan serta dilaksanakan
oleh para supervisor pendidikan atau kepala sekolah dalam melaksanakan kegiatan
supervisi agar benar-benar efektif dalam usaha mencapai tujuannya. Seorang
kepala sekolah yang berfungsi sebagai supervisor dalam melaksanakan supervisi
menurut Soewadji Lazaruth (1988: 33), hendaknya bertumpu pada prinsip supervisi
sebagai berikut:
Ø Supervisi
yang bersifat konstruktif
Ø Supervisi
yang bersifat realistis
Ø Supervisi
yang bersifat demokratis
Ø Supervisi
yang bersifat objektif
B.
TINJAUAN TENTANG KEPALA
SEKOLAH
a.
Pengertian Kepala
Sekolah
De
Roche (1987) dalam Muhammad Arsyad, 2008/(www.researchengines. com/0508arsyad.html),
diakses pada 11 Februari 2009. Dalam artikel tersebut diungkapkan bahwa “Tidak
ada sekolah yang baik tanpa kepala sekolah yang baik”. Karena itu wajar bila
kepala sekolah dikatakan sebagai “The key person” keberhasilan
peningkatan kualitas pendidikan di sekolah.
Namun
juga tanpa mengesampingkan peran yang kolaboratif para guru yang tergabung
dalam sistem proses manajemen sekolah. Sergiovanni (1987) dalam Muhammad
Arsyad, 2008/(www.re-searchengines.com/0508arsyad.html), diakses pada 11
Februari 2009), juga mengungkapkan bahwa “Tidak ada siswa yang tidak dapat
dididik, yang ada adalah guru yang tidak berhasil mendidik. Tidak ada guru yang
tidak berhasil mendidik, yang ada adalah kepala sekolah yang tidak mampu
membuat guru berhasil mendidik".
b.
Peran Kepala Sekolah
Dalam
rangka pencapaian tujuan pendidikan, perlu dioptimalisasikan peranan kepala
sekolah, karena apabila seorang kepala sekolah dapat berperan secara efektif
dalam tugas dan kewajibannya, maka hal tersebut akan berdampak pada kemajuan
sekolah yang dipimpinnya. Dikutip dari Dinas Pendidikan (dulu: Depdikbud) dalam
E. Mulyasa (2004: 98), telah ditetapkan bahwa kepala sekolah harus mampu
melaksanakan pekerjaannya sebagai edukator, manajer, administrator, dan
supervisor (EMAS).
Seiring
dengan laju perkembangan jaman, kepala sekolah sedikitnya harus mampu berperan
sebagai edukator, manajer,
administrator,
supervisor, leader, innovator, dan motivator (EMASLIM).
c.
Tipe-Tipe Supervisi
Kepala Sekolah
Setiap
manusia memiliki ciri khasnya masing-masing. Begitu halnya dengan tipe-tipe
pelaksanaan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah.
Briggs
dalam Soewadji Lazaruth (1988: 33), mengemukakan 4 tipe supervisi kepala
sekolah dilihat dari pelaksanaannya, yaitu supervisi yang bersifat korektif, supervisi
yang bersifat preventif, supervisi yang bersifat konstruktif, supervisi yang
bersifat kreatif. Berikut penjabarannya:
1)
Supervisi yang bersifat
korektif Kegiatan supervisi ini lebih menekankan usaha untuk mencari-cari
kesalahan orang yang disupervisi (guru-guru).
2)
Supervisi yang bersifat
preventif Kegiatan supervisi ini lebih menekankan usaha untuk melindungi guru-guru
dari berbuat salah. Guru-guru selalu diingatkan untuk tidak melakukan kesalahan
dengan memberikan mereka batasan-batasan, larangan-larangan atau sejumlah
pedoman dalam bertindak.
3)
Supervisi yang bersifat
konstruktif. Tipe supervisi jenis ini ialah supervisi yang berorientasi ke masa
depan, menolong guru-guru untuk selalu melihat ke depan, belajar dari
pengalaman, melihat hal-hal yang baru, dan secara antusias mengusahakan
perkembangan.
4)
Supervisi yang bersifat
kreatif. Kegiatan supervisi ini, lebih menekankan pada usaha menumbuhkembangkan
daya kreatifitas guru, dimana peran kepala sekolah hanyalah sebatas mendorong
dan membimbing.
Pendapat
hampir serupa dikemukakan oleh Burton dan Brueckner dalam Ngalim Purwanto
(2002: 92), yang menyatakan terdapat 5 tipe supervisi oleh kepala sekolah,
yakni: supervisi sebagai inspeksi, laissez faire, coercive supervision,
dan supervisi sebagai latihan bimbingan.
C.
TINJAUAN TENTANG
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
KTSP
yang merupakan kependekan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yakni
kurikulum yang dibuat oleh guru pada setiap satuan pendidikan dan
diimplementasikan dalam pembelajaran. Dimana kurikulum ini menghendaki para
guru untuk lebih kreatif dan menuntut sekolah untuk lebih mandiri. Landasan
yang digunakan dalam pelaksanaan KTSP yaitu:
1.
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2.
Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
3.
Permendiknas No. 22/
2006 tentang Standar Isi.
4.
Permendiknas No. 23/
2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
5.
Permendiknas No. 24/
2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23/ 2006.
a.
Pengertian Kurikulum
Untuk
memberikan pengertian KTSP, maka akan dibahas mengenai pengertian kurikulum
terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memudahkan dalam memahami
pengertian KTSP. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2006: 3-7), “Kurikulum
adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran,
yang merupakan suatu rencana pendidikan dan memberikan pedoman serta pegangan
tentang jenis, lingkup, urutan isi, dan proses pendidikan”. Berdasarkan Pasal 1
Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan
bahwa kurikulum adalah ”Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu”.
Dari
pengertian kurikulum di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa pengertian
kurikulum adalah suatu bentuk perencanaan yang berisikan pengaturan tentang
tujuan, isi, bahan pelajaran, dan cara yang digunakan dalam penyelenggaraan
kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan
b.
Fungsi Kurikulum
Adapun
beberapa fungsi kurikulum menurut Oemar Hamalik (2006: 10), antara lain:
1.
Fungsi penyesuaian.
Individu
hidup dalam lingkungan. Setiap individu harus mampu menyesuaikan dirinya dengan
lingkungannya secara menyeluruh. Oleh karena itu lingkungan akan senantiasa
berubah dan bersifat dinamis, sehingga setiap individu harus memiliki kemampuan
untuk bersifat dinamis pula. Disamping itu lingkungan juga harus disesuaikan
dengan kondisi perorangan. Disinilah terletak fungsi kurikulum sebagai alat
pendidikan.
2.
Fungsi integrasi
Kurikulum
berfungsi untuk mendidik pribadi-pribadi yang terintegrasi. Oleh karena itu,
individu-individu itu merupakan bagian integral dari masyarakat sehingga akan
dapat memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan atau pengintegrasian masyarakat.
3.
Fungsi deferensiasi
Kurikulum
perlu memberikan pelayanan terhadap perbedaanperbedaan perorangan dalam
masyarakat. Pada dasarnya deferensiasi akan mendorong orang untuk berpikir
kritis dan kreatif sehingga akan dapat mendorong kemajuan sosial dalam
masyarakat.
4.
Fungsi persiapan
Kurikulum
berfungsi untuk mempersiapkan siswa agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut
untuk suatu jangkauan yang lebih jauh.
5.
Fungsi pemilihan
Kurikulum
berfungsi memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih apa yang
diinginkannya dan menarik minatnya. Untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan
tersebut, maka kurikulum perlu disusun secara luas dan bersifat fleksibel.
6.
Fungsi diagnostik
Kurikulum
berfungsi untuk mengarahkan dan membantu para siswa agar mereka mampu memahami
dan menerima dirinya sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang
dimilikinya.
BAB III
METODE
PENELITIAN
A.
TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
1.
Tempat Penelitian
Suatu penelitian memerlukan tempat penelitian yang
akan dijadikan objek untuk memperoleh data penelitian yang berguna untuk mendukung
tercapainya tujuan penelitian. Tempat dan lokasi dalam
penelitian ini adalah SMA Negeri 1 Tukka Tapanuli Tengah, yang beralamat di
Jalan Pendidikan No. 2.
Peneliti memilih lokasi atau tempat penelitian di SMA
Negeri 1 Tukka Tapanuli Tengah dengan alasan sebagai
berikut:
a.
SMA Negeri 1 Tukka Tapanuli Tengah memiliki data yang diperlukan dalam
penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
b.
SMA Negeri 1 Tukka Tapanuli Tengah sudah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP).
c.
Letak SMA Negeri 1 Tukka Tapanuli Tengah sangat strategis dan lokasinya mudah
dijangkau dengan sarana transportasi sehingga
memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian.
2.
Waktu Penelitian
Penelitian ini akan berlangsung setelah usulan
penelitian ini disetujui oleh dosen pembimbing mata kuliah dan telah mendapat
ijin dari pihak-pihak yang berwenang. Penelitian yang dimulai dari pengajuan
proposal ini direncanakan berlangsung selama dua minggu (juli 2011) terhitung
sejak dikeluarkannya ijin penelitian dan tidak menutup kemungkinan perpanjangan
waktu penelitian menurut situasi dan kondisi yang ada.
B.
BENTUK DAN STRATEGI PENELITIAN
1.
Bentuk Penelitian
Metode penelitian merupakan faktor penting dalam suatu
penelitian, karena metode penelitian ikut menunjang proses penyelesaian masalah yang
sedang dibahas. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Menurut Anselm Strauss dan Juliet Corbin
terjemahan Muhammad Shodiq dan Imam Muttaqien (2003: 4), penelitian
kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur
statistik atau bentuk hitungan lain.
Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan
memahami sesuatu di balik fenomena, dan dapat juga
digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui. Peneliti
kualitatif sebagai alat riset atau instrumen utama
dalam penelitiannnya dituntut untuk menyajikan pemahaman-pemahaman yang rasional dan
gamblang mengenai fakta dan kebenaran. Hal tersebut dapat diperoleh melalui instrumen
pengumpul data seperti: wawancara, studi pustaka, maupun observasi langsung, yang
mana instrumen pengumpul data tersebut memiliki kedudukan sebagai alat pendukung
instrumen utama. Oleh karena itu kualitas tinggi
rendahnya hasil penelitian ditentukan oleh peneliti.
2.
Strategi Penelitian
Data yang relevan dengan permasalahan dapat dikaji
dengan menggunakan strategi yang tepat. Strategi merupakan dasar untuk
mengamati, mengumpulkan informasi dan untuk menyajikan analisis hasil
penelitian, sekaligus akan mendukung cara menetapkan jumlah sampel atau
cuplikan serta pemilihan instrumen penelitian yang akan digunakan untuk
mengumpulkan informasi.
Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah strategi tunggal terpancang. Menurut Smith dalam buku karangan
Milles Hubberman terjemahan Tjeptjep Rohendi Rohidi (1992: 2), strategi
penelitian tunggal terpancang bertujuan agar penelitian dilakukan secara
mendalam sehingga mempunyai mutu yang tak dapat disangkal. Jadi strategi
tunggal terpancang yang digunakan dalam penelitian ini mengandung pengertian
sebagai tunggal dalam arti hanya ada satu ruang lingkup lokasi penelitian atau
melakukan focusing pada satu lokasi dan satu masalah saja yaitu tentang
pelaksanaan supervisi pendidikan yang dilakukan oleh Kepala SMA Negeri 1 Tukka-
Tapanuli Tengah dalam penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP),
sedangkan terpancang pada tujuan penelitian memiliki maksud bahwa penelitian
dibatasi pada aspek-aspek yang telah ditentukan sesuai dengan teori-teori yang
sudah peneliti kuasai sebelum peneliti melaksanakan penelitian di lapangan.
C.
SUMBER DATA
Menurut HB. Sutopo (2002: 49), ”Sumber data dalam
penelitian kualitatif dapat berupa manusia, peristiwa dan tingkah laku, dokumen serta
arsip dan juga berbagai benda lain”. Adapun sumber data dalam penelitian ini
adalah:
Orang yang
memberi informasi tentang data yang diinginkan peneliti
berkaitan dengan penelitian yang sedang dilaksanakan.
Menurut HB. Sutopo (2002: 49), “Dalam penelitian kualitatif posisi
narasumber sangat penting, sebagai individu yang memiliki informasi”. Informasi
diperoleh dari informan-informan yang dipandang mengetahui dan memahami permasalahan
yang dikaji peneliti.
Adapun informan dalam penelitian ini adalah:
a.
Kepala SMA Negeri 1 Tapanuli Tengah
b.
Wakil Kepala Bidang Kurikulum SMA Negeri 1 Tapanuli Tengah
c.
Wakil Kepala Bidang Sarana dan Prasarana SMA Negeri 1 Tapanuli Tengah
d.
Guru-guru di SMA Negeri 1 Tapanuli Tengah
e.
Siswa di SMA Negeri 1 Tapanuli Tengah
D.
TEKNIK SAMPLING
Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah pursosive
sampling dan snow ball sampling. Namun, sebelum menjelaskan makna purposive
sampling, berikut definisi sampling menurut HB. Sutopo (2002),
”Sampling adalah suatu bentuk khusus atau proses yang umum dalam memfokuskan atau
pemilihan dalam riset yang mengarah pada seleksi”.
Maksud sampling dalam hal ini ialah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi
dari pelbagai sumber, yang tujuannya adalah untuk menggali informasi yang akan
menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Oleh sebab itu, pada
penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive
sampling).
E.
ANALISIS DATA
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data,
perlu segera dilakukan proses mengolah data atau yang sering disebut dengan analisis
data. Analisis data menurut Michael Quinn Patton yang diterjemahkan oleh Budi
Puspo Priyadi (2006: 250) diartikan sebagai sebuah proses yang membawa bagaimana
data diatur, mengorganisasikan apa yang ada ke dalam
sebuah pola, ketegori, dan unit deskripsi dasar. Sedangkan menurut Bogdan dan
Biklen dalam Lexy J Moleong (2007: 248), analisis data kualitatif adalah
upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari
dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Mathew B. Miles dan A. Michael Huberman terjemahan
Tjeptjep Rohendi Rohidi (1992: 16) mengemukakan bahwa analisis terdiri dari tiga
alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu: reduksi data, penyajian data
dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Kegiatan reduksi data, penyajian data
dan penarikan kesimpulan atau verifikasi dilakukan sebelum, selama dan sesudah
pengumpulan data dalam bentuk sejajar untuk membangun
suatu analisis yang tangguh.
BAB IV
HASIL PENGUMPULAN DATA
A. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Pada tahun
pembelajaran 2008/ 2009 SMA Negeri 1 Tapanuli Tengah memiliki tenaga pendidik
sebanyak 81 orang, yang terdiri dari 70 orang sebagai guru tetap yang berstatus
PNS dan 11 orang sebagai guru tidak tetap yang berstatus guru bantu. Tenaga
pendidik SMA Negeri 1 Tapanuli Tengah memiliki tugas mengajar yang sesuai
dengan latar belakang pendidikan dan keahlian yang dimiliki yaitu terdiri dari
berbagai mata pelajaran antara lain IPA, Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Pendidikan Agama, IPS, Penjas Orkes, Seni Budaya, PKn, TIK/
Keterampilan, BK, dan Bahasa Batak.
Selain
memiliki tugas mengajar, tenaga pendidik di SMA Negeri 1 Tapanuli Tengah juga
memiliki tugas fungsional lain yaitu sebagai wakil kepala sekolah, staf urusan
humas, staf urusan kurikulum, staf urusan sarana prasarana, dan staf urusan
kesiswaan. Beberapa guru telah mengikuti kegiatan pengembangan kompetensi profesionalisme
pendidik yang meliputi penataran KBK/ KTSP, penataran metode pembelajaran/ CTL,
penataran PTK, penataran karya tulis ilmiah, sertifikasi profesi/ kompetensi,
penataran PTBK, penataran laboratorium, dan lain-lain. Guru-guru di SMA Negeri
1 Tapanuli Tengah memiliki prestasi yang cukup membanggakan pada beberapa
kejuaraan lomba di tingkat kabupaten/ kota, yaitu: Lomba PTK, Lomba karya tulis
inovasi pembelajaran, Lomba guru berprestasi, dan lain-lain.
Penyelenggaraan
pendidikan dan pembelajaran di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Tapanuli
Tengah tidak dapat di lepaskan dari keberadaan tenaga pendukung dan karyawan
yang turut membantu dan memperlancar pelaksanaan kegiatan administrasi sekolah.
Pelaksanaan kegiatan adminitrasi sekolah menjadi tanggung jawab karyawan pada
unit tata usaha. Karyawan pada unit tata usaha berjumlah 23 orang. Keseluruhan
jumlah tersebut selain karyawan tata usaha, juga terdapat beberapa tenaga
pendukung lain yaitu tenaga pustakawan, tenaga laboran laboratorium IPA,
teknisi laboratorium komputer, penjaga kantin, penjaga sekolah, tukang kebun
serta penjaga keamanan. Agar pelaksanaan kegiatan administrasi di SMA Negeri 1
Tapanuli Tengah dapat berjalan dengan lancar dan terkoordinir dengan baik, maka
diterapkan pola pembagian tugas dan pekerjaan yang sesuai dengan kapasitas dan
kemampuan masing-masing personil karyawan pada unit tata usaha.
Jumlah
keseluruhan peserta didik di SMA Negeri 1 Tapanuli Tengah pada tahun 2008/ 2009
berjumlah 662 orang yang terdiri dari kelas X sebanyak 249 orang, kelas XI 207
orang dan kelas XII sebanyak 206 orang. Kelas X dibagi dalam 6 rombongan
belajar, kelas XI dibagi dalam 5 rombongan belajar dan kelas XII dibagi dalam 5
rombongan belajar. Jumlah keseluruhan ruang kelas yang ada di SMA Negeri 1 Tapanuli
Tengah adalah sebanyak 27 kelas.
Kurikulum
yang pernah diterapkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Tapanuli Tengah:
1976/ 1983
: Kurikulum 1975 SMA
1984/ 1985
: Kurikulum 1984 SMA untuk kelas 1 dan kurikulum 1975 SMA untuk kelas 2 dan 3
1985/ 1986
: Kurikulum 1984 SMA untuk kelas 1 dan 2 dan kurikulum 1975 untuk kelas 3
1986/ 1987
: Kurikulum 1984 untuk kelas 1, 2 , dan 3
1994/ 1995
: Kurikulum 1994 SMU untuk kelas 1 dan 2 dan kurikulum 1984 untuk kelas 1 dan
kurikulum 1984 untuk kelas 2 dan 3
1996/ 1997
: Kurikulum 1994 SMU untuk semua jenjang kelas
2004/ 2005
: Kurikulum 1994 untuk kelas 2 dan 3 dan kurikulum 2004 (KBK) untuk kelas 1
2005/ 2006
: Kurikulum 2004 SMA (Kurikulum Berbasis Kompetensi) untuk kelas 1 dan 2
2006/ 2007
: Kurikulum 2004 SMA (KBK) untuk kelas 1 dan 2 dan kurikulum 2004 untuk kelas 3
2007/
sekarang : Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk kelas 1 dan 2 dan
kurikulum 2004 untuk kelas 3
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian (Pelaksanaan
Supervisi Pendidikan oleh Kepala Sekolah dalam Penerapan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) di SMA Negeri 1 Tapanuli Tengah)
Kurikulum
adalah rancangan yang berisikan pengaturan tentang tujuan, isi, bahan
pelajaran, dan cara yang digunakan dalam penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai yang diharapkan. Kurikulum
merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang menempati kedudukan
sentral dalam proses pendidikan. Adanya kurikulum dapat mengarahkan setiap
bentuk aktivitas pembelajaran dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan
nasional dan tujuan sekolah, baik secara umum maupun secara khusus. Oleh sebab
itu, kurikulum dan pendidikan mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan,
dimana pendidikan memiliki tujuan yang ingin dicapai yang dituangkan ke dalam
isi pendidikan yang berupa kurikulum. Jadi kurikulum dibuat sebagai sarana
untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan.
Menurut
Staf Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum Negeri 1 Tapanuli Tengah selaku
informan II menambahkan, ”Kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan
oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa, kedudukannya sebagai alat yang
digunakan oleh instansi sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan, bisa itu
tujuan pendidikan nasional, bisa tujuan sekolah itu sendiri”. (Hasil wawancara
tanggal 18 Mei 2009). Pendapat tersebut sesuai dengan Undang–Undang No. 20 Th.
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa ”Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Berdasarkan
keterangan tersebut dapat diketahui bahwa kurikulum merupakan titik tolak dari
kegiatan pembelajaran di setiap instansi sekolah, begitu juga di SMA Negeri 1
Tapanuli Tengah. Kurikulum digunakan dan dikembangkan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran bagi guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran terhadap peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Bogdan,
Robert dan Taylor, Steven J. 1993. Kualitatif (Dasar-Dasar Pendidikan).
Surabaya: Usaha Nasional.
Burhanuddin
Harahap. 1983. Supervisi Pendidikan. Jakarta: PT Ciawi Jaya.
Burhan
Nurgiyantoro. 1988. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah.
Yogyakarta: BPFE.
Cholid
Narbuko & Abu Achmadi. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi
Aksara.
Dakir.
2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Departemen
Pendidikan Nasional. 2006. Undang-Undang SISDIKNAS (UU RI No. 20 Th. 2003).
Jakarta: Sinar Grafika.
Direktorat
Tenaga Kependidikan Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
2007. Naskah Materi Diklat Pembinaan Kompetensi untuk Calon Kepala Sekolah/
Kepala Sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Enco
Mulyasa. 2004. Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan
MBS dan KBK. Bandung: PT Remaka Rosdakarya Offset. . 2006. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaka Rosdakarya Offset.
Hendiyat
Soetopo & Wasty Soemanto. 1984. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Ilham H.
Manangkasi. 2007. www.dikmenum.go.id
Imam
Soepardi. 1988. Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.
Kartono
Kartini. 1990. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: CV. Mandar
Maju.
Made
Pidarta. 1999. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Manullang.
2005. Dasar-dasar Manajemen. Yogyakarta : UGM University Press.
Miles,
Mathew. B dan Huberman, A Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta:
UI Press.
Moleong,
Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT
Remaka Rosdakarya Offset.
Muhammad
Arsyad. 2008. www.re-searchengines.com/0508arsyad.html
Muhammad
Furqon Hidayatullah. 2007. Mengantar Calon Pendidk Berkarakter di Masa
Depan. Surakarta: UNS Press.
Muhammad
Idrus. 2007. Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif). Yogyakarta: UII Press.
Nana
Syaodih Sukmadinata. 2006. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Ngalim
Purwanto. 1990. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT Remaka
Rosdakarya Offset.
Oemar
Hamalik. 1992. Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum. Bandung:
CV. Mandar Maju.. 2006. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
0 komentar:
Posting Komentar