Breaking News
Loading...
Jumat, 07 Desember 2012

Info Post

Bab I
Pendahuluan
    A.      Latar Belakang Masalah
Dalam kejutan masa depan, banyak hal yang perlu diperhatikan untuk menciptakan keefektivan serta keefisienan di dalamnya. Oleh karena itu, dalam makalah ini, saya akan coba membahas salah satu hal terpenting dalam dunia kehidupan kita saat sekarang ini, yaitu Kejutan masa depan moral. 
Manusia di dalam kehidupannya harus melakukan moral, artinya pasti memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat. Di dalam kelompok/organisasi itu selalu terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari kita keseluruhan.
Kerja sama tersebut terdiri dari berbagai maksud yang meliputi hubungan sosial/kebudayaan. Hubungan yang terjadi merupakan suatu proses adanya suatu keinginan masing-masing individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan dapat memberikan manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan.
B.       Rumusan Masalah
. Rumusan masalahnya, yaitu: Bgaimanakah konsep moral, dan bagaimana kejutan masa depan moral, serta mengantisipasi kejutan masa depan moral tersebut?”





Bab II
Analisis
Berbicara tentang kejutan masa depan dalam bidang moral, banyak aspek- aspek dasar yang harus kita pahami untuk melengkapi kemampuan kita ketika kita ingin berkecimpung dalam dunia fana ini. Karena, banyaknya SDM yang hanya bermodalkan kemauan saja ingin berkecimpung di dalam dunia modern ini, membuat banyaknya manusia yang tidak menghasilkan aspek kemanusiaannya yang bermoral.
Moral merupakan sebuah kata yang tak asing lagi ketika kita ucapkan atau kita dengar. Namun banyak sekali interpretasi- interpretasi yang salah terhadap kata ini. salah satunya, tak sedikit orang mengatakan bahwa moral adalah watak, sifat, prilaku, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini saya akan memaparkan lebih lanjut hal- hal yang mengenai aspek kejutan masa depan dalam hal moral agar dapat nanti kiranya kita implikasikan ke dalam kehidupan sehari- hari kita, ketika kita sudah berkecimpung di dalam kehidupan yang sesungguhnya.
Sebuah paradigma akan berubah, apabila kita mau merubahnya. Begitu juga dengan Ilmu yang akan kita dalami dan kita tekuni, akan membuat kita berubah dalam menjalani hidup ini, jikalau kita tidak menyia-nyiakan ilmu yang kita dalami atau kita tekuni tersebut. karena Allah juga berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, hingga kaum tersebut mau untuk merubahnya”.
Oleh karena itu menurut hemat saya, seorang manusia akan lebih efektif dan efesien ketika orang- orang yang berada dalam dunia ini memiliki ilmu yang memang benar berkenaan dengan  moral manusia.



Bab III
Pembahasan
A.      Konsep Moral
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.
‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”, yaitu :
Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.
K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” (2000) memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :
Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Misal : Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket. Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri.
Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian. Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal: Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa.
Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau bersendawa waktu makan. Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal : Bisa saja orang tampi sebagai “manusia berbulu ayam”, dari luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan. Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik.
Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 - mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 - mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia bisnis etika merosot terus” maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
Kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik. ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat.
B.       Kejutan Masa Depan Moral
Tentu masyarakat saat ini sudah muak melihat tingkah laku anggota yang duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat, dengan segala skandal, tindakan amoral , tindakan tanpa etika yang membuat mereka tidak lagi layak mendapatkan gelar "Dewan yang terhormat".
Namun, banyak masyarakat frustasi memikirkan polemik di lembaga legislatif ini, karena memang prinsip demokrasi menyebutkan: lembaga legislatif di atas lembaga eksekutif , juga yadikatif. Namun apa tidak ada kekuatan yang lebih tinggi dari Legislatif? Sesungguhnya ada! dan itu semua ditangan kita (masyarakat)
Mengutip pernyataan filsuf "John Locke" yang merupakan bapak demokrasi dan salah satu yang merumuskan prinsip-prinsip Demokrasi. " Bilamana para legislator berusaha mengambil dan menghancurkan hak milik rakyat, atau memperbudak rakyat mereka dengan semena-mena, para legislator ini sama saja berperang dengan rakyat, sehingga rakyat tidak lagi wajib untuk tunduk, dan berada di bawah lindungan Tuhan untuk melawan kesewenang-wenangan dan kekerasan" (John Locke)
Dengan prinsip ini, tentu bahwa masyarakatlah yang lebih tinggi dari lembaga legislator atau dalam hal ini, lembaga DPR. Namun, hal yang tidak kalah pentingnya. Apa dan bagaimana sistem baru untuk menggantikan pola sistemik yang sudah membudaya di kalangan DPR , karena jelas bila kita hanya gulingkan, tentu para anggota baru akan mengulangi hal yang sama. Dalam revolusi itu tidak berhenti saat tujuan pembubaran tersebut tercapai, juga harus dipikirkan bagaimana sistem yang ideal agar tidak terjadi kesalahan yang berulang-ulang.
Maka hal tersebut harus dipikirkan bersama, agar membuktikan kepada anggota DPR yang sudah kelewat batas ini, bahwa kita tidak sebodoh apa yang mereka pikirkan. Bagaimanapun, suara rakyat adalah perwakilan dari suara Tuhan.
Apakah kita sudah menemukan Karakter bangsa Indonesia? saya yakin sangat beragam jawabannya, namun apa kita sudah menyadari dengan jujur apa sesungguhnya Karakter bangsa ini? Dalam artikel "Permasalahan bangsa, dan mencari solusi" akan kita akhiri dengan pembahasan "pembentukan karakter", karena memang hal ini adalah tujuan akhir dari solusi bangsa dan akan menjadi pijakan masa depan bangsa ini. Kita telah membahas beberapa problematika di Indonesia, dari: Sistem partai, keragaman budaya, sisrem birokrasi, pelurusan sejarah dan pemerataan moral. Kita akhiri dengan Karakter bangsa.
Pencarian Karakter Bangsa. Bung Karno, pernah menyinggung masalah pembentukan Karakter nasional. Namun, sampai sekarang tidak jelas. Apa sih karakter bangsa ini sungguhnya? murah senyum, tepo seliro, santun, ramah? tampaknya mulai dibatalkan oleh tindakan-tindakan saat ini yang tidak ada tepo seliro nya, atau kisah-kisah kelam masa lalu bangsa. Lalu, apa bisa kita menyatakan baha karakter Bangsa ini memang kecendrungan anarki? tidak juga, tampaknya terlalu cepat menyimpulkan suatu hal yang negatif. Namun yang pasti tampaknya kita masih bingung, apa sih sebenarnya karakter Bangsa ini?
OK, kalau dipikirkan secara geografis, bangsa ini terbagi menjadi tiga bagian, barat, tengah dan timur, secara kesukuan terbagi menjadi ratusan, secara keyakinan terbagi menjadi puluhan, secara ras juga beragam. Maka bangsa ini memang majemuk, madani. Bagaimana demi mencari penyatuan Karakter, dimana dalam kemajemukan ini, masing-masing pihak sudah memiliki Karakter dan falsafah yang lebih tua daripada umur bangsa Indonesia.
Sulit memang, namun hal ini (pembentukan karakter) sangatlah penting, agar rasa nasionalisme bahwa "Aku adalah anak Indonesia" tetap selalu ada disanubari kita. Sejarah menceritakan bagaimana bangsa ini bisa tercipta karena kebutuhan akan bersatu demi melawan penjajahan kolonialisme. Kesadaran inilah yang menciptakan negara yang bernama Indonesia, yang notabene sebelumnya hanyalah kerajaan-kerajaan yang berdiri sendiri.
Saat para bapak bangsa kita berhasil menyatukan sebuah negara Indonesia, maka hal ini adalah tindakan yang sangat dahsyat. Namun akan muncul pertanyaan, "bagaimana setelah bangsa ini merdeka dari penjajahan kolonialisme dan mulai merasa tidak perlu lagi ada persatuan? Bisa jadi, dalam 50 tahun negara Indonesia sudah tidak ada lagi di peta dunia. Apa yang dapat tetap menyatukan bangsa ini? dengan pembentukan Karakter. Bahwa baik atau buruknya bangsa ini, namun tetap saya adalah bangsa Indonesia, darimanapun asalmu dan agamamu, tetaplah kamu dan saya adalah anak Indonesia.
Memang, dalam rangka mencari pembentukan Karakter,sangatlah panjang prosesnya. Hal ini harus dimulai dari pelurusan sejarah agar kita mengenal identitas bangsa. Bagaimana kita mau menemukan Karakter bila identitas saja kita belum memilikinya. Dengan pelurusan sejarah, kita jadi mengerti dan mempelajari sifat-sifat anak bangsa, mengambil baiknya dan menghindari keburukannya.
Selain pelurusan sejarah, juga pemerataan moral menentukan pembentukan Karakter. Agar karakter kita menjadi karakter yang positif, banyak negara yang sudah memiliki karakternya sendiri, namun tidak selalu positif. Misal: seperti negara barat dengan karakter superiornya, Jepang dengan harga dirinya yang terlalu tinggi, malaysia yang meremehkan tetangganya, afrika selatan dengan inferiornya.
Pertanyaan pentingnya adalah: bagaimana cara kita menemukan Karakter Bangsa Indonesia? Dengan kesulitan-kesulitan bangsa yang majemuk dan sudah memiliki karakter masing-masing. Bagaimana menyatukannya? sehingga terbentuklah satu pemahaman: "aku dan kamu adalah anak bangsa Indonesia",hanya waktu yang menentukan. Namun tetap kita harus mulai memikirkan dan berbuat sesuatu untuk menjalankannya. Demi eksistensi masa depan bangsa, yang kita sebut: "Bangsa Indonesia!".
Setiap zaman mempunyai ciri tersendiri. Ia menghasilkan hal-hal yang diperlukan untuk keberlansungan hidup manusia di zaman tersebut. Namun satu hal yang dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang. Jika dahulu Belanda membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk sampai ke Indonesia, sekarang penerbangan Jakarta-Amsterdam hanya membutuhkan waktu 15 jam. Kemajuan ilmu pengetahuan memberikan kemudahan bagi umat manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Struktur politik, tata hukum dan system perekonomian berkembang dan disesuaikan dengan perkembangan zaman. Tidak ada satu manusiapun yang dapat lepas dari kemajuan ilmu pengetahuan.
Tapi apakah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memberi sumbangan untuk kemajuan moral manusia? Hal ini pernah ditanyakan dalam sebuah sayembara di Koran Prancis tahun 1749. Seorang bernama Jean-Jacques Rousseau membaca iklan sayembara tersebut. Seketika itu juga dia merasa sangat gelisah, emosional dan akhirnya menangis. Hal ini dituliskan dalam ‘Confessionnya yg disebutnya sbg pertobatannya. Pertanyaan dari Akademi Dijon itu mendadak membuka mata Rousseau. Karangannya bermuara dalam suatu jawaban yang bergema, Tidak! Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak memajukan moralitas umat manusia. Tulisan inilah yang membuatnnya menjadi pemenang pertama dan mendadak terkenal di seluruh Prancis dan hal ini pula yang mendasari Rousseau menerbitkan bukunya, “Contrat Sociale” tahun 1746.
Prancis pada masa itu adalah puncak peradaban eropa. Hasil seni yang terwujud dalam arsitektur bangunan dan model berpakaian ditiru di seluruh eropa. Namun di bawah permukaan gilang gemilang tersebut ada sesuatu yang tidak beres. Raja Louis XIV memerintah secara absolut dengan ucapan termahsyur, ‘negara itulah aku,’ namun kas Negara kosong. Para bangsawan bebas pajak, sedangkan petani kecil diperas. Hal ini yang menjadi dasar kegelisahan Rousseau. Bagi dia kebudayaan Prancis bukanlah puncak peradaban, melainkan busuk.
Yang terjadi pada masa itu terlihat jelas di masa sekarang. Kemajuan teknologi membuat banyak perusahaan besar mengasilkan berjuta-juta ton barel minyak bumi, namun angka kemiskinan terus bertambah (bukan dalam persen). APBN mengelontorkan banyak uang untuk mengembangkan pendidikan moral, tapi biaya pembangunan sekolah selalu hilang tak berbekas. Perkembangan teknologi perang bukan dimaksudkan untuk mempertahankan diri, namun menjadi senjata merebut kekayaan Negara lain dalam bentuk propaganda pemberantasan teroris. Kemajuan teknologi pula yang membuat kita sekarang bisa melihat bagaimana moral penegakan hukum dan kita semakin menyadari betapa kuatnya mafia peradilan.
Pertanyaan terpenting, apakah kemajuan ilmu pengetahuan mampu memajukan nilai moral manusia atau justru mengkorupsikannya? Apakah kemajuan iptek membantu manusia menjaga moralnnya atau justru menyerang nilai tersebut? Dan apakah SEBANDING kemudahan dari kemajuan teknologi yang kita dapat dengan dampak (baik langsung ataupun tidak langsung terutama dalam menjaga nilai moral tersebut) yang ditimbulkannya?



C.      Strategi Mengantisipasi Kejutan Masa Depan Moral Dalam Pandangan Etika
Etika dapat dityinjau dari beberapa pandangan. Dalams ejarah lazimnya pandangan ini dilihat dari segi filosofis yang melahirkan etika filosofis, ditinjau dari segi teologis yang melahirkan etika teologis, dan ditinjau dari pandangan sosiologis yang melahirkan etika sosiologis.
Etika filosofis adalah etika yang dipandang dari sudut filsafat. Kata filosofis sendiri berasal dari kata “philosophis” yang asalnya dari bahasa Yunani yakni: “philos” yang berarti cinta, dan “sophia” yang berarti kebenaran atau kebijaksanaan. Etika filosofis adalah etika yang menguraikan pokok-pokok etika atau moral menurut pandangan filsafat. Dalam filsafat yang diuraikan terbatas pada baik-buruk, masalah hak-kewajiban, maslah nilai-nilai moral secara mendasar. Disini ditinjau hubungan antara moral dan kemanusiaan secraa mendalam dengan menggunakan rasio sebagai dasar untuk menganalisa.
Etika teologis adalah etika yang mengajarkan hal-hal yang baik dan buruk berdasarkan ajaran-ajaran agama. Etika ini memandang semua perbuatan moral sebagai: Perbuatan-perbuatan yang mewujudkan kehendak Tuhan ataub sesuai dengan kehendak Tuhan, Perbuatan-perbuatan sbegai perwujudan cinta kasih kepada Tuhan, dan Perbuatan-perbuatan sebagai penyerahan diri kepada Tuhan.
Orang beragama mempunyai keyakinan bahwa tidak mungkin moral itu dibangun tanpa agama atau tanpa menjalankan ajaran-ajaran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Sumber pengetahuan dan kebenaran etika ini adalah kitab suci.
Etika sosiologis berbeda dengan dua etika sebelumnya. Etika ini menitik beratkan pada keselamatan ataupun kesejahteraan hidup bermasyarakat. Etika sosiologis memandang etika sebagai alat mencapai keamanan, keselamatan, dan kesejahteraan hidup bermasyarakat. Jadi etika sosiologis lebih menyibukkan diri dengan pembicaraan tentang bagaimana seharusnya seseorang menjalankan hidupnya dalam hubungannya dengan masyarakat.
Dalam kaitan dengan nilai dan norma yang digumuli dalam etika ditemukan dua macam etika, yaitu :
Etika ini berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam kehidupan sebagai sesuatu yang bernilai. Etika ini berbicara tentang kenyataan sebagaimana adanya tentang nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu fakjta yang terkait dengan situasi dan realitas konkrit. Dengan demikian etika ini berbicara tentang realitas penghayatan nilau, namun tidak menilai. Etika ini hanya memaparkab, karenyanya dikatakan bersifat diskriptif.
Etika ini berusaha untuk menetapkan sikap dan pola perilaku yang ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam bertindak. Jadi etika ini berbicara tentang norma-norma yang menuntun perilaku manusia serta memberi penilaian dan hiambauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya Dengan. Demikian etika normatif memberikan petunjuk secara jelas bagaimana manusia harus hidup secara baik dan menghindari diri dari yang jelek.
Dalam pergaulan sehari-hari kita menemukan berbagai etika normative yang menjadi pedoman bagi manusia untuk bertindak. Norma-norma tersebut sekaligus menjadi dasar penilaian bagi manusia baik atau buruk, salah atau benar. Secara umum norma-norma tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu:
Norma khusus adalah norma yang mengatur tingkah laku dan tindakan manusia dalam kelompok/bidang tertentu. Seperti etika medis, etika kedokteran, etika lingkungan, eyika wahyu, aturan main catur, aturan main bola, dll. Di mana aturan tersebut hanya berlaku untuk bidang khusus dan tidak bisa mengatur semua bidang. Misal: aturan main catur hanya bisa dipakai untuk permainan catur dan tidak bisa dipakai untuk mengatur permainan bola.
Norma umum justru sebaliknya karena norma umum bersifat universal, yang artinya berlaku luas tanpa membedakan kondisi atau situasi, kelompok orang tertentu. Secara umum norma umum dibagi menjadi tiga (3) bagian, yaitu :
Norma sopan santun; norma ini menyangkut aturan pola tingkah laku dan sikap lahiriah seperti tata cara berpakaian, cara bertamu, cara duduk, dll. Norma ini lebih berkaitan dengan tata cara lahiriah dalam pergaulan sehari-hari, amak penilaiannnya kurang mendalam karena hanya dilihat sekedar yang lahiriah.
Norma hukum; norma ini sangat tegas dituntut oleh masyarakat. Alasan ketegasan tuntutan ini karena demi kepentingan bersama. Dengan adanya berbagai macam peraturan, masyarakat mengharapkan mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan bersama. Keberlakuan norma hukum dibandingkan dengan norma sopan santun lebih tegasdan lebih pasti karena disertai dengan jaminan, yakni hukuman terhadap orang yang melanggar norma ini. Norma hukum ini juga kurang berbobot karena hanya memberikan penilaian secara lahiriah saja, sehingga tidak mutlak menentukan moralitas seseorang.
Norma moral;norma ini mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia. Norma moral menjadi tolok ukur untuk menilai tindakan seseorang itu baik atau buruk, oleh karena ini bobot norma moral lebih tinggi dari norma sebelumnya. Norma ini tidak menilai manusia dari satus segi saja, melainkan dari segi manusia sebagai manusia. Dengan kata lain norma moral melihat manusia secara menyeluruh, dari seluruh kepribadiannya. Di sini terlihat secara jelas, penilannya lebih mendasar karena menekankan sikap manusia dalam menghadapi tugasnya, menghargai kehidupan manusia, dan menampilkan dirinya sebgai manusia dalam profesi yang diembannya. Norma moral ini memiliki kekhusunan yaitu :
Norma moral merupakan norma yang paling dasariah, karena langsung mengenai inti pribadi kita sebagai manusia, Norma moral menegaskan kewajiban dasariah manusia dalam bentuk perintah atau larangan, Norma moral merupakan norma yang berlaku umum, Norma moral mengarahkan perilaku manusia pada kesuburan dan kepenuhan hidupnya sebgai manusia.
Istilah deontologis berasal dari kata Yunani yang berati kewajiban, etika ini menetapkan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Argumentasi dasar yang dipakai adalah bahwa suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari suatu tindakan, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri baik pada dirinya sendiri.
Dari argumen di atas jelas bahwa etika ini menekankan motivasi, kemauan baik, dan watak yang kuat dari pelaku, lepas dari akibat yang ditimbulkan dari pelaku. Menanggapi hal ini Immanuel kant menegaskan dua hal:
Tidak ada hal di dinia yang bisa dianggap baik tanpa kualifikasi kecuali kemauan baik. Kepintaran, kearifan dan bakat lainnya bisa merugikn kalau tanpa didasari oleh kemauan baik. Oleh karena itu Kant mengakui bahwa kemauan ini merupakan syarat mutlak untuk memperoleh kebahagiaan.
Dengan menekankan kemauan yang baik tindakan yang baik adalah tindakan yang tidak saja sesuai dengan kewajiban, melainkan tindakan yang dijalankannya demi kewajiban. Sejalan dengan itu semua tindakan yang bertentangan dengan kewajiban sebagai tindakan yang baik bahkan walaupun tindakan itu dalam arti tertentu berguna, harus ditolak.
Namun, selain ada dua hal yang menegaskan etika tersebut, namun kita juga tidak bisa menutup mata pada dua keberatan yang ada yaitu:
Bagaimana bila seseorang dihadapkan pada dua perintah atau kewajiban moral dalam situasi yang sama, akan tetapi keduanya tidak bisa dilaksankan sekaligus, bahkan keduanya saling meniadakan.
Sesungguhnya etika seontologist tidak bisa mengelakkan pentingnya akibat dari suatu tindakan untuk menentukan apakah tindakan itu baik atau buruk.
Teleologis berasal dari bahasa Yunani, yakni “telos” yang berati tujuan. Etika teleologis menjadikan tujuan menjadi ukuran untuk baik buruknya suatu tindakan. Dengan kata lain, suatu tindakan dinilai baik kalau bertujuan untuk mencapai sesuatu yang baik atau kalau akibat yang ditimbulkan baik.
Etika membuat kita memiliki pendirian dalam pergolakan berbagai pandangan moral yang kita hadapi, Etika membenatu agar kita tidak kehilangan orientasi dalam transformasi budaya, sosial, ekonomi, politik dan intelektual dewasa ini melanda dunia kita.
Etika juga membantu kita sanggup menghadapi idiologi-idiologi yang merebak di dalam masyarakt secara kritis dan obeyktif.
Etika membantu agamwan untuk menemukan dasar dan kemapanan iman kepercayaan sehingga tidak tertutyp dengan perubahan jaman.




Bab IV
Penutup
Istilah deontologis berasal dari kata Yunani yang berati kewajiban, etika ini menetapkan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Argumentasi dasar yang dipakai adalah bahwa suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari suatu tindakan, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri baik pada dirinya sendiri.
Dari argumen di atas jelas bahwa etika ini menekankan motivasi, kemauan baik, dan watak yang kuat dari pelaku, lepas dari akibat yang ditimbulkan dari pelaku. Menanggapi hal ini Immanuel kant menegaskan dua hal:
Tidak ada hal di dinia yang bisa dianggap baik tanpa kualifikasi kecuali kemauan baik. Kepintaran, kearifan dan bakat lainnya bisa merugikn kalau tanpa didasari oleh kemauan baik. Oleh karena itu Kant mengakui bahwa kemauan ini merupakan syarat mutlak untuk memperoleh kebahagiaan.
Dengan menekankan kemauan yang baik tindakan yang baik adalah tindakan yang tidak saja sesuai dengan kewajiban, melainkan tindakan yang dijalankannya demi kewajiban. Sejalan dengan itu semua tindakan yang bertentangan dengan kewajiban sebagai tindakan yang baik bahkan walaupun tindakan itu dalam arti tertentu berguna, harus ditolak.


Daftar Pustaka
http://bs-ba.facebook.com/topic.php?uid=116780403437&topic=11819









0 komentar: