Chapter Report:
URGENSI PEMBUATAN KEPUTUSAN
(judul berada pada halaman 1 pada BAB I dibuku Teori
Pembuatan Keputusan)
Nama : Sefri Wandana Hasibuan
Nim : 39.09.27478
Mata
Kuliah : Manajemen Organisasi
Jur/
Sem : Manajemen Pendidikan Islam/
IV
Data Buku
KASIM, Azhar
Teori
pembuatan keputusan / Azhar Kasim. --- Jakarta :
Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
1995.
Xvi;
311 hlm.; 21 cm.
Bibliografi
: hlm. 309
ISBN
979-8140-52-4
Hak Cipta © 1995
Pada Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia
ULASAN TEORI
(URGENSI PEMBUATAN
KEPUTUSAN)
A.
ALASAN
MENGAPA PERLUNYA MEMPELAJARI PEMBUATAN KE-PUTUSAN.
Dalam
menghadapi tantangan pekerjaan, para administrator atau para manajer, tentu
akan aktif mencari cara- cara untuk dapat meningkatkan aktifitas kerja mereka.
Biasanya usaha- usaha untuk meningkatkan prestasi kerja ini dilakukan antara
lain melaluai upaya meningkatkan kemampuan untuk membuat keputusan yang lebih
bermutu. Hal ini terbukti dari banyaknya peminat dari perusahaan atau kantor pemerintah
terhadap jas konsultan, bertambah larisnya mata pelajaran teori dan teknik
pembuatan keputusan yang diajarkan di berbagai perguruan tinggi, ataupun dari
pembicaraan- pembicaraan dikalangan administrator dan manajer tersebut.
Dalam
kenyataannya banyak keputusan yang dibuat masih berkualitas rendah, dan sering
hal ini terjadi tanpa disadari. Apalagi sebagai manusia, para pembuat keputusan
cenderung untuk melupakan keputusan yang berkualitas rendah, dan selalu ingat
kepada keputusan yang berkualitas tinggi yang pernah dibuatnya. Yang dimaksud
dengan “kualitas” keputusan adalah dalam arti yang luas, termasuk menjabarkan
semua alternatif keputusan yang mungkin dipakai termasuk ketepatan waktu dan
legitimasinya. Mereka cenderung melihat kegagalan sebagai akibat hal- hal yang
berda di luar penguasaannya, sedangkan keberhasilan dianggap sebagai hasil
usaha mereka. Teman sekerja umumnya tidak mau menunjukkan kesalahan- kesalah
kita, baik karena mereka juga terlibat dalam pembuatan keputusan itu atau mungkin
mereka khawatir kalau kita membalasnya dengan menunjukkan kesalahan mereka. Hal
ini menyebabkan terus berulangnya kesalahan yang sama kembali.
Para
pembuat keputusan umumnya tidak mengetahui perbedaan yang begitu besar antara
kualitas yang potensial dari suatu keputusan dengan kualitas keputusan yang
nyatanya mereka buat. Ini disebabkan karena mereka tidak mengetahui atau tidak
sadar akan adanya metode- metode yang bisa dipakai untuk meningkatkan kualitas
dari keputusan. Ketidaktahuan ini disebabkan oleh banyak faktor, antara
lainkarena tidak pernah mendapat latihan tentang teori dan teknik pembuatan
keputusan, tidak pernah bekerja sama dengan seorang manajer yang ahli dan
berpengalaman dengan metode- metode pembuatan keputusan, dan karena kesibukan
kerja yang tidak memungkinkan kegiatan belajar sendiri untuk meningkatkan
keterampilannya dalam membuat keputusan.
Gambar 1.1
Kualitas keputusan yang
sebenarnya dibuat
Kualitas keputusan dari
suatu keputusan
Perbedaan antara
kualitas keputusan
yang sebenarnya dibuat
dengan kualitas
keputusan secara
potensial.
Sebelum
kita melanjutkan pembicaraan ke aspek yang lain dari pembuatan keputusan ada
baiknya kita bicarakan istilah pembuatan keputusan yang dimaksudkan di dalam
buku ini. istilah pembuatan keputusan kadang- kadang dipakai untuk
menggambarkan satu set kegiatan- kegiatan secara sempit yaitu berkenaan dengan
pemilihan satu alternatif dari satu rentetan alternatif yang ada. Pada
kesempatan lain, istilah itu dipakai untuk menggambarkan satu seri kegiatan
yang luas yang meliputi pencarian dan pelaksanaan (implementasi) penyelesaian
suatu permasalahan dalam buku ini kasus yang pertama di atas disebut penentuan
pemilhan (choice making) istilah “pembuatan keputusan” (decision making) yang
dipakai dalam buku ini adalah sebagai kegiatan- kegiatan yang meliputi
perumusan permasalahan, pembahasan alternatif- alternatif dan penilaian serta
pemilihan alternatif bagi penyelesaian masalah. Huber (1980:8) menjabarkan
ruang lingkup pembuatan keputusan sebagai berikut:
Menurut
Huber, proses pembuatan keputusan mulai ketika suatu masalah dijajaki dan
berkhir ketika satu alternatif keputusan sudah dipilih. Ia mengatakan pembuatan
keputusan sebagai “The process through which a course of action is chosen”
(1980:9).
B.
HAKIKAT
MASALAH YANG DIHADAPI OLEH PARA PEMBUAT KE-PUTUSAN
“Masalah”
adalah suatu keadaan di mana terdapat perbedaan antara kondisi yang diingikan
dengan kondisi yang nyata dialami. Sebagai contoh suatu masalah adalah: (1)
apabila suatu wilayah parawisata memrlukan satu jalan raya sepanjang jalan 15
km sedangkan jalan yang ada baru 10 km. (2) bila Dinas Kebersihan Pemerintah
Kotamadia membutuhkan 50 truk sampah, sedangkan truk yang ada baru 40 buah, (3)
apabila satu perusahaan mempunyai kapasitas pabrik yang jauh di bawah kebutuhan
karena meningkatnya permintaan konsumen terhadap produk yang dihasilkannya, dan
(4) apabila suatu perusahaan tidak mempunyai sistem informasi yang dapat
memenuhi kebutuhan pengelolaannya.
1.
Pemahaman
Masalah.
Usaha
pemecahan masalah dimulai dengan tahap pemahaman masalah yang mencakup kegiatan
identifikasi, defenisi dan diagnosis dari masalah serta kemungkinan penyebab
masalah. Seperti dikatakan di atas hanya masalh yang penting saja yang perlu
penanganan secara serius. Masalah seperti ini disebut masalah yang aktif
(“active problem”).
Untuk
memcahkan suatu permasalahan, kita harus mengetahui atau memahami baik situasi
yang nyata maupun situasi yang diinginkan. Ada beberapa cara untuk mengetahui
situasi nyata atau keadaan yang sebenarnya dihadapi oleh pembuat keputusan.
Suatu masalah bisa diketahui dari laporan- laporan tahunan, dari rapat- rapat
tentang pelaksanaan tugas, dan dari sumber- sumber lain. Untuk melengkapi data
objectif bisa dipergunakan data persepsi anggota organisasi tentang kezadaan
sebenarnya yang ingin kita ketahui. Data tentanga persepsi tersebut dapat
dikumpulkan dengan menggunakan metode wawancara yang memberikan kuisioner
sebagai pedoman dan/ atau dengan wawancara yang mendalam (in depth interview).
Dengan perkataan lain, untuk mengetahui suatu permasalahan pokok yang dihadapi
oleh suatu organisasi seorang manajer bisa memakai bebrapa cara, seperti
melalui “employee and consumer surveys”, rencana pengembangan perusahaan, dan
dari informasi yang diperoleh langsung dari pimpinan organisasi yang
bersangkutan.
Meskipun
seorang manajer sudah dihadapkan kepada masalah yang sudah ditunjukkan oleh
atasannya atau oleh stafnya, ini tidak berarti bahwa proses penjajakan masalah
tidak termasuk dalam proses penyelesaian masalah, sebab langkah- langkah dalam
proses penyelesaian masalah, sebab langkah- langkah dalam proses penyelesaian
masalah bisa saja dilakukan oleh individu atau kelompok yang berbeda.
2.
Penjajakan
Alternatif- alternatif Bagi Penyelesaian Masalah
Ini
adalah langkah kedua dalam proses pemecahan masalah ataupun dalam proses
pembuatan keputusan. Langkah ini meliputi pengidentifikasian dari kegiatan-
kegiatan atau “actions” yang bisa menghilangkan atau mengurangi perbedaan
antara situasi yang sebenarnya dan situasi yang diinginkan. Dengan perkataan
lain langkah ini meliputi penjajakan alternatif- alternatif bagi pemecahan
permasalahan.
Secara
teoritis kita bisa mencari banyak altrnatif bagi penyelesaian suatu masalah.
Tetapi dalam kenyataan ada kecenderungan para pembuat keputusan untuk terpaku
memperdebatkan manfaat dari alternatif pertama yang diusulkan. Tidak dapat
disangkal bahwa mencari alternatif tidak dapat disangkal bahwa mencari
alternatif tidak dapat dipisahkan dari usaha untuk mengevaluasinya. Tendensi
memperdebatkan alternatif pertama yang diusulkan akan mengurani efektivitas
pencari alternatif. Hal ini disebutkan sebagai “the efektiveness reducing
behavior”, pelaku yang mengurangi kesempatan untuk mendapatkan alternatif
penyelesaian yang berkualitas tinggi.
3.
Memilih
Satu di antara Alternatif- alternatif yang dievaluasi.
Ini
disebut langkah membuat pilihan (choice making). Langkah ini adalah langkah
yang ketiga dalam proses pemecahan masalah atau langkah terakhir dari tiga
langkah dalam proses pembuatan keputusan.
Seorang
manajer sering menghadapi kesulitan dalam memilih alternatif yang terbaik sebab
ada kecenderungan di antara pembuat keputusan untuk menggunakan informasi yang
relevan secara tidak sistematis dalam pembuatan keputusan. Apalagi tipe- tipe
situasi dalam pembuatan keputusan berbeda- beda. Masing- masing situasi
mengarah kepada proses pembuatan pilihan yang berbeda.
4.
Imlementasi
dari Penyelesaian yang dipilih
Implementasi
dari penyelesaian (alternatif keputusan) yang dipilih pada langkah sebelumnya, meliputi
perencanaan dan mempersiapkan kegiatan yang harus dilaksanakan kegiatan yang
harus dilaksanakan agar alternatif penyelesaian tersebut betul- betul
menyelesaikan masalah. Kurangnya perhatian terhadap langkah implementasi
merupakan salah satu sebab utama, kenapa suatu alternatif penyelesaian yang
baik sering kali tidak mampu menyelesaikan masalah yang seharusnya
diselesaikan.
5.
Pengawasan
terhadap Program penyelesaian
Pengawasan
merupakan langkah yang terakhir dari lima langkah penyelesaian masalah. Pada
tahap ini manajer harus berusaha untuk mengetahui bahwa yang sesungguhnya
terjadi sesuai dengan apa yang dikehendaki. Seperti langkah yang sebelumnya,
dalam langkah ini juga ada tendensi yang mengurangi efektivitas pengawasan
terhadap program- program penyelesaian.
C.
MENCARI
DAN MENYUSUN ALTERNATIF- ALTERNATIF BAGI PENYELE-
SAIAN MASALAH
1.
Kualitas
Pembuatan Keputusan
Dalam
pembahasan pada seksi terdahulu sudah dibicarakan bagaimana pentingnya
pembuatan suatu keputusan yang bermutu. Alasannya adalah karena peningkatan
kemampuan pembuat keputusan akan meningkatkan mutu keputusan yang dibuatnya.
Janis dan Mann (1987) mengatakan bahwa pembuatan keputusan yang mempunyai satu
tujuan seperti memaksimalkan keuntungan yang lebih mudah dibandingkan pembuatan
keputusan yang dimaksudkan untuk mencapai banyaknya sasaran sekaligus. Tujuan
yang banyak tersebut tingkat kesulitan dalam pencapaiannya adalah tidak sama.
Apa yang diharapkan tidak selalu terlaksana, sebaliknya apa yang tidak
diinginkan kadang- kadang menjadi kenyataan.
Jadi
untuk mengevaluasi keberhasilan suatu keputusan kita harus mampu
memperhitungkan efek negatif (konsekuensi yang buruk) dan efek positif
(konsekuensi yang baik) dari keputusan tersebut. bagaimana cara mengukur dari
suatu keputusan? Tidak ada cara yang sepenuhnya kuantitatif untuk pengukuran
efek tersebut. bila kita tanyakan kepada pembuat keputusan yang bersangkutan
tentang penilaian subyektifnya terhadap tingkat kepuasan atau keberhasilan
penyelesaian masalah oleh keputusan itu, maka besar kemungkinan hasilnya akan
“bisa” karena ada kecenderungan individu untuk menjawab pertanyaan pertanyaan
tersebut berdasarkan alasan untuk menyelamatkan mukanya dan membuat pembenaran
keputusan tersebut.
2.
Sebab-sebab
Kurangnya Perhatian terhadap Pembutan Keputusan yang Lebih Cermat.
Kenapa
pembuat keputusan idak membuat keputusan melalui proses yang lebih teliti
padahal masalah yang dibahas sangat vital?. Dalam literatur ilmu perilaku
sering disebut sebab-sebab tidak berfungsinya dengan baik suatu organisasi adalah
karena adanya tradisi organisasi, prosedur-prosedur birokratis, dan campur
tangnan pemimpin tertinggi. Kendala-kendala ini mencegah pembuat keputusan
memakai sumber daya yang ada bagi usaha pencarian informasi yang lebih
intensif.
Di
samping itu, ada beberapa alasan lain yaitu :
(a) Karena
keterbatasan kemampuan mental manusia dalam mempersepsi dan memproses informasi
yang diperlukan dalam pembuatan keputusan.
(b) Karena
pengaruh dan campur tangan birokrasi (pemerintah atau perusahaan yang besar)
sehingga pembuat keputusan berusaha menjaga agar pejabat atau orang-orang yang
berkuasa puas dengan keputusan yang akan dibuat.
(c) Karena
keterbatasan waktu dan dana yang bia dipakai untuk usaha membuat keputusan yang
lebih teliti.
3.
Strategi
Dasar Dalam Pembuatan Keputusan
Strategi
dalam pembuatan keputusan meliputi usaha dan cara pemilihan alternatif
keputusan termasuk prosedur dan jenis informasi yang dicari. Secara umum ada
tiga kelompok strategi dasar dalam pembuatan keputusan.
a.
Strategi
Optimisasi
Menurut
strategi ini tujuan pembuatan keputusan adalah pemilihan alternatif keputusan
yang mempunyai manfaaat untuk “payoff” tertinggi. Strategi optimisasi
memerlukan pembuatan perbandingan perkiraan nilai dari tiap alternatif
keputusan yang dievaluasi. Perkiraan nilai ini diperbandingkan menurut
perkiraan biaya dan manfaatnya. Tujuh kriteria pembuatan keputusan yang disebut
terdahulu mencerminkan proses pembuatan keputusan menurut strategi optimisasi.
b.
Strategi
“kepuasan”
Strategi
ini bersal dari konsep yang dikembangkan oleh Herbert Simon (1976) yang
mengatakan bahwa pembuat keputusan dalam kenyataanya lebih menekankan kepada
kepuasan (satisficing) daripada berusaha untuk memaksimalisasikan pencapaian
tujuan. Dengan perkataan lain pembuat keputusan berusaha mencari alternatif yang
cukup baik dalam arti kata memenuhi persyaratan minimum. Seorang pengusaha
seringmemutuskan untuk menginvestasikan dalam usaha baru, bila ia berpendapat
hasilnya (keuntungannya) cukup memuaskan, tanpa berusaha membandingkannya
dengan semua alternatif yang ada.
c.
Strategi
Quasi-Satisficing (quasi-kepuasan)
Variasi
lain dari strategi “kepuasan” ini adalah strategi pengambilan keputusan yang
mengandalkan kepada penggunaan satu kriteria (“decision rule”). Sering yang
menggunakan strategi seperti ini adalah orang-orang yang sedang menghadapi
keputusan pribadi yang penting, yang akan mempengaruhi kesejahteraannya di
kemudian hari. Orang-orang yang sedang menghadapi kesulitan serius cenderung
untuk berkonsultasi denga orang kepercayaannya, walaupun apa saja rekomendasi
yang diberikan oleh para ahli (dokter atau pengacara). Ia akan menerima usul
orang kepercayaannya tersebut tanpa usaha mencari alternatif lain. Dengan
perkataan lain, strategi yang hanya memakai satu kriteria (decision rule)
sering merupakan proses meminta pendapat ahli tentang masalah yang ingin
dipecahkan dan menuruti apa yang direkomendasikan bila hal itu dianggap cukup
baik. Contoh lain dari strategi keputusan yang memakai satu kriteria (decision
rule) adalah apa yang disebut “pembuatan keputusan moral”. Misalnya, kita
mengetahui seseorang memerlukan bantuan dan
kita menyadari bahwa ada beberapa cra menolongnya, kita segera
membantunya tanpa memikirkan alternatif yang ada secara cermat. Kita percaya
cara yang kita lakukan adalah yang terbaik.
4.
Perbedaan
antara Strategi Optimisasi dengan Strategi Kepuasan dan Strategi
Quasi-kepuasan.
Janis
dan Mann (1977) mengklasifikasikan variabel-variabel yang membedakan strategi
kepuasan dan quasi kepuasan dengan strategi “optimisasi” :
(a) Jumlah persyaratan yang
harus dipenuhi
Seperti telah
dibicarakan di atas, dalam strategi kepuasan dan “quasi-kepuasan”, kriteria
yang dipakai dalam menentukan apakah suatu tindakan bisa disetujui atau ditolak
hanya menyangkut sejumlah kecil atribut atau persyaratan yang harus dipenuhi.
Sering kali atribut persyaratan tersebut hanya satu butir. Misalnya, seseorang
yang mengambil keputusan hanya berdasarkan apakah istri atau suaminya
menyetujuinya, atau dalam suatu kantor, pilihan kebijakan hanya berdasarkan
persetujuan mayoritas saja, atau hanya berdasarkan persetujuan atasan saja. Di
sini pembuat keputusan mengabaikan banyak nilai-nilai, kepentingan yang
disadarinya akan terpengaruh oleh keputusan tersebut. sebaiknya, bila pembuat
keputusan menggunakan strategi optimasi, ia akan memperhitungkan sejumlah besar
persyaratan yang harus dipenuhi dengan maksud memilih tindakan (course of
action) yang memberi kemungkinan kepuasan yang tertinggi dalam semua
persyaratan. Variabel ini mungkin merupakan ciri yang paling nyata dalam
membedakan strategi kepuasan dan strategi optimisasi.
(b) Jumlah alternatif yang
dibahas atau diperhitungkan.
Pembuat keputusan yang
memakai strategi kepuasan akan mengetes tiap alternatif yang menarik
perhatiannya secara berurutan. Ia akan menghentikan usahanya apabila ia
menemukan ada alternatif yang sedikit memuaskan. Karena itu pembuat keputusan
semacam ini cenderung akan meneliti sedikit alternatif. Sebaliknya apabila
memakai strategi optimisasi maka ia tentu akan berusaha untuk mencari dan
mengevaluasi sebanyak mungkin alternatif.
(c) Mengetes kembali
alternatif-alternatif
Bial yang digunakan
adalah strategi kepuasan maka pembuat keputusan, hanya mengetes
alternatif-alternatif sekali saja yaitu menurut urutan yang sesuai dengan yang
terlintas dalam pikiran nya sampai ia menemukan yang memenuhi persyaratan
minimum. Sebaliknya bila pembuat keputusan tersebut memakai strategi optimasi,
ia akan memilih alternatif yang terbaik dan mengetes kembali
alternatif-alternatif tersebut berungkali dengan memperbandingkan mereka satu per
satu secara berpasangan (in pairs) sehingga memungkinkan membuat keputusan
perbandingan.
(d) Tipe dari testing yang
digunakan
Dalam mengetes apakah
suatu alternatif memenuhi persyaratan tertentu, pembuat keputusan yang menganut
strategi kepuasan akan mencoba melihatnya dari segi titik minimal yang bisa
diterima. Apabila ada lebih dari satu persyaratan, ia akan menilainya dengan
cara yang sama dan memberi bobot yang sama. Sebaliknya, kalau pembuat keputusan
memakai strategi optimas, ia akan memberi bobot yang mungkin tidak sam di
antara berbagai persyaratan yang diminta. Hal ini memberikan kesempatan
kepadanya untuk memperhitungkan kemungkinan “tradeoffs” dari nilai yag tinggi
bagi beberapa persyaratan yang utama sebagai imbalan untuk nilai yang rendah
bagi persyaretan yang kurang penting.
Janis
dan Mann mengatakan apabila skor dari tiap variabel jatuh pada ujung yang
terendah pada kontinum skala penilaian maka strategi yang dipakai oleh pembuat
keputusan jelas masuk klasifikasi strategi kepuasan. Sebaliknya, bila skor
jatuh pada ujung yang tertinggi dari skala penilaian bagi keempat variabel
tersebut, maka strategi yang dipakai jelas masuk klasifikasi strategi
optimisasi. Bagaimana apabila skor pada variabel-variabel tersebut tidak
konsisten, ada yang rendah dan ada yang tinggi? Di sinilah terdapat bentuk
antara seperti strategi quai kepuasan atau strategi campuran di mana ciri
kepuasan mendominasi dalam satu atau dua variabel tetapi kecenderungan
optimisasi mendominas variabel yang lain.
Masalah
pembuatan keputusan ternyata sangat kompleks. Meskipun pembuat keputusan
menginginkan strategi optimasi dan memperoleh penilaian yag relatif tinggi
untuk keempat variabel tersebut tetapai tidak berhasil memaksimalkan semua
kemungkinan nilai. Sebaliknya, pembuat keputusan yang tidak ahli dan tidak awas
tetapi beritikad baik untuk mengoptimalkan keputusan yang dibuatnya mungkin
bisa memperoleh nilai tinggi untuk keempat variabel, tetapi membuat kesalahan
perhitungan karena ketidaktahuannya atau terlalu percaya pada apa yang pada
masa lalu ternyata berhasil. Jadi meskipun penilaian yang tinggi untuk keempat
variabel merupakan suatu keharusan, tetapi hal ini belumlah merupakan kondisi
yang memadai untuk optimisasi.
Keempat
variabel dalam strategi pembuatan keputusan yang dibahas di atas agak tumpang
tindih dengan tujuh kriteria (variabel) dalam pembuatan keputusan yang ideal
(vigilant information processing) yang dibahas sebelumnya. Janis dan Mann
menjelaskan bahwa pembuat keputusan yang memakai strategi kepuasan (yang
relatif murni) seperti yang digambarkan keempat variabel tersebut, akan
memperoleh penilaian yang rendah paling kurang daripada empat dari tujuh
variabel yang digunakan untuk pengukuran keputusan yang ideal yaitu :
(a) Ia
tidak akan meneliti alternatif sebanyak mungkin (kriteria nomor 1)
(b) Ia
tidak akan memperhitungkan berbagai sasaran jangka pendek dan jangka panjang
(kriteria nomor 2)
(c) Ia
tidak akan memperhitungkan biaya dan manfaat dari tiap alternatif (kriteria
nomor 3)
(d) Ia
tidak akan mengetes kembali baik buruknya alternatif (kriteria nomor 6)
Meskipun
demikian pembuat keputusan yang memakai strategi kepuasan yang murni, ia masih
bisa melakukan pencarian informasiyang relevan (kriteria nomor 4), secara sadar
menggunakan informasi tersebut (kriteria nomor 5) dam membuat persiapan yag
terperinci untuk pelaksanaan termasuk rencana lin sebagai jalan keluar dari
masalah yang timbul secara tidak terduga (kriteria nomor 7). Sebaiknya, mungkin
saja seorang pembuat keputusan mempunyai nilai tinggi pada ketujuh persyaratan
bagi pembuat keputusan yang ideal tetap tidak mempunyai nilai tinggi pada satu
atau dua variabel yang diperlukan bagi strategi optimasi, jadi hanya bisa
disebut sebagai strategi quasi kepuasan.
Kalau
kita bandingkan kedua set kriteria variabel tersebut di atas, jelas bahwa untuk
keperluan memprediksi kesalahan kalkulasi dalam pembuatan keputusan dan
kesalahan dalam memperhitungkan akibat keputusan tersebut. 7 kriteria untuk
pembuatan keputusan yang ideal (vigilant information processing) lebih
bermanfaat daripada 4 variabel yang membedakan strategi optimasi dan keputusan.
ULASAN ANALISA
(URGENSI PEMBUATAN KEPUTUSAN)
Tak
banyak yang dapat saya paparkan sebagai sebuah analisis, kerena konkritnya
pemaparan teori serta penjelasan yang lebih lengkap beserta analogi, contoh
yang dapat memudahkan rasio kita menerima teori- teori yang telah dipaparkan di
atas.
Meskipun
demikian adanya, hal yang menjadi tujuan saya dalam menganalisa ini adalah di
mana saya menjadi seorang yang hanya mampu melihat namun belum mampu untuk menginterpretasikan
apa yang saya baca itu. Dari hasil bacaan saya, dan kemusdian saya berasumsi
bahwa pembuatan keputusan, hanya akan ada karena adanya masalah yang sulit
saja.
Asumsi
atau argumen “pembuatan keputusan, hanya akan ada karena adanya masalah yang
sulit saja”, ini saya dapatkan setelah menganalisa kembali teori yang sudah
saya uraikan kembali kedalam karya ilmiah ini. asumsi tersebut muncul karena
adanya hal yang menginterfensi pembuatan keputusan yang bersifat eksternal,
akan tetapi mampu mendayagunakan kemampuan yang dimiliki guna berintegrasi
dengan urgensi pembuatan keputusan.
Satu
pernyataan yang sedikit mengganjal baik dihati maupun pikiran saya yaitu:
“Seperti dikatakan di atas hanya masalah yang penting saja yang perlu
penanganan secara serius. Masalah seperti ini disebut masalah yang aktif
(“active problem”)”, kutipan tersebut tidak saya setujui. Hal tersebut
dikarenakan oleh pemahaman masalah yang saya punya merupakan sebuah tugas atau
ujian yang telah diberikan. Jadi, baik sekecil maupun sebesar apapun masalah
tersebut, haruslah ditangani dengan seksama agar kita tak menyesal akhirnya.
Analoginya adalah bahwa sekecil apapun dosa yang kita buat, pasti mendapatkan
balasan, begitu juga untuk kesalahan yang besar.
Mungkin
ini sajalah kiranya yang dapat saya uraikan sebagai sebuah bahan ulasan
analisa, karena selihai apapun saya menganalisa, ada lagi yang lebih ahli
menganalisa, karena yang pasti adalah: “Di atas Langit Masih Ada Langit”.
0 komentar:
Posting Komentar