Breaking News
Loading...
Jumat, 07 Desember 2012

Info Post


Chapter Report:
URGENSI PEMBUATAN KEPUTUSAN
(judul berada pada halaman 1 pada BAB I dibuku Teori Pembuatan Keputusan)
Nama              : Sefri Wandana Hasibuan
Nim                 : 39.09.27478
Mata Kuliah   : Manajemen Organisasi
Jur/ Sem         : Manajemen Pendidikan Islam/ IV
Data Buku
KASIM, Azhar
Teori pembuatan keputusan / Azhar Kasim. --- Jakarta :
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
1995.
Xvi; 311 hlm.; 21 cm.
Bibliografi : hlm. 309
ISBN 979-8140-52-4
Hak Cipta © 1995
Pada Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia

ULASAN TEORI
(URGENSI PEMBUATAN KEPUTUSAN)
A.      ALASAN MENGAPA PERLUNYA MEMPELAJARI PEMBUATAN KE-PUTUSAN.
Dalam menghadapi tantangan pekerjaan, para administrator atau para manajer, tentu akan aktif mencari cara- cara untuk dapat meningkatkan aktifitas kerja mereka. Biasanya usaha- usaha untuk meningkatkan prestasi kerja ini dilakukan antara lain melaluai upaya meningkatkan kemampuan untuk membuat keputusan yang lebih bermutu. Hal ini terbukti dari banyaknya peminat dari perusahaan atau kantor pemerintah terhadap jas konsultan, bertambah larisnya mata pelajaran teori dan teknik pembuatan keputusan yang diajarkan di berbagai perguruan tinggi, ataupun dari pembicaraan- pembicaraan dikalangan administrator dan manajer tersebut.
Dalam kenyataannya banyak keputusan yang dibuat masih berkualitas rendah, dan sering hal ini terjadi tanpa disadari. Apalagi sebagai manusia, para pembuat keputusan cenderung untuk melupakan keputusan yang berkualitas rendah, dan selalu ingat kepada keputusan yang berkualitas tinggi yang pernah dibuatnya. Yang dimaksud dengan “kualitas” keputusan adalah dalam arti yang luas, termasuk menjabarkan semua alternatif keputusan yang mungkin dipakai termasuk ketepatan waktu dan legitimasinya. Mereka cenderung melihat kegagalan sebagai akibat hal- hal yang berda di luar penguasaannya, sedangkan keberhasilan dianggap sebagai hasil usaha mereka. Teman sekerja umumnya tidak mau menunjukkan kesalahan- kesalah kita, baik karena mereka juga terlibat dalam pembuatan keputusan itu atau mungkin mereka khawatir kalau kita membalasnya dengan menunjukkan kesalahan mereka. Hal ini menyebabkan terus berulangnya kesalahan yang sama kembali.
Para pembuat keputusan umumnya tidak mengetahui perbedaan yang begitu besar antara kualitas yang potensial dari suatu keputusan dengan kualitas keputusan yang nyatanya mereka buat. Ini disebabkan karena mereka tidak mengetahui atau tidak sadar akan adanya metode- metode yang bisa dipakai untuk meningkatkan kualitas dari keputusan. Ketidaktahuan ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lainkarena tidak pernah mendapat latihan tentang teori dan teknik pembuatan keputusan, tidak pernah bekerja sama dengan seorang manajer yang ahli dan berpengalaman dengan metode- metode pembuatan keputusan, dan karena kesibukan kerja yang tidak memungkinkan kegiatan belajar sendiri untuk meningkatkan keterampilannya dalam membuat keputusan.
Gambar 1.1
Kualitas keputusan yang sebenarnya dibuat
 

Kualitas keputusan dari suatu keputusan
  

Perbedaan antara kualitas keputusan
yang sebenarnya dibuat dengan kualitas
keputusan secara potensial.

Sebelum kita melanjutkan pembicaraan ke aspek yang lain dari pembuatan keputusan ada baiknya kita bicarakan istilah pembuatan keputusan yang dimaksudkan di dalam buku ini. istilah pembuatan keputusan kadang- kadang dipakai untuk menggambarkan satu set kegiatan- kegiatan secara sempit yaitu berkenaan dengan pemilihan satu alternatif dari satu rentetan alternatif yang ada. Pada kesempatan lain, istilah itu dipakai untuk menggambarkan satu seri kegiatan yang luas yang meliputi pencarian dan pelaksanaan (implementasi) penyelesaian suatu permasalahan dalam buku ini kasus yang pertama di atas disebut penentuan pemilhan (choice making) istilah “pembuatan keputusan” (decision making) yang dipakai dalam buku ini adalah sebagai kegiatan- kegiatan yang meliputi perumusan permasalahan, pembahasan alternatif- alternatif dan penilaian serta pemilihan alternatif bagi penyelesaian masalah. Huber (1980:8) menjabarkan ruang lingkup pembuatan keputusan sebagai berikut:
Menurut Huber, proses pembuatan keputusan mulai ketika suatu masalah dijajaki dan berkhir ketika satu alternatif keputusan sudah dipilih. Ia mengatakan pembuatan keputusan sebagai “The process through which a course of action is chosen” (1980:9).
B.       HAKIKAT MASALAH YANG DIHADAPI OLEH PARA PEMBUAT KE-PUTUSAN
“Masalah” adalah suatu keadaan di mana terdapat perbedaan antara kondisi yang diingikan dengan kondisi yang nyata dialami. Sebagai contoh suatu masalah adalah: (1) apabila suatu wilayah parawisata memrlukan satu jalan raya sepanjang jalan 15 km sedangkan jalan yang ada baru 10 km. (2) bila Dinas Kebersihan Pemerintah Kotamadia membutuhkan 50 truk sampah, sedangkan truk yang ada baru 40 buah, (3) apabila satu perusahaan mempunyai kapasitas pabrik yang jauh di bawah kebutuhan karena meningkatnya permintaan konsumen terhadap produk yang dihasilkannya, dan (4) apabila suatu perusahaan tidak mempunyai sistem informasi yang dapat memenuhi kebutuhan pengelolaannya.
1.        Pemahaman Masalah.
Usaha pemecahan masalah dimulai dengan tahap pemahaman masalah yang mencakup kegiatan identifikasi, defenisi dan diagnosis dari masalah serta kemungkinan penyebab masalah. Seperti dikatakan di atas hanya masalh yang penting saja yang perlu penanganan secara serius. Masalah seperti ini disebut masalah yang aktif (“active problem”).
Untuk memcahkan suatu permasalahan, kita harus mengetahui atau memahami baik situasi yang nyata maupun situasi yang diinginkan. Ada beberapa cara untuk mengetahui situasi nyata atau keadaan yang sebenarnya dihadapi oleh pembuat keputusan. Suatu masalah bisa diketahui dari laporan- laporan tahunan, dari rapat- rapat tentang pelaksanaan tugas, dan dari sumber- sumber lain. Untuk melengkapi data objectif bisa dipergunakan data persepsi anggota organisasi tentang kezadaan sebenarnya yang ingin kita ketahui. Data tentanga persepsi tersebut dapat dikumpulkan dengan menggunakan metode wawancara yang memberikan kuisioner sebagai pedoman dan/ atau dengan wawancara yang mendalam (in depth interview). Dengan perkataan lain, untuk mengetahui suatu permasalahan pokok yang dihadapi oleh suatu organisasi seorang manajer bisa memakai bebrapa cara, seperti melalui “employee and consumer surveys”, rencana pengembangan perusahaan, dan dari informasi yang diperoleh langsung dari pimpinan organisasi yang bersangkutan.  
Meskipun seorang manajer sudah dihadapkan kepada masalah yang sudah ditunjukkan oleh atasannya atau oleh stafnya, ini tidak berarti bahwa proses penjajakan masalah tidak termasuk dalam proses penyelesaian masalah, sebab langkah- langkah dalam proses penyelesaian masalah, sebab langkah- langkah dalam proses penyelesaian masalah bisa saja dilakukan oleh individu atau kelompok yang berbeda.
2.        Penjajakan Alternatif- alternatif Bagi Penyelesaian Masalah
Ini adalah langkah kedua dalam proses pemecahan masalah ataupun dalam proses pembuatan keputusan. Langkah ini meliputi pengidentifikasian dari kegiatan- kegiatan atau “actions” yang bisa menghilangkan atau mengurangi perbedaan antara situasi yang sebenarnya dan situasi yang diinginkan. Dengan perkataan lain langkah ini meliputi penjajakan alternatif- alternatif bagi pemecahan permasalahan.
Secara teoritis kita bisa mencari banyak altrnatif bagi penyelesaian suatu masalah. Tetapi dalam kenyataan ada kecenderungan para pembuat keputusan untuk terpaku memperdebatkan manfaat dari alternatif pertama yang diusulkan. Tidak dapat disangkal bahwa mencari alternatif tidak dapat disangkal bahwa mencari alternatif tidak dapat dipisahkan dari usaha untuk mengevaluasinya. Tendensi memperdebatkan alternatif pertama yang diusulkan akan mengurani efektivitas pencari alternatif. Hal ini disebutkan sebagai “the efektiveness reducing behavior”, pelaku yang mengurangi kesempatan untuk mendapatkan alternatif penyelesaian yang berkualitas tinggi.
3.        Memilih Satu di antara Alternatif- alternatif yang dievaluasi.
Ini disebut langkah membuat pilihan (choice making). Langkah ini adalah langkah yang ketiga dalam proses pemecahan masalah atau langkah terakhir dari tiga langkah dalam proses pembuatan keputusan.
Seorang manajer sering menghadapi kesulitan dalam memilih alternatif yang terbaik sebab ada kecenderungan di antara pembuat keputusan untuk menggunakan informasi yang relevan secara tidak sistematis dalam pembuatan keputusan. Apalagi tipe- tipe situasi dalam pembuatan keputusan berbeda- beda. Masing- masing situasi mengarah kepada proses pembuatan pilihan yang berbeda.
4.        Imlementasi dari Penyelesaian yang dipilih
Implementasi dari penyelesaian (alternatif keputusan) yang dipilih pada langkah sebelumnya, meliputi perencanaan dan mempersiapkan kegiatan yang harus dilaksanakan kegiatan yang harus dilaksanakan agar alternatif penyelesaian tersebut betul- betul menyelesaikan masalah. Kurangnya perhatian terhadap langkah implementasi merupakan salah satu sebab utama, kenapa suatu alternatif penyelesaian yang baik sering kali tidak mampu menyelesaikan masalah yang seharusnya diselesaikan.
5.        Pengawasan terhadap Program penyelesaian
Pengawasan merupakan langkah yang terakhir dari lima langkah penyelesaian masalah. Pada tahap ini manajer harus berusaha untuk mengetahui bahwa yang sesungguhnya terjadi sesuai dengan apa yang dikehendaki. Seperti langkah yang sebelumnya, dalam langkah ini juga ada tendensi yang mengurangi efektivitas pengawasan terhadap program- program penyelesaian.
C.      MENCARI DAN MENYUSUN ALTERNATIF- ALTERNATIF BAGI PENYELE- SAIAN MASALAH
1.        Kualitas Pembuatan Keputusan
Dalam pembahasan pada seksi terdahulu sudah dibicarakan bagaimana pentingnya pembuatan suatu keputusan yang bermutu. Alasannya adalah karena peningkatan kemampuan pembuat keputusan akan meningkatkan mutu keputusan yang dibuatnya. Janis dan Mann (1987) mengatakan bahwa pembuatan keputusan yang mempunyai satu tujuan seperti memaksimalkan keuntungan yang lebih mudah dibandingkan pembuatan keputusan yang dimaksudkan untuk mencapai banyaknya sasaran sekaligus. Tujuan yang banyak tersebut tingkat kesulitan dalam pencapaiannya adalah tidak sama. Apa yang diharapkan tidak selalu terlaksana, sebaliknya apa yang tidak diinginkan kadang- kadang menjadi kenyataan.
Jadi untuk mengevaluasi keberhasilan suatu keputusan kita harus mampu memperhitungkan efek negatif (konsekuensi yang buruk) dan efek positif (konsekuensi yang baik) dari keputusan tersebut. bagaimana cara mengukur dari suatu keputusan? Tidak ada cara yang sepenuhnya kuantitatif untuk pengukuran efek tersebut. bila kita tanyakan kepada pembuat keputusan yang bersangkutan tentang penilaian subyektifnya terhadap tingkat kepuasan atau keberhasilan penyelesaian masalah oleh keputusan itu, maka besar kemungkinan hasilnya akan “bisa” karena ada kecenderungan individu untuk menjawab pertanyaan pertanyaan tersebut berdasarkan alasan untuk menyelamatkan mukanya dan membuat pembenaran keputusan tersebut.
2.        Sebab-sebab Kurangnya Perhatian terhadap Pembutan Keputusan yang Lebih Cermat.
Kenapa pembuat keputusan idak membuat keputusan melalui proses yang lebih teliti padahal masalah yang dibahas sangat vital?. Dalam literatur ilmu perilaku sering disebut sebab-sebab tidak berfungsinya dengan baik suatu organisasi adalah karena adanya tradisi organisasi, prosedur-prosedur birokratis, dan campur tangnan pemimpin tertinggi. Kendala-kendala ini mencegah pembuat keputusan memakai sumber daya yang ada bagi usaha pencarian informasi yang lebih intensif.
Di samping itu, ada beberapa alasan lain yaitu :
(a)      Karena keterbatasan kemampuan mental manusia dalam mempersepsi dan memproses informasi yang diperlukan dalam pembuatan keputusan.
(b)     Karena pengaruh dan campur tangan birokrasi (pemerintah atau perusahaan yang besar) sehingga pembuat keputusan berusaha menjaga agar pejabat atau orang-orang yang berkuasa puas dengan keputusan yang akan dibuat.
(c)      Karena keterbatasan waktu dan dana yang bia dipakai untuk usaha membuat keputusan yang lebih teliti.
3.        Strategi Dasar Dalam Pembuatan Keputusan
Strategi dalam pembuatan keputusan meliputi usaha dan cara pemilihan alternatif keputusan termasuk prosedur dan jenis informasi yang dicari. Secara umum ada tiga kelompok strategi dasar dalam pembuatan keputusan.
a.        Strategi Optimisasi
Menurut strategi ini tujuan pembuatan keputusan adalah pemilihan alternatif keputusan yang mempunyai manfaaat untuk “payoff” tertinggi. Strategi optimisasi memerlukan pembuatan perbandingan perkiraan nilai dari tiap alternatif keputusan yang dievaluasi. Perkiraan nilai ini diperbandingkan menurut perkiraan biaya dan manfaatnya. Tujuh kriteria pembuatan keputusan yang disebut terdahulu mencerminkan proses pembuatan keputusan menurut strategi optimisasi.
b.        Strategi “kepuasan”
Strategi ini bersal dari konsep yang dikembangkan oleh Herbert Simon (1976) yang mengatakan bahwa pembuat keputusan dalam kenyataanya lebih menekankan kepada kepuasan (satisficing) daripada berusaha untuk memaksimalisasikan pencapaian tujuan. Dengan perkataan lain pembuat keputusan berusaha mencari alternatif yang cukup baik dalam arti kata memenuhi persyaratan minimum. Seorang pengusaha seringmemutuskan untuk menginvestasikan dalam usaha baru, bila ia berpendapat hasilnya (keuntungannya) cukup memuaskan, tanpa berusaha membandingkannya dengan semua alternatif yang ada.
c.         Strategi Quasi-Satisficing (quasi-kepuasan)
Variasi lain dari strategi “kepuasan” ini adalah strategi pengambilan keputusan yang mengandalkan kepada penggunaan satu kriteria (“decision rule”). Sering yang menggunakan strategi seperti ini adalah orang-orang yang sedang menghadapi keputusan pribadi yang penting, yang akan mempengaruhi kesejahteraannya di kemudian hari. Orang-orang yang sedang menghadapi kesulitan serius cenderung untuk berkonsultasi denga orang kepercayaannya, walaupun apa saja rekomendasi yang diberikan oleh para ahli (dokter atau pengacara). Ia akan menerima usul orang kepercayaannya tersebut tanpa usaha mencari alternatif lain. Dengan perkataan lain, strategi yang hanya memakai satu kriteria (decision rule) sering merupakan proses meminta pendapat ahli tentang masalah yang ingin dipecahkan dan menuruti apa yang direkomendasikan bila hal itu dianggap cukup baik. Contoh lain dari strategi keputusan yang memakai satu kriteria (decision rule) adalah apa yang disebut “pembuatan keputusan moral”. Misalnya, kita mengetahui seseorang memerlukan bantuan dan  kita menyadari bahwa ada beberapa cra menolongnya, kita segera membantunya tanpa memikirkan alternatif yang ada secara cermat. Kita percaya cara yang kita lakukan adalah yang terbaik.
4.        Perbedaan antara Strategi Optimisasi dengan Strategi Kepuasan dan Strategi Quasi-kepuasan.
Janis dan Mann (1977) mengklasifikasikan variabel-variabel yang membedakan strategi kepuasan dan quasi kepuasan dengan strategi “optimisasi” :
(a)      Jumlah persyaratan yang harus dipenuhi
Seperti telah dibicarakan di atas, dalam strategi kepuasan dan “quasi-kepuasan”, kriteria yang dipakai dalam menentukan apakah suatu tindakan bisa disetujui atau ditolak hanya menyangkut sejumlah kecil atribut atau persyaratan yang harus dipenuhi. Sering kali atribut persyaratan tersebut hanya satu butir. Misalnya, seseorang yang mengambil keputusan hanya berdasarkan apakah istri atau suaminya menyetujuinya, atau dalam suatu kantor, pilihan kebijakan hanya berdasarkan persetujuan mayoritas saja, atau hanya berdasarkan persetujuan atasan saja. Di sini pembuat keputusan mengabaikan banyak nilai-nilai, kepentingan yang disadarinya akan terpengaruh oleh keputusan tersebut. sebaiknya, bila pembuat keputusan menggunakan strategi optimasi, ia akan memperhitungkan sejumlah besar persyaratan yang harus dipenuhi dengan maksud memilih tindakan (course of action) yang memberi kemungkinan kepuasan yang tertinggi dalam semua persyaratan. Variabel ini mungkin merupakan ciri yang paling nyata dalam membedakan strategi kepuasan dan strategi optimisasi.
(b)     Jumlah alternatif yang dibahas atau diperhitungkan.
Pembuat keputusan yang memakai strategi kepuasan akan mengetes tiap alternatif yang menarik perhatiannya secara berurutan. Ia akan menghentikan usahanya apabila ia menemukan ada alternatif yang sedikit memuaskan. Karena itu pembuat keputusan semacam ini cenderung akan meneliti sedikit alternatif. Sebaliknya apabila memakai strategi optimisasi maka ia tentu akan berusaha untuk mencari dan mengevaluasi sebanyak mungkin alternatif.
(c)      Mengetes kembali alternatif-alternatif
Bial yang digunakan adalah strategi kepuasan maka pembuat keputusan, hanya mengetes alternatif-alternatif sekali saja yaitu menurut urutan yang sesuai dengan yang terlintas dalam pikiran nya sampai ia menemukan yang memenuhi persyaratan minimum. Sebaliknya bila pembuat keputusan tersebut memakai strategi optimasi, ia akan memilih alternatif yang terbaik dan mengetes kembali alternatif-alternatif tersebut berungkali dengan memperbandingkan mereka satu per satu secara berpasangan (in pairs) sehingga memungkinkan membuat keputusan perbandingan.
(d)     Tipe dari testing yang digunakan
Dalam mengetes apakah suatu alternatif memenuhi persyaratan tertentu, pembuat keputusan yang menganut strategi kepuasan akan mencoba melihatnya dari segi titik minimal yang bisa diterima. Apabila ada lebih dari satu persyaratan, ia akan menilainya dengan cara yang sama dan memberi bobot yang sama. Sebaliknya, kalau pembuat keputusan memakai strategi optimas, ia akan memberi bobot yang mungkin tidak sam di antara berbagai persyaratan yang diminta. Hal ini memberikan kesempatan kepadanya untuk memperhitungkan kemungkinan “tradeoffs” dari nilai yag tinggi bagi beberapa persyaratan yang utama sebagai imbalan untuk nilai yang rendah bagi persyaretan yang kurang penting.
Janis dan Mann mengatakan apabila skor dari tiap variabel jatuh pada ujung yang terendah pada kontinum skala penilaian maka strategi yang dipakai oleh pembuat keputusan jelas masuk klasifikasi strategi kepuasan. Sebaliknya, bila skor jatuh pada ujung yang tertinggi dari skala penilaian bagi keempat variabel tersebut, maka strategi yang dipakai jelas masuk klasifikasi strategi optimisasi. Bagaimana apabila skor pada variabel-variabel tersebut tidak konsisten, ada yang rendah dan ada yang tinggi? Di sinilah terdapat bentuk antara seperti strategi quai kepuasan atau strategi campuran di mana ciri kepuasan mendominasi dalam satu atau dua variabel tetapi kecenderungan optimisasi mendominas variabel yang lain.
Masalah pembuatan keputusan ternyata sangat kompleks. Meskipun pembuat keputusan menginginkan strategi optimasi dan memperoleh penilaian yag relatif tinggi untuk keempat variabel tersebut tetapai tidak berhasil memaksimalkan semua kemungkinan nilai. Sebaliknya, pembuat keputusan yang tidak ahli dan tidak awas tetapi beritikad baik untuk mengoptimalkan keputusan yang dibuatnya mungkin bisa memperoleh nilai tinggi untuk keempat variabel, tetapi membuat kesalahan perhitungan karena ketidaktahuannya atau terlalu percaya pada apa yang pada masa lalu ternyata berhasil. Jadi meskipun penilaian yang tinggi untuk keempat variabel merupakan suatu keharusan, tetapi hal ini belumlah merupakan kondisi yang memadai untuk optimisasi.
Keempat variabel dalam strategi pembuatan keputusan yang dibahas di atas agak tumpang tindih dengan tujuh kriteria (variabel) dalam pembuatan keputusan yang ideal (vigilant information processing) yang dibahas sebelumnya. Janis dan Mann menjelaskan bahwa pembuat keputusan yang memakai strategi kepuasan (yang relatif murni) seperti yang digambarkan keempat variabel tersebut, akan memperoleh penilaian yang rendah paling kurang daripada empat dari tujuh variabel yang digunakan untuk pengukuran keputusan yang ideal yaitu :
(a)      Ia tidak akan meneliti alternatif sebanyak mungkin (kriteria nomor 1)
(b)     Ia tidak akan memperhitungkan berbagai sasaran jangka pendek dan jangka panjang (kriteria nomor 2)
(c)      Ia tidak akan memperhitungkan biaya dan manfaat dari tiap alternatif (kriteria nomor 3)
(d)     Ia tidak akan mengetes kembali baik buruknya alternatif (kriteria nomor 6)
Meskipun demikian pembuat keputusan yang memakai strategi kepuasan yang murni, ia masih bisa melakukan pencarian informasiyang relevan (kriteria nomor 4), secara sadar menggunakan informasi tersebut (kriteria nomor 5) dam membuat persiapan yag terperinci untuk pelaksanaan termasuk rencana lin sebagai jalan keluar dari masalah yang timbul secara tidak terduga (kriteria nomor 7). Sebaiknya, mungkin saja seorang pembuat keputusan mempunyai nilai tinggi pada ketujuh persyaratan bagi pembuat keputusan yang ideal tetap tidak mempunyai nilai tinggi pada satu atau dua variabel yang diperlukan bagi strategi optimasi, jadi hanya bisa disebut sebagai strategi quasi kepuasan.
Kalau kita bandingkan kedua set kriteria variabel tersebut di atas, jelas bahwa untuk keperluan memprediksi kesalahan kalkulasi dalam pembuatan keputusan dan kesalahan dalam memperhitungkan akibat keputusan tersebut. 7 kriteria untuk pembuatan keputusan yang ideal (vigilant information processing) lebih bermanfaat daripada 4 variabel yang membedakan strategi optimasi dan keputusan.


ULASAN ANALISA
(URGENSI PEMBUATAN KEPUTUSAN)
Tak banyak yang dapat saya paparkan sebagai sebuah analisis, kerena konkritnya pemaparan teori serta penjelasan yang lebih lengkap beserta analogi, contoh yang dapat memudahkan rasio kita menerima teori- teori yang telah dipaparkan di atas.
Meskipun demikian adanya, hal yang menjadi tujuan saya dalam menganalisa ini adalah di mana saya menjadi seorang yang hanya mampu melihat namun belum mampu untuk menginterpretasikan apa yang saya baca itu. Dari hasil bacaan saya, dan kemusdian saya berasumsi bahwa pembuatan keputusan, hanya akan ada karena adanya masalah yang sulit saja.
Asumsi atau argumen “pembuatan keputusan, hanya akan ada karena adanya masalah yang sulit saja”, ini saya dapatkan setelah menganalisa kembali teori yang sudah saya uraikan kembali kedalam karya ilmiah ini. asumsi tersebut muncul karena adanya hal yang menginterfensi pembuatan keputusan yang bersifat eksternal, akan tetapi mampu mendayagunakan kemampuan yang dimiliki guna berintegrasi dengan urgensi pembuatan keputusan.
Satu pernyataan yang sedikit mengganjal baik dihati maupun pikiran saya yaitu: “Seperti dikatakan di atas hanya masalah yang penting saja yang perlu penanganan secara serius. Masalah seperti ini disebut masalah yang aktif (“active problem”)”, kutipan tersebut tidak saya setujui. Hal tersebut dikarenakan oleh pemahaman masalah yang saya punya merupakan sebuah tugas atau ujian yang telah diberikan. Jadi, baik sekecil maupun sebesar apapun masalah tersebut, haruslah ditangani dengan seksama agar kita tak menyesal akhirnya. Analoginya adalah bahwa sekecil apapun dosa yang kita buat, pasti mendapatkan balasan, begitu juga untuk kesalahan yang besar.
Mungkin ini sajalah kiranya yang dapat saya uraikan sebagai sebuah bahan ulasan analisa, karena selihai apapun saya menganalisa, ada lagi yang lebih ahli menganalisa, karena yang pasti adalah: “Di atas Langit Masih Ada Langit”.

0 komentar: