INTEGERASI MAHASISWA &
ORGANISASI
Hal : Ujian Akhir
Semester
Hari/ Tanggal : Selasa, 28 Juni 2011
Nama : Sefri Wandana
Hasibuan
Nim : 39.09.27478
Mata Kuliah : Pendekatan Sistem Dalam
Pendidikan
Jur/ Sem : MPI/ IV
Dosen Pembimbing : Sutan Harahap, M.Pd
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
Seyogiyanya,
Universitas (Kampus) adalah tempat belajar para peserta didik, yang dalam hal
ini disebut “Mahasiswa”. Namun, tak jarang kita temui sebahagian besar
mahasiswa lebih senang mengikuti organisasi dari pada belajar, yang dapat
diinterpretasikan bahwa kegiatan organisasi adalah prioritas utama dari pada
belajar. Hal ini juga dapat diartikulasikan bahwa kampus memiliki multifungsi.
Pada dasarnya, mengikuti organisasi adalah sarana yang diperuntukkan kepada
Mahasiswa sebagai bekal dikemudian hari ketika berkecimpung di masyarakat. Akan
tetapi kalaupun begitu keadaan yang sebenarnya, esensi utama mahasiswa ketika
menginjakkan kaki ke sebuah universitas adalah belajar dan bukan untuk
mengikuti sebuah organisasi.
Pada
dasarnya, sebahagian besar orang tua yang anak mereka memasuki ranah perguruan
tinggi, tak pernah menginginkan anaknya lebih ahli dalam berorganisasi dari
pada belajar. Terbukti ketika seorang mahasiswa tersebut pulang ke kampung
halamannya, maka hal utama yang dipertanyakan orang tua tersebut adalah
“bagaimana nak?, kapan kalian wisuda? Atau bagaimana hasil ujianmu?” dan saya
yakin bahwa tak satu pun orang tua yang menanyakan “bagaimana organisasimu
nak?, kapan masuk TV lagi ikut Demonstrasi?, atau sudah jadi ketua organisasi
kau nak?” dan lain sebagainya. Segelintir orang tua memang benar ada yang
menanyakan tentang keadaan organisasinya. Akan tetapi pertanyaan tersebut akan
ditanyakan setelah keadaan kuliahnya, dan bukan pertanyaan utama yang dipertanyakan
oleh orang tua, dan pertanyaan itu pun muncul melihat basic orang tua tersebut.
Hal
tersebut di ataslah yang menjadi sebuah masalah yang pelik bagi sebahagian
besar para dosen guna memberikan nilai pada mahasiswa yang lebih senang
berorganisasi tersebut. sangat disayangkan bahwa seorang mahasiswa tersebut
lebih mengutamakan organisasinya, dan dampak dari perbuatannya tersebut akan
terwujud ketika penerimaan KHS (Kartu Hasil Semester) apabila mahasiswa
tersebut diberikan nilai yang buruk. Protes demi protes dilancarkan oleh
mahasiswa tersebut, dengan argumen yang berbagai macam, tanpa menyadari dan
menelaah serta mengkoreksi dirinya terlebih dahulu.
Esensinya
adalah Emotional Question yang berada dalam diri mahasiswa tersebut, karena
sebahagian besar dosen memiliki karakter yang lebih mengutamakan kehadiran
dibandingkan dengan Intelegent Question anak tersebut. hal inilah yang
diutarakan oleh bapak (Sutan Harahap) bahwa ketika seorang mahasiswa tersebut
hadir saja di dalam kelas belum tentu dapat memahami materi yang disampaikan
oleh dosen pembimbing tersebut, apalagi mahasiswa tersebut tidak hadir.
2.
Rumusan
Masalah
Bertolak
dari uraian latarbelakang masalah yang ada, maka sebagai suatu rumusan masalah
bahwa “Bagaimanakah motif (paradigma) mahasiswa yang lebih senang berorganisasi
tersebut dibandingkan belajar, serta apaka mahasiswa/i tersebut pantas
memperoleh nilai E?.”
B.
KAJIAN
ANALISA
Mahasiswa,
Universitas, Belajar, dan Organisasi pada hakikatnya merupakan sebagai suatu
sistem. Akan tetapi hal tersebut memiliki esensi yaitu “ide” sebagai sebuah
sistem. Maka, apapun yang membuat karakter mahasiswa tersebut dalam memilih
kegiatannya di kampus, kesemuanya itu tak terlepas dari ide pemikiran,
paradigma, atau sudut pandang mahasiswa tersebut.
Oleh
karena itu jatuhnya pilihan mahasiswa tersebut untuk memilih mengikuti sebuah organisasi dibandingkan dengan
mengikuti proses belajar mengajar di kelas seperti yang diprioritaskan,
memiliki beberapa faktor penyebab yang nantinya akan saya uraikan pada halaman
berikutnya guna memenuhi jawaban rumusan masalah. Zulkifli Nasution, salah
seorang dosen yang pada saat wisuda dinobatkan sebagai mahasiswa terbaik
mengatakan bahwa “Antara kuliah dengan
berorganisasi tak dapat disatukan!”, alasannya karena segala kegiatan antara
kuliah dengan organisasi berbeda, disebabkan ketika kita mengikuti proses
perkuliahan memiliki disiplin ilmu tersendiri yang sudah menjajaki ranah
organisasi. Akan tetapi ketika kita mengikuti kegiatan organisasi, tidak
memiliki disiplin ilmu karena yang diprioritaskan lebih berorientasi kepada
pembentukan karakter yang memprioritaskan kepada materialistik.
Dengan
mengikuti proses perkuliahan, berarti kita telah mematuhi keinginan orang tua
kita sendiri yang sudah bersusah payah mencari uang guna mengkuliahkan anaknya.
Akan tetapi terkadang anak tersebut lebih memaksakan keinginan dirinya sendiri
dibandingkan mengingat amanah yang telah diberikan kepadanya. Sebab, dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa yang lebih memprioritaskan kuliah
dari pada berorganisasi akan lebih dahulu wisuda dibandingkan dengan mahasiswa
yang lebih senang berorganisasi dari pada kuliah.
Ketika
seorang mahasiswa yang lebih mngutamakan kuliah dibandingkan dengan organisasi,
dapat dikatakan sudah memenuhi keinginan orang tuanya, karena tak berlama- lama
di kampus dan lebih meringankan orang tuanya dari sudut pandang ekonomi
dibandingkan sebaliknya terhadap mahasiswa yang lebih senang berorganisasi dari
pada kuliah.
Seorang
mahasiswa yang lebih senang berorganisasi dari pada kuliah bukan berarti lebih
pintar dari pada mahasiswa sebaliknya. Misalnya, ketika seorang mahasiswa yang
lebih mengutamakan kuliah tersebut sudah wisuda lebih dahulu, maka mahasiswa
tersebut bisa mengimplementasikan ilmu yang didapatnya tersebut kedalam
organisasi, dalam arti kata bahwa mahasiswa tersebut sudah mampu berorganisasi
ria, minimal paling tidak adalah organisasi yang ada di desanya seperti STM
(Serikat Tolong Menolong), PERWIRITAN, atau lain sebagainya. Nah, di sini dapat
kita lihat bahwa betapa meruginya seorang mahasiswa yang tadinya lebih
mengutamakan organisasi dari pada kuliah?.
C.
MOTIF
MAHASISWA YANG LEBIH MENGUTAMAKAN BERORGA-NISASI DARI PADA KULIAH
1.
Mahasiswa
Mahasiswa atau Mahasiswi adalah panggilan untuk orang
yang sedang menjalani pendidikan tinggi di sebuah universitas
atau perguruan tinggi. Sepanjang sejarah, mahasiswa di
berbagai bagian dunia telah mengambil peran penting dalam sejarah suatu negara.
Miasalnya, di Indonesia pada Mei 1998, ribuan mahasiswa berhasil memaksa
Presiden Soeharto
untuk mundur dari jabatannya.
Mahasiswa dalam peraturan pemerintah
RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di
perguruan tinggi tertentu. Selanjutnya menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah
setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan
tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun. Mahasiswa merupakan suatu
kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan
tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda dalam
suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat.
Mahasiswa menurut Knopfemacher
(dalam Suwono, 1978) adalah merupakan insane-insan calon sarjana yang dalam
keterlibatannyadengan perguruan tinggi ( yang makin menyatu dengan masyarakat),
dididik dan di harapkan menjadi calon-clon intelektual.
Dari pendapat di atas bias
dijelaskan bahwa mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena
hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan menjadi calon-calon
intelektual.
2.
Organisasi
Terdapat beberapa teori dan
perspektif mengenai organisasi, ada yang cocok sama satu sama lain, dan ada
pula yang berbeda. Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah
dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis,
terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber
daya (uang,
material,
mesin,
metode,
lingkungan),
sarana-parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan
efektif untuk mencapai tujuan organisasi.
Sebuah organisasi dapat terbentuk
karena dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama dengan
perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut terhadap masyarakat.
Organisasi yang dianggap baik adalah organisasi yang dapat diakui keberadaannya
oleh masyarakat disekitarnya, karena memberikan kontribusi seperti; pengambilan
sumber daya manusia dalam masyarakat sebagai anggota-anggotanya sehingga
menekan angka pengangguran.
Orang-orang yang ada di dalam suatu
organisasi mempunyai suatu keterkaitan yang terus menerus. Rasa keterkaitan
ini, bukan berarti keanggotaan seumur hidup. Akan tetapi sebaliknya, organisasi
menghadapi perubahan yang konstan di dalam keanggotaan mereka, meskipun pada
saat mereka menjadi anggota, orang-orang dalam organisasi berpartisipasi secara
relatif teratur.
3.
Dampak
Positif dan Negatif Organisasi Pada Mahasiswa
a)
Dampak
Positif Organisasi
Ø
Menambah pengalaman
Dengan
menjadi anggota panitia suatu kegiatan, kita mendapat pengalaman berorganisasi.
Bagaimana bekerja dalam komunitas yang terdiri dari individu-individu majemuk,
beraneka ragam latar belakang dan pola pikir. Ada yang berpikir cepat dan
nyambung dengan pikiran kita, namun ada juga yang lemot dan enggak
nyambung-nyambung.
Dengan
kesibukan tambahan ini, mau tidak mau kita harus belajar strategi menyatukan
visi, membagi kerja, dan menjalankan tugas. Istilah kerennya, job description
masing-masing tugas harus jelas. Berbagai benturan yang mungkin terjadi saat
menyatukan visi, tentu akan menjadi tambahan pengalaman tersendiri. Begitu pula
saat pembagian kerja, kita menjadi terbiasa untuk bekerja secara team work,
saling membahu, mendukung satu dengan lainnya.
Selain
memperoleh pengalaman berorganisasi, kita juga mendapatkan pengalaman dan
menambah wawasan dalam bidang yang kita kerjakan. Misalnya, bila bertugas
sebagai seksi publikasi, kita akan mendapat pengalaman bagaimana berhubungan
dengan orang lain di luar kelompok sendiri, bagaimana mempromosikan kegiatan
yang kita buat dan media yang akan digunakan. Bergabung dengan kepanitiaan
suatu kegiatan tentu membuat kita harus berinteraksi dengan banyak orang.
Proses interaksi ini membuat kita menjadi kenal dan dikenal banyak orang.
Dengan kata lain, melalui pergaulan yang luas, kita akan memiliki banyak teman.
Ø
Sikap mental
Kegiatan
di luar kampus juga membentuk sikap mental positif, misalnya kedisiplinan,
ketekunan, kejujuran, dan percaya diri. Setiap kerja pasti ada target waktu
(deadline) yang harus dicapai. Dengan adanya job description kita harus bisa
memimpin diri sendiri, menentukan skala prioritas dan disiplin dalam
menjalankan rencana kerja agar selesai sebelum target waktu (deadline) yang
ditentukan.
Selain
kedisiplinan, ketekunan kita juga terasah. Tidak semua tugas yang menjadi
tanggung jawab, mudah dilaksanakan. Kadangkala ada tugas yang membutuhkan
ketekunan, seperti mewawancarai orang penting yang sulit ditemui. Bila tidak
tekun tugas kita tidak terselesaikan.
Ø
Keuntungan tambahan
Di
luar semua itu, ternyata masih ada keuntungan tambahan yang bisa kita dapatkan
dari kegiatan berorganisasi di kampus. Keuntungan tambahan itu adalah
suvenir-suvenir yang dapat kita koleksi untuk dikenang di masa depan.
Suvenir-suvenir itu dapat berupa kaus, kartu kepanitian, bandana, topi dan
lain-lain. Benda – benda yang sekilas tidak berharga itu mungkin bisa menjadi
berharga karena menyimpan kenangan yang tidak tergantikan.
b)
Dampak
Negatif Organisasi
Organisasi tidak selalu berbuah
manis bagi anggotanya. Bahkan, jika anggota dalam suatu organisasi tersebut
tidak dapat mengatur waktu dengan baik, maka organisasi tersebut malah akan
membuahkan dampak yang buruk bagi anggotanya. Misalnya jika seorang Mahasiswa
terlalu fokus dalam organisasi maka waktu belajarnya akan berkurang, atau
bahkan ia mengalami banyak kesulitan dalam masalah pelajaran.
Atau sebaliknya, jika ia salah satu
anggota suatu organisasi tapi ia tidak fokus terhadap organisasinya tersebut
maka ia akan mendapat pandangan yang buruk olehteman-teman berorganisasinya.
Bahkan tidak hanya di Kampus, organisasi juga dapat menyita waktu seseorang, sehingga
terkadang mereka harus merelakan waktu untuk belaja, bermain, atau berkumpul
dengan keluarga hanya karena keperluan berorganisasinya.
Selain masalah di atas, terkadang
organisasi juga membutuhkan dana. Misalnya dalam pembelian seragam, atribut, dan
lain- lain.
Kemampuan
berorganisasi hendaknya disertai dengan kemampuan mengatur waktu dengan baik,
agar kita dapat mendapatkan semua manfaat berorganisasi tanpa mengorbankan
prestasi.
4.
Tipe-
tipe Mahasiswa
Terinspirasi dari pembicaraan dengan
dosen Manajemen Organisasi, saya teringat dengan sebuah pernyataan yang
disampaikan dosen saya sewaktu saya kuliah, ketika beliau ditanyakan mengenai
tipe-tipe mahasiswa. Menurut beliau, ada empat tipe mahasiswa yaitu sebagai
berikut:
a)
Study-Oriented: Mahasiswa tipe seperti ini lebih
banyak meluangkan waktunya untuk belajar. Datang ke kampus hanya untuk belajar,
begitu selesai kuliah, segera pulang. Sampai rumah belajar lagi. Hanya tiga
kegiatan yang sering dilakukannya, belajar, belajar, dan belajar.
b)
Business-Oriented: Mahasiswa tipe seperti ini lebih
banyak meluangkan waktunya untuk mencari uang. Datang ke kampus hanya memenuhi
kewajiban kehadiran, kalau dosen tidak strict, dia hampir pasti tidak akan
ditemukan di ruang kelas dosen ybs karena sudah melanglang buana mencari uang.
Baik buat usaha kecil-kecilan, ngajar les private, dll.
c)
Organization-Oriented: Ruang Senat Mahasiswa, atau Ruang
Himpunan Mahasiswa, atau ruang-ruang organisasi adalah tempat dimana mahasiswa
tipe seperti ini berada. Hampir semua waktunya diluangkan untuk kegiatan
berorganisasi. Rapat, mengadakan seminar, rapat lagi, dialog, dll adalah
bentuk-bentuk kegiatan yang sering dilakukannya.
d)
Fun-Oriented: Jangan sampai kuliah mengganggu
jam bermain, kira-kira begitulah motto mahasiswa dengan tipe serperti ini.
Sehari-hari jarang terlihat di kampus, kalaupun ada di kampus, tidak pernah
terlihat sedang membawa buku. Seringkali juga terlihat asik berdiskusi, yang
ternyata apabila disimak sedang mendiskusikan trik bermain game yang terbaru.
Hanya sebentar dalam keseluruhan waktu di kampus mahasiswa tipe seperti ini
terlihat serius, yaitu pada saat-saat ujian.
Pada tiap-tiap kampus, biasanya
keempat tipe mahasiswa di atas ada, hanya komposisinya saja yang berbeda.
Dengan teori yang sudah saya
paparkan di atas dapat kita ketahui bebrapa hal mengenai motif sebahagian besar
para mahasiswa lebih senang berorganisasi dari pada mengikuti proses
perkuliahan. Di antara motif- motifnya tersebut dapat disimpulkan kembali, di
antaranya adalah:
1.
Salah jurusan pada saat
kuliah
2.
Berkepribadian
sosialistis
3.
Otak kiri lebih dominan
dari pada otak kanan
4.
Taqlid karena sahabat
5.
Memiliki keinginan buat
ikut demonstrasi
6.
Dengan berorganisasi
mendapatkan uang
7.
Pengaruh dosen
D.
MENJATUHKAN
NILAI “E” PADA MAHASISWA YANG LEBIH SE-NANG BERORGANISASI DARI PADA KULIAH.
Bercerita
tentang menjatuhkan nilai A, B, C, D, maupun E kepada seorang mahasiswa oleh
dosen, saya sendiri tidak terlalu tahu banyak akan hal tersebut, berhubung saya
masih “Cados (Calon Dosen)” itu pun masih terlalu jauh. Berhubung saya kuliah
di Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara, jadi sedikit banyaknya saya bisa
berhipotesa mengenai pemberian nilai oleh seorang dosen.
Di antara
syarat- syarat untuk memberikan nilai kepada mahasiswa/i yang belajar di IAIN
secara umum adalah:
a)
Absen harus terpenuhi 75%
b)
Keaktifan di kelas
c)
Mengikuti Quis
d) Mengerjakan
setiap tugas yang diberikan dari dosen seperti makalah dan lain- lain
e)
Mengikuti ujian Mid Semester
f)
Mengikuti ujian Semester
Kriteri di
atas yang saya paparkan adalah bentuk umum penilaian yang diberikan oleh
seorang dosen, akan tetapi banyak juga dosen yang tidak terlalu mengikuti
kriteria- kriteria di atas, akan tetapi lebih mengarah kepada karakter dosen
tersebut.misalnya saja ada seorang dosen yang lebih mengutamakan kehadiran,
dari pada kepintaran mahasiswa tersebut. Inilah karakter dari seorang dosen
yang lebih mengutamakan atau lebih beresensi kepada Emotional Question
Mahasiswa tersebut dibandingkan Intelegent Question Mahasiswa tersebut.
Menyikapi
tentang para mahasiswa yang lebih dominan mengikuti organisasi dari pada
kuliah, pada dasarnya mahasiswa/i tersebut bisa mendapatkan nilai yang bagus.
Namun, terkadang kita melihat para mahasiswa tersebut tidak pandai memanajemen
waktu dengan efektif dan efesien, maka hal inilah yang lebih menjadi
pertimbangan. Karena sebagian besar karakter para dosen lebih mengutamakan
kehadiran dari pada kepintaran mahasiswa, maka dosen tersebut tanpa merasa
enggan langsung saja memberikan nilai C, D, bahkan E.
Jadi,
bagaimana dengan mahasiswa yang aktif di organisasi dengan tak mengindahkan
kegiatan perkuliahan yang dampaknya membuat mahasiswa tersebut akan terjerembab
kepada kehadirannya. Menurut saya mahasiswa tersebut pantas diberikan nilai
“E”. Karena pada dasarnya orang tua kita memasukkan anak- anaknya ke bangku
perkuliahan, agar anak tersebut mengikuti proses perkuliahan dengan baik,
bukannya untuk mengikuti organisasi.
Kalau kita
lebih menganalisa lagi, maka banyak kita lihat orang- orang yang memasuki ranah
organisasi tanpa harus kuliah. Dari tukang becak dengan organisasinya Persatuan
Abang Becak, tukang angkot, para anak muda yang sehari- harinya narkoba, bahkan
tukang botot juga ada organisasinya.
Memang
tidak kita pungkiri manfaat dari organisasi tersebut, namun pertimbangkan lagi
dengan manfaat mengikuti proses belajar di kampus, agar kita tahu mau kemana
kita bawa badan kita in ke depannya. Maka dari itu antara kuliah dan oranisasi
harus lebih mengutamakan kuliah.
0 komentar:
Posting Komentar