Breaking News
Loading...
Rabu, 05 Desember 2012

Info Post


Data Buku:
Judul Buku      : Pengantar Filsafat Pendidikan
Penulis             : Drs. Usiono, M.A
Tahun Terbit    : 2009
Penerbit           : Hijri Pustaka Utama
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah produk dari sistem sosial masyarakat yang menjadi unsur kebudayaan. Karena itu, format pendidikan seperti yang ada dewasa ini bukanlah sesuatu yang sekali jadi.
Sebagai makhluk hidup, manusia juga senantiasa memiliki kesadaran diri dan kemampuan belajar. Bagaimanapun, rangkaian perjalanan waktu pada usia kanak-kanak dari manusia, seseorang belajar menguasai pengetahuann dan keterampilan yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan. Upaya tersebut meskipun tidak fisik, tetapi juga psikhis, sosial dan budaya bahkan kombinasi semua elemen yang mempengaruhi nilai dalam berjalan menuju pendidikan.
Dalam pengertiam umum pendidikan adalah proses budaya oleh generasi yang mengambil peran dalam sejarah, walaupun pendidikan merupakan proses budaya masa kini dan membuat budaya masa depan. Sungguh begitu pentingnya fungsi pendidikan bagi pribadi, keluarga, masyarakat, dan bangsa, sehingga eksistensi suatu bangsa dan kemajuan peradabannya merupakan hasil dari keberhasilan pendidikan.
Filsafat adalah cara pandang dan perspektif atas kenyataan, apa yang dipahami sebagai hakikat kenyataan, kebenaran, kebaikan dan keindahan. Filsafat menangani keseluruhan pengalaman manusia dan meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Suatu bentuk kajian terhadap hakikat kenyataan denga mengajukan pertanyaan dan berusaha memberikan jawaban yang akan menciptakan kebermaknaan hidup seseorang. Untuk melakukan filsafat, maka harus diciptakan kesadaran yang sangat tinggi dari fenomena dan peristiwa dalam dunia masa kini dalam kesadaran diri sepenuhnya.
Sebagai cara dan tujuan bagi pandangan pendidikan, maka filsafat disini memberikan seseorang kemampua untuk mengeja berbagai masalah yang muncul dari keseluruhan proses pendidikan, seperti : apa hakikat konsep pendidikan, argumen-argumen pentingnya pendidikan, sasaran dan target pendidikan. Filsafat yang diterapkan pada pendidikan dapat digunakan untuk mengklarifikasi proses dan hasil pendidikan seperti halnya dimensi individu dan sosial lembaga pendidikan.
Pendidikan sebagai proses atau upaya memanusiakan manusia pada dasarnya adalah upaya mengembangkan kemampuan potensi individu sehingga bisa hidup optimal baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat serta memiliki nilai-nilai moral dan sosial sebagai pedoman hidupnya.
Bagaimanapun, filsafat bagi pendidikan adalah teori umum sehingga dapat menjadi pilar bagi bangunan dunia pendidikan yang berusaha memberdayakan setiap pribadi warga negara untuk mengisi format kebudayaan bangsa yang diinginkan dan diwariskan. Dengan demikian, filsafat memberikan kontribusi besar bagi pelaksanaan pendidikan. Kajian filsafat terhadap pendidikan menjadi keharusan akademis bagi setiap oran yang ingin mendalami bidang keguruan dan keguruan. Pendidikan tidak jauh dari roda filsafat, karena hal itu terjadi maka tidak semua persoalan pendidikan akan dapat dipecahkan dengan renungan sederhana dan pengamatan sepintas. Dengan menguasai filsafat pendidikan tersebut diharapkan para ahli dan praktisi pendidikan akan sukses dalam menjalankan tanggung jawab dan profesi pendidikan.



BAB II
FILSAFAT, MANUSIA, DAN PENDIDIKAN
A.      Manusia dan Filsafat
Manusia adalah makhluk Tuhan paling sempurna penciptaannya dari makhluk lain. Dengan menggunakan panca indera, manusia berusaha memahami benda-benda konkrit. Eksistensi alam semesta tempat manusia hidup yang selalu berubah dan penuh dengan peristiwa-peristiwa penting bahkan dahsyat untuk dipikirkan dan direnungkan. Kadang-kadang manusia tidak kuasa untuk menentang dan menolaknya, menyebabkan manusia itu tertegun, termenung memikirkan segala hal yang terjadi di sekitar dirinya.
Manusia mengupayakan eksistensinya untuk hadir di alam dalam berpikir agar apa yang dilihatnya dapat dipahami makna kehadiran sesuatu di luar dirinya. Berpikir adalah hasil kerja pikiran. Pikiran manusia dalam proses-proses pikirannya selalu nampak misterius dan menakjubkannya seperti alam semesta sendiri, sehingga manusia terdorong memikirkannya secara mendalam.
Seperti halnya, proses berpikir dapat dilakukan mausia denga mengarahkan pandangannya ke langit biru, maka nampak olehnya benda-benda angkasa mengambang dan bersemayam di langit-langit.
Dengan menangkap kesan indera lalu dipadukan dengan analisis radio manusia mulai sadar bahwa pengertiannya melalui kesan indera itu belum memuaskan. Manusia berpikir dan berpikir sepanjang masa dan sepanjang jaman tentang hakikat dirinya dan alam semesta. Masing-masing dunia ini memerlukan pendekatan yang berbeda-beda sebab wujud dan sifat realitas yang akan ditafsirkan berbeda secara mendasar dan kualitatif.
Filsafat sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami semua hal yang timbul di dalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia. Sebelum ada ilmu, filsafat merupakan lapangan utama pemikiran dan penyelidikan manusia. Filsafat mendahului ilmu pengetahuan. Demikian pula kesimpulan-kesimpulan filsafat yang bersifat hakiki, menyebabkan kedudukan filsafat dianggap lebih tinggi daripada ilmu pengetahuan. Karena itulah filsafat dipandang sebagai induk ilmu pengetahuan atau yang melahirkan ilmu pengetahuan. Bahkan karena kedudukannya yang tinggi itu, filsafat disebut ratu ilmu pengetahuan (Queen Knowledge).
B.       Filsafat dan Teori Pendidikan
Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan, secara lebih rinci dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Filsafat, dalam arti analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara pendekatan yang digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahakan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikannya, di samping menggunakan metode-metode ilmiah lainnya. Denga kata lain, teori-teori dan pandangan-pandangan filsafat pendidikan yang dikembangkan oleh seorang filosof tentu berdasarkan dan bercorak serta diwarnai oleh pandangan dan aliran filsafat yag dianutnya.
2.      Filsafat, juga berfungsi memberika arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menuntut pandangan dan aliran filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata. Disinilah letak fungsi filsafat dan filsafat pendidikan dalam memilih dan mengarahkan teori-teori pendidikan dan kalau perlu juga merevisi teori pendidikan tersebut, yang sesuai dan relevan dalam kebutuhan, tujuan, dan pandangan hidup masyarakat.
3.      Filsafat, termasukjuga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau pedagogik.
C.      Hubungan Antara Filsafat, Manusia Dan Pendidikan
  1. Kedudukan Filsafat Dalam Ilmu Pengetahuan
Dalam ilmu pengetahuan, filsafat mempunyai kedudukan  sentral, asal, atau pokok. Karena filsafatlah yang mula-mula merupakan satu-satunya usaha manusia di bidang pemikiran untuk mencapai kebenaran atau pengetahuan. Ilmu pengetahuan itu dasarnya dari filsafat, dengan rincian antara lain :

a.       Setiap ilmu pengetahuan itu mempunyai problem dan objek.
b.      Filsafat juga memberikan dasar-dasar yang umum bagi semua ilmu pengetahuan dan dengan dasar yang umum itu dirumuskan keadaan dari ilmu pengetahuan itu.
c.       Di samping itu filsafat juga memberikan dasar-dasar yang khusus digunakan dalam tiap-tiap ilmu pengetahuan.
d.      Ilmu pengetahuan memperoleh sifat ilmu itu kalau memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh filsafat.
e.       Filsafat juga memberikan metode atau cara kerja kepada tiap ilmu pengetahuan.
  1. Kedudukan Filsafat Dalam Kehidupan Manusia
a.       Memberikan pengertian dan kesadaran kepada manusia akan arti pengetahuan tentang kenyataan yang diberikan oleh filsafat.
b.      Filsafat memberikan pedoman hidup kepada manusia.



BAB III
KONSEP DASAR FILSAFAT
A.      Pengertian Filsafat
Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan manusia memiliki peran penting dalam menentuka dan menemukan eksistensinya dalam kegiatan ini manusia akan berusaha untuk mencapai kearifan dan kebajikan. Berfilsafat berarti berpikir, tetapi tidak semua berpikir dikategorikan berfilsafat. Berpikir yang dikategorikan berfilsafat adalah bila berpikir tesebut mengandung tiga ciri yaitu radikal, sistematis, dan universal.
Jadi filsafat mengandung pengertian yang dinamis tergantung dalam konteks apa kita menggunakannya. Jika digunaka kata filsafat di dalam memahami pikiran filosof atau suatu ideologi, berarti hal itu dipahami sebagai hasil pemikiran atau ajaran tertentu. Sedangkan kalau kata filsafat digunakan untuk menunjukkan suatu proses, berarti flsafat adalah kegiatan berpikir dengan karakteristik universal, radikal, komprehensif dan objektif.
B.       Tujuan, Fungsi dan Manfaat Filsafat
Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentuka arah dan menuntun jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamka keyakinan kepada kita untuk menopang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan bangsa, ras dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan. Filsafat tidak ada artinya jika tidak universal baik dalam ruang lingkup maupun dalam semangatnya.
C.      Metode-metode Filsafat
1.      Kontemplatif
Kontemplatif (contemplative) adalah perenunga yang dikenal dalam epistemologi modern dipahami sebagai pengetahuan dari suatu objek yang berlawanan dengan menikmati, melainkan sebagai kesadaran jiwa ke arah kesadaran diri sendiri.
2.      Spekulatif
Suatu kewajaran bial filsafat menggunakan metode perenungan itu. Sebab, bukan saja objeknya yang tak terbatas, melainkan juga tujuannya ialah untuk mengerti hakikat sesuatu.
3.      Deduktif dan Indukatif
Berpikir dan penyelidikan ilmiah umumnya menggunakan metode induktif. Proses berpikir induktif ini ialah penyelidikan berdasarkan eksperimen yang dimulai dari objek yang khusus untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum.
D.      Model-model Filsafat
1.      Filsafat Spekulatif
Filsafat spekulatif adalah cara berfikir sistematis segala yang ada, filsafat spekulatif meluasa secara rasional spekulatif seluruh persoalan manusia dalam hubungannya dengan segala yang ada pada jagad raya ini.
2.      Filsafat Preskriptif
Filsafat preskriptif berusaha untuk menghasilkan suatu ukuran (standard) penilaian tentang nilai-nilai, penilaian tentang perbuatan manusia, dan penilaian tentang seni.
3.      Filsafat Analitik
E.       Misi Filsafat
Hidup mendorong kita untuk menentukan pilihan dan bertindak berdasarkan skala nilai. Filsafat berusaha memformulasikan makna dan nilai dalam cara yang paling tepat diterima akal. Filsafat mencoba mencari dan menentukan kebenaran dengan pengujian secara kritis terhadap asumsi-asums, konsep-konsep, dan semua lapangan sains.
F.       Lapangan Filsafat
Butler (1957) mengemukakan lapangan filsafat yang akan dibahas dalam filsafat yaitu:
1.      Metafisika : membahas teologi, kosmologi, dan antropologi
2.      Epistemologi : membahas : hakikat pengetahuan, sumber pengetahuan dan metode pengetahuan
3.      Aksiologi : membahas tentang etika dan estetika.
G.      Agama, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Filsafat berarti berpikir jadi yang penting ialah proses dan hasl berpikir mendalam yang dilakukan manusia untuk mencapai kebenaran dan agama merupakan kebutuhan paling esensial manusia dan bahkan bersifat universal. Sedangkan ilmu pengetahuan merupakan membatasi objeknya pada pengalaman manusia yang dapat ditangkap panca indera.



H.      Filsafat dan Ilmu Pendidikan
Filsafat pendidikan dengan demikian merupakan pola-pola pemikiran atau pendekatan filosofis terhadap permasalahan bidang pendidikan dan pengajaran. Sebaliknya filsafat pendidikan menunjukkan hubungan vertikal, naik ke atas atau turun ke bawah, dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain, seperti pengantar pendidikan, sejarah pendidikan, teori pendidikan, perbandingan pendidikan dan puncaknya filsafat pendidikan.
Maka dari itu, filsafat pendidikan sebagai salah satu bukan satu-satunya ilmu terapan, adalah cabang ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatiannya pada penerapan pendekatan filosofis pada bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup dan penghidupan manusia yang berpredikat pendidik atau guru pada khususnya.
1.             Asumsi Dasar
Asumsi dasar adalah rasional dari pada atau dasar alasan keharusan timbulnya atau mungkin lahirnya suatu cabang ilmu pengetahuan baru yang disebut dengan ilmu filsafat pendidikan, yang memisahkan diri dari induknya, yaitu filsafat dan menjadi bagian dari rumpun konsep ilmu pendidikan.
2.             Pendekatan Filsafat Pendidikan
Ø  Pendekatan Progresif
Ø  Antara Teori dan Praktek
Ø  Pendekatan Problematis terhadap Kenyataan Sosiologi
Ø  Filsafat dan Teori Pendidikan



BAB IV
PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN
A.      Pendidikan
1.      Defenisi Pendidikan
Pendidikan mengandung suatu pengertian yang sangat luas, menyangkut seluruh aspek kepribadian manusia. Pendidikan menyangkut hati nurani, nilai-nilai, perasaan, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan pendidikan manusia ingin berusaha untuk meningkatkan dan mengembangkan serta memperbaiki nilai-nilai hati nuraninya, perasaannya, pengetahuannya, dan keterampilannya.
2.      Dasar dan Tujuan Pendidikan
Dasar pendidikan suatu masyarakat adalah pandangan hidup (falsafah) yang menjadi tempat berpijak seluruh perilaku masyarakat atau bangsa.
Dalam pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 dijelaskan tentang tujuan pendidikan sebagai berikut :
“pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”
3.      Pendidik dan Anak Didik
Dalam proses pendidikan, baik orang tua maupun guru memerlukan landasan yang jelas untuk berpijak kelangsungan pendidikan di rumah dan di sekolah. Jadi kelangsungan pendidikan, sangat ditentukan adanya unsur pendidik yang memahami hakikat anak didik, sehingga anak-anak tidak salah asuh dan berkembang sesuai dengan norma dan nilai kebaikan yang diyakini dalam totalitas budaya masyarakat dan bangsa.
4.      Alat Pendidikan
Alat pendidikan merupakan satu situasi yang diciptakan secara khusus dengan maksud mempengaruhi anak didik secara pedagogis (edukatif). Langeveld (1965) mengelompokkan lima jenis alat pendidikan, yaitu:
a)        Perlindungan
b)        Kesepahaman
c)        Kesamaan arah dalam pemikiran dan perbuatan

d)       Perasaan bersatu
e)        Pendidikan karena kepentingan diri sendiri
5.      Lingkungan Pendidikan
Pendidikan bukan hanya berlangsung di sekolah. Pendidikan akan dimulai segera setelah anak lahir dan akan berlangsung terus sampai mausia meninggal dunia, sepanjang ia mampu menerima pengaruh- pengaruh. Oleh karena itu, proses prndidikan akan berlangsung dalam tiga lingkungan, yaitu:
1)        Pendidikan dalam keluarga
2)        Pendidikan di sekolah
3)        Pendidikan di masyarakat
B.       Pengertian Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan adalah aplikasi konsep filsafat atau kaedah filsafat dalam bidang pendidikan. Aplikasi konsep filsafat tersebut diarahkan untuk menjawab persoalan substansial pendidikan, dan memecahkan masalah- masalah praktis filosofis pendidikan yang dihadapi oleh para pendidik dan masyarakat.
C.      Urgensi Filsafat Pendidikan
Brubacher (1950), seorang guru besar dalam fisafat pendidikan, mengemukakan betapa eratnya hubungan antar filsafat dengan pendidikan. Dalam konteks filsafat pendidikan ditegaskannya bahwa filsafat tidak hanya melahirkan sains atau pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan. Bahkan John Dewey berpandangan bahwa filsafat merupakan teori umum bagi pendidikan.
D.      Peranan Filsafat Pendidikan
Dengan mengerti asas-asas dan nilai filosofis it dan mendasarkan segenap pelaksanaan pendidikan pada asas-asas tersebut, maka filsafat pendidikan menjadi norma pendidikan. Filsafat pendidikan dengan demikian merupakan asas normatif di dalam pendidikan, yaitu norma-norma filsafat yang sifatnya khusus berlaku di dalam dunia pendidikan.





BAB V
ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Brubacher (1950) menelompokkan filsafat pendidikan pada dua kelompok besar, yaitu filasafat pendidikan “progresif”, dan filsafat pendidikan “konservatif”. Yang pertama, didukung oleh filsafat pragmatisme dari John Dewey, dan romantik naturalisme dari Roousseau. Yang kedua, didasari oleh filsafat idealisme, realisme, humanisme (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius. Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme, perenialisme, dan sebagainya.
A.           Filsafat Pendidikan Idealisme
1.      Realitas
Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalh roh, bukan materi, bukan fisik, parmenides, filosof dari Elea (Yunani Purba), berkata, “apa yang tidak dapat dipikirkan adalah tidak nyata.
2.      Pengetahuan
Idealisme mengemukakan pandangannya bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak lengkap, karena dunia hanyalah merupakan tiruan belaka, sifatnya maya (bayangan), yang menyimpang dari kenyataan yang sebenarnya, pengetahuan yang benar hanya merupakan hasil akal belaka, karena akal dapat membedakan bentuk spiritual murni dari benda-benda di luar penjelmaan material.
3.      Nilai
Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolut. Apa yang dikatakan baik, benar, salah, cantik, atau tidak cantik, secara fundamental tidak berubah dari generasi. Pada hakikatnya nilai itu tetap. Nilai tidak diciptakan manusia melainkan merupakan bagian dari alam semesta.
4.      Pendidikan
Menurut Horne, pendidikan merupakan proses abadi dari proses penyesuaian dari perkembangan mental maupun fisik, bebas, dan sadar terhadap Tuhan, dimanifestasikan dalam lingkungan intelektual, emosional dan berkemauan. Pendidikan merupakan  pertumbuhan ke arah tujuan, yaitu pribadi manusia yang ideal.




B.            Filsafat Pendidikan Realisme
Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani. Realisme membagi realitas di satu pihak, dan pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan sebagai objek pengetahuan manusia.
Power (1982) mengemukakan implikasi pendidikan realisme sebagai berikut :
1.             Tujuan Pendidikan
Penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial
2.             Kedudukan Siswa
Dalam hal pelajaran, menguasai pengetahuan yang handal, dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan yang baik adalah esensial untuk belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik.
3.             Peranan Guru
Menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut prestasi dari siswa.
4.             Kurikulum
Kurikulum komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna. Berisikan pengetahuan liberal dan pengetahuan praktis.
5.             Metode
Belajar tergantung pada pengalaman, baik langsung atau tidak langsung. Metode penyampaian harus logis dan psikologis.

C.           Filsafat Pendidikan Materialisme
1.      Latar Belakang Pemikiran
Cabang materialisme yang banyak diperhatikan orang dewasa ini, dijadikan sebagai landasan berpikir adalah “positivisme”. Menurut positivisme, kalau sesuatu itu memang ada, maka adanya itu adalah jumlahnya. Jumlah itu dapat diukur. Oleh karena itu, segala yang ada dapat diamati dan diukur. Sebaliknya segala yang tidak dapat dipelajari secara positif.
2.      Pendidikan
Pendidikan, dalam hal ini proses belajar, merupakan proses kondisionisasi lingkungan, misalnya dengan mengadakan percobaab terhadap anak yang tidak pernah takut pada kucing, akhirnya ia menjadi takut kepada kucing.
Menurut behaviorisme, perilaku manusia adalah hasil pembentukan melalui kondisi lingkungan (seperti contoh anak dan kucing di atas). Yang dimaksud dengan perilaku adalah hal-hal yang berubah, dapat diamati, dan dapat diukur (materialisme dan positivisme).
D.           Filsafat Pendidikan Pragmatisme
1.      Realitas
Realitas merupakan interaksi antara manusa dengan lingkungannya. Manusia dan lingkungannya berdampingan, dan memiliki tanggung jawab yang sama terhadap realitas. Dunia akan bermakna sejauh manusia mempelajari makna yang terkandung di dalamnya.
2.      Pengetahuan
Pengetahuan yakin bahwa akal manusia aktif dan selalu ingin meneliti, tidak pasif dan tidak begitu saja menerima pandangan tertentu sebelum dibuktikan kebenarannya secara empiris.
Pragmatisme juga berpandangan bahwa metode intelegen merupakan cara ideal untuk memperoleh pengetahuan. Kita mengerti segala sesuatu dengan penempatan dan pemecahan masalah. Intelegensi mengajukan hipotesis untuk memecahkannya. Hipotesis ysang mampu memecahkan masalah secara gemilang adalah hipotesis yang menjelaskan fakta-fakta dari masalah tersebut.
3.      Nilai
Pragmatisme mengemukakan bahwa nilai itu relatif. Keindahan-keindahan moral dan efek tidak tetap, melainkan harus berubah, seperti perubahan kebudayaan dan masyarakat.
4.      Pendidikan
a.      Konsep Pendidikan
Menurut pragmatisme, pendidikan merupakan suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu. Dalam hal ini dapat dikatakan, baik anak maupun orang dewasa selalu belajar dari pengalamannya.
b.      Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan, menurut pragmatisme, bersifat temporer, karena tujuan itu merupakan alat untuk bertindak.
c.       Proses Pendidikan
Proses belajar mengajar adalah sebagai faslitator, memberi dorongan dan kemudahan kepada siswa untuk bekerja bersama-sama, menyelidiki dan mengamati sendiri, berpikir dan menarik kesimpulan sendiri, membangun dan menghiasi sendiri sesuai dengan minat yang ada pada dirinya.
E.            Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Filsafat eksistensialisme itu yakni memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Filsafat-filsafat lain berhubungan dengan pengembangan sistem pemikiran untuk mengidentifikasi dam memahami apa yang umum pada semua realitas, keberadaan manusia dan nilai.
F.            Filsafat Pendidikan Progresivisme
Progresvisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan aliran suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918.
Gerakan progresik terkenal luas karena reaksinya terhadap formalisme dan sekolah tradisional yang membosankan, yang menekankan disiplin keras belajar pisik dan banyak hal-hal kecil yang tidak bermanfaat dalam pendidikan.
G.           Filsafat Pendidikan Perenealisme
Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian da ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, da sosio-kultural. Oleh karena itu, perlu ada usaha mengamanka ketidakberesan tersebut.
H.           Filsafat Pendidikan Esensialisme
Esensialisme suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik terhadap tren-tren progresif di sekolah-sekolah.
I.              Filsafat Pendidikan Rekonstruksionalisme
Rekonstruksionalisme adalah kelanjutan dari geraka progresivisme. Gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.










BAB VI
PENDIDIKAN DAN BUDAYA DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN
A.           Pendahuluan
Betapapun modernnya sistem pendidikan yag diterapkan tidak akan berhasil mencapai tujuannya yang ideal jika manusia tidak dimengerti secara objektif dan valid menurut filsafat penciptaan manusia.
Anggapan tentang timbulnya kesenjangan antara metode, isi dan misi pendidikan dalam satu situasi melahirkan pribadi yang terlalu materialistik dan rasionalis sehingga kibatnya dehumanis di kalangan umat menjadi sesuatu yang shock (keterkejutan).
B.            Kebudayaan
1.      Pengertian Kebudayaan
Dalam hal ini kebudayaan adalah aktivitasyang terjadi secara berulang kali secara teratur dan susunan benda-benda dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga menjadi ciri dari suatu kelompok tertentu. Dalam hal ini kebudayaan berarti gejala alam yang bisa diamati seperti benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang dialami manusia.
2.      Karakteristik Kebudayaan
Karakteristik kebudayaan manusia secara umum dapat dilihat, yaitu : (1) kebudayaan merupakan pengalaman universal umat manusia, tetapi manifestasi lokal dan regionalnya bersifat unik, (2) kebudayaan bersifat stabil, tetapi juga bersifat dinamis dan memperhatikan perobahan yang terus menerus dan tetap, (3) kebudayaan mengisi dan menentukan jalan hidup kita, tetapi kebudayaan tersebut jarang mengusik alam sadar kita.
C.           Budaya dan Masyarakat
Manusia ialah makhluk berbudaya. Setiap pikiran, langkah, gerak dan merasanya terhadap sesuatu melahirkan budaya. Sedangkan hewan dan benda mati lainnya tidak memiliki dan tidak melahirkan budaya.
Jadi kebudayaan berdimensi manusia, kehidupan, ruang, dan waktu. Di sini dapat ditambahkan bahwa kebudayaan adalh buah atau produk (hasil) interaksi manusia dan lingkungan alam sekitar dan lingkungan sosialnya.



D.           Pendidikan dan Kebudayaan
Pendidikan menjadi pilar penting dalam membina fitrah manusia dengan transformasi yang sejiwa dengan karakter kebudayaan masyarakat. Pendapat lain menegaskan bahwa kebudayaan sebagai hasil budi manusia dalam berbagai bentuk dan manifestasinya dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusa yang tidak beku, melainkan selalu berkembang dan berubah.
E.            Transformasi Sosial Budaya
1.      Sekolah sebagai Instituasi Sosial
Sebagai institusi sosial maka pendidikan bertanggung jawab terhadap proses perwujudan kemampuan individualitas, moralitas dan sosialitas anak. Pendidikan di sekolah sebagai proses bimbingan yang terencana, terarah dan terpadu dalam membina potensi anak untuk mengenali pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan menjadi sangat menentukan masa depan suatu bangsa.
2.      Relasi Sekolah dan Masyarakat
Sekolah sebagai produk kebudayaan adalah milik manusia. Bagaimanapun, sekolah menentukan transformasi sosial budaya di masyarakat sehingga eksistensi masyarakat dapat terjamin dan berkembang menurut tuntutan zaman. Secara sistemik dapat dijelaskan bahwa hubungan sekolah dan masyarakat dapat dilihat dari dua segi, yaitu : (1) sekolah sebagai partner masyarakat dalam melakukan fungsi pendidikan, dan (2) sekolah sebagai produsen yang melayani pesanan-pesanan pendidikan dari masyarakat lingkungannya.
3.      Sekolah dan Masyarakat Berbudaya
Dalam masyarakat manusia, pendidikan merupakan gejala yang universal, tetapi tidak semua masyarakat mempunyai sistem persekolahan atau pendidikan formal. Berarti perkembangan sistem persekolahan atau lembaga pendidikan formal sebagai institusi sosial yang menjalankan fungsi pendidikan sangat bervariasi dalam masyarakat sesuai kebudayaannya.
F.            Proses Perkembangan Pendidikan dan Kebudayaan
Hubungan masyarakat dan pendidikan adalah hubungan antara subjek dengan aktivitasnya. Semakin maju suatu masyarakat, maka makin maju pula pendidikan yang diselenggarakan masyarakat itu. Artinya, masyarakat itu akan relatif lebih maju apabila aktif membina pendidikan, atau masyarakat akan lebih maju apabila menyelenggarakan pendidikan maju. Sebaliknya, apabial suatu masyarakat mengabaikan pendidikan, maka masyarakat itu sukar untuk maju, jika mau mengatakan, bahwa masyarakat demikian tidak mungkin maju.


Pendidikan tidak hanya proses pemindahan kebudayaan. Sebab hubungan pendidikan dan kebudayaan adalah juga hubungan kausalitas dan teologis sekaligus. Yaitu hubungan sebab akibat dan hubungan tujuan. Karena dengan  adanya pendidikan manusia berkebudayaan dan dengan proses pendidikan itu pula manusia menuju suatu tingkatan perkembangan kepribadian agar manusia kreatif da produktif dalam menciptakan kebudayaan. Secara teknis juga tujuan pendidikan adalah membudayakan manusia atau membina manusia agar berkebudayaan.
Kebudayaan di samping sebagai kreasi dalam arti ciptaan manusia (sepanjang sejarah), terutama adalah karya, prestasi dan achievement seorang pribadi yang telah terdidik, dalam konteks ini pendidikan mempunyai fungsi ganda untuk kebudayaan, yaitu :
Ø   Menciptakan yang belum ada, melalui pembinaan manusia yang kreatif
Ø   Megoperkan kebudayaan (yang sudah ada) kepada generasi demi generasi dalam rangka proses sosialisasi pribadi manusia
John Dewey menganalisa perkembangan kebudayaan sebagai proses integral daripada perkembangan sosial, yang dipenuhi oleh :
1.      Adanya kondisi khusus dan problem-problem yan dihadapi
2.      Tuntutan-tuntutan komunikasi sosial yang menuju pengertian suatu cita-cita dan informasi
3.      Adanya penyelidikan secara kritis dan penilaian kembali atas tujuan dan nilai-nilai kebudayaan yang ada
4.      Eksperimen yang terkontrol dan palidasi atau hasil-hasil rekonstruksi pada situasi yang spesifik.

0 komentar: