Pendahuluan
A. Latar
Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial yang tak terlepas dari
satu individu dengan individu lainnya.kemustahilanlah yang dapat kita ungkapkan
apabila seorang manusia mengatakan bahwa dia bisa hidup sendiri di dunia ini.
Pengelompokan kerap kali terjadi di antara kehidupan
kita, di antara pengelompokan yang sering kita lihat, dapat dibagi kepada dua
kelompok, yaitu : kelompok formal dan kelompok Nonformal. Untuk kelompok
formal, dapat kita contohkan kepada ruang lingkup formal pula, seperti :
kelompok cendikiawan, kelompok aktivis, dan kelompok lainnya. Berbanding
terbalik dengan kelompok Nonformal, kelompok Nonformal ini dapat kita contohkan
kepada sekelompok orang yang berada di kedai kopi.
Dalam pembedaan dua kategori kelompok di atas, maka
hala yang menjadi perbedaannya juga dapat dilihat secara totalitas atau
keseluruhan. Yang membedakannya adalah jikalau kelompok formal, apa yang meraka
bicarakan memiliki input, proses, dan out put, dalam arti kata bahwa kelompok
formal itu memiliki tema apa yang si bicarakan, hal apa yang ingin dipecahkan,
dan apa yang dijadikan kesimpulan. Namun tidak untuk kelompok nonformal, hal-
hal yang ingin dibicarakan memang ada, namun tidak sistematis serta yang
didapat hanya sekedar kuantitas, namun tak dapat dikatakan berkualitas.
Maka dari itu, hal inilah yang akan kami angkat
sebagai bahan makalah kami mengenai hubungan komunikasi dengan perilaku
kelompok dalam organisasi.
B. Rumusan
Masalah
Setelah pemaparan latar belakang masalah di ata, maka
dapat kita ambil atau kita angkat sebuah permasalahan yang dapat dijadikan
sebagai rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu: “Bagaimanakah Pengendalian Prilaku Kelompok Dalam Organisasi serta
hubungannya dengan Komunikasi:”
Bab II
Analisa
Prioritas utama ketika
kita berinteraksi dengan orang yang ada di sekitar kita adalah komunikasi. Oleh
karena itu, hal utama yang diajarkan ibu kita atau orang tua kita ketika kita
terlahir ke dunia ini adalah komunikasi. Dengan sebuah komunikasi kita itu pula
lah kita dapat memberitahukan maksud kita dengan orang lain, dan kita bisa
mengetahui maksud orang lain pula.
Sedangkan perilaku
adalah bahasa tubuh kita yang dapat diinterpretasikan sebagai segala keinginan
kita yang sudah terealisasikan ke dam perbuatan. Oleh karena itu, perilaku
merupakan aspek kedua setelah lisan atau komunikasi yang kita lakukan dengan
orang- orang yang ada di sekitar kita. Maka dari itu, dengan sebuah perilaku
pulalah kita dapat berinteraksi dengan baik, apabila kita mampu untuk
berprilaku baik, namun tidak untuk sebaliknya. Begitu pulalah yang dimaksud
dengan perilaku kelompok, yang dapat di analogikan seperti pelaksanaan fardhu
kifayah seperti memandikan, mengkafankan, dan lain sebagainya. Maka dari itu,
yang dimaksud dengan perilaku kelompok adalah perbuatan atau pola tingkah laku
yang dilakukan oleh seorang individu, di tengah- tengah masyarakat.
Selanjutnya adalah
organisasi. Organisasi merupakan sebuah kata yang sudah tak asin lagi didengar
dikalangan mahasiswa khususnya. Dan tak sedikit pula rekan- rekan sejawat kita
yang telah berkecimpung di dunia organisasi. Maka dapat diartikulasikan bahwa
singkatnya, organisasi merupakan wadah atau tempat berkumpulnya sekelompok
orang, dengan niat dan tujuan yang sama.
Jadi menurut perspektif
kami, selaku penganalisa masalah dalam makalah kelompok ini, dapat menarik
sebuah benang merah antara hubunagan komunikasi dengan perilaku kelompok dalam
organisasi, yang dapat diartikan sebagai kaitan penyampaian ide atau pesan
dengan perbuatan individu untuk kelompok dalam sebuah wadah yang didlamnya
terdapat sekelompok orang memiliki niat dan tujuan yang sama.
Untuk menjadi bahan
pertimbangannya, maka kami akan memaparkan pemahaman selanjutnya secara
teoritis pada bab berikutnya.
Bab III
Pembahasan
A.
Pengertian
Kelompok
Perilaku
Organisasi merupakan suatu bidang studi yang menyelidiki dampak oleh individu,
kelompok dan struktur terhadap perilaku didalam organisasi, kemudian menerapkan
pengetahuan tersebut agar organisasi itu bekerja dengan lebih efektif.
Khususnya organisasi perilaku memfokus pada bagaimana memperbaiki
produktivitas, mengurangi kemangkiran dan tingkat keluarnya karyawan dan
meningkatkan kepuasan kerja. Menurut Robbins dan Colter (20004) dalam Komang
Ardana bahwa kelompok adalah gabungan atau kumpulan dua atau lebih individu
yang berinteraksi dan saling bergantung untuk mencapai sasaran-sasaran
tertentu.
Kelompok
adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu
sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan
memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005).
Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan
masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan.
Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu
kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.
Menurut
Hammer dan Organ, dalam Adam Ibrahim Indrawijaya ( 2010:56) menyebutkan adanya
empat hal penting dari kelompok yaitu : adanya saling berhubungan, saling
memerhatikan, merasa sebagai satu kelompok, dan untuk pencapaian tujuan
bersama.
Perilaku
kelompok merupakan ilmu tentang perilaku tiap individu dan kelompok serta
pengaruh tiap individu dan kelompok terhadap organisasi, maupun perilaku
interaksi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan
kelompok dengan kelompok dalam organisasi demi kemanfaatan suatu organisasi.
B.
Teori
Pembentukan Kelompok
Ada
beberapa kedekatan yang dapat dikemukakan berkaitan dengan pembentukan
kelompok, yaitu:
1.
Teori kedekatan
Teori
ini adalah teori yang sangat dasar dan menjelaskan tentang adanya afiliasi
diantara orang-orang tertentu. Seseorang berhubungan dengan orang lain
disebabkan adanya kedekatan.
2.
Teori interaksi
Teori
ini menjelaskan pembentukan kelompok berdasarkan aktivitas-aktivitas,
interaksi-interaksi, sentiment-sentimen (perasaan dan emosi). Dan semuanuya
saling berhubungan.
Semakin banyak aktifitas seseorang dilakukan dengan orang lain, semakin beraneka interaksi-interaksinya dan semaki kuat tumbuhnya sentiment-sentimen mereka, semakin banyak interaksi-interaksi diantara orang-orang, maka semakin banyak kemungkinan aktivitas-aktivitas dan sentiment yang ditularkan pada orang lain dan semakin banyak aktivitas-aktivitas dan sentiment yang ditularkan pada orang lain, dan semakin banyak sentiment seseorang dipahami olleh orang lain, maka semakin banyak kemungkinan ditularkan aktivitas dan interaksi-interakri.
Semakin banyak aktifitas seseorang dilakukan dengan orang lain, semakin beraneka interaksi-interaksinya dan semaki kuat tumbuhnya sentiment-sentimen mereka, semakin banyak interaksi-interaksi diantara orang-orang, maka semakin banyak kemungkinan aktivitas-aktivitas dan sentiment yang ditularkan pada orang lain dan semakin banyak aktivitas-aktivitas dan sentiment yang ditularkan pada orang lain, dan semakin banyak sentiment seseorang dipahami olleh orang lain, maka semakin banyak kemungkinan ditularkan aktivitas dan interaksi-interakri.
3.
Teori keseimbangan
Teori
menyatakan bahwa seseorang tertarik pada yang lain adalah didasarkan atas
kesamaan sikap didalam menanggapi sesuatu tujuan
4.
Teori pertukaran
Teori
ini ada kesamaan fungsinya dengan teori motivasi dalam bekerja. Teori
kedekatan, teori interaksi, dan teori keseimbangan memeinkan peranan dalam
teori ini.
C.
Jenis-jenis
kelompok
Ada
beberapa pandangan yang dipakai untuk mebedakan jenis-jenis kelompok. Menurut
Duncan yang dikutip Adam Ibrahim Indrawijaya (1999) membedakannya berdasarkan
kelompok itu bersifat formal atau informal, berdarkan keanggotaan, kesukaan
serta berdasarkan besarnya kelompok.
1.
Kelompok
formal dan kelompok informal.
Kelompok
formal adalah kelompok yang terbentuk dan berlangsung berdarkan ketentuan
resmi, sedangkan kelompok informal berkembang berdasarkan atas perasaan saling
tertarik, karena kebutuhan akan tukar menukar informasi, untuk saling
melengkapi ataupun karena adanya kesamaan sikap. Setiap manajer perlu sekali
memahami psikologi kedua macam kelompok tersebut, karena masing-masing dapat
mempengaruhi usaha pencapaian tujuan organisasi.
2.
Kelompok
berdasarkan keanggotaan dan yang berdasarkan kesukaan
Kelompok
ini merupakan kelompok yang lahir atas dasar ketentuan formal karena seseorang
telah memenuhi ketentuan . Seorang penduduk yang tinggal dalam wilayah tertentu
secara formal menjadi warga wilayah tersebut. Kelompok yang berdasarkan
kesukaan ditandai oleh adanya perasaan para anggotanya untuk lebih terikat
kepada ketentuan dan kepentingan kelompok. Biasanya seseorang membiarkan
perilaku kelompok mempengaruhi perilaku yang bersangkutan, bahkan ia berusaha
menyesuaikan perilakunya dengan perilaku kelompok dalam mana ia merasa menjadi
anggota.
3.
Pembagian
kelompok berdasarkan keanggotaan
Untuk
membedakan kelompok ini adalah menurut jumlah anggotanya atau dikatakan oula
menurut besarnya. Secara umum kelompok ini dibagi atas kelompok yang terjadi
dari dua orang, tiga orang dan kelompok yang lebih besar yang anggotanya lebih
dari tiga orang.
Kelompok dua orang, dima hubungan antarperorangan terjadi dalam bentuk yang sederhana, karena interaksi terjadi didalamnya semata-mata berdasarkan perasaan saling menyukai. Kelompok tiga orang lebih rumit, karena setiap anggotanya dapat melakukan dua fungsi yaitu dapat membuat suatu kelompok menjadi erat dan sebaliknya dapat pula menjadi pecah. Sedangkan kelompok yang lebih dari tiga orang, jumlah anggotanya mempengaruhi tingkat dan bentuk interaksi para anggotanya.
Kelompok dua orang, dima hubungan antarperorangan terjadi dalam bentuk yang sederhana, karena interaksi terjadi didalamnya semata-mata berdasarkan perasaan saling menyukai. Kelompok tiga orang lebih rumit, karena setiap anggotanya dapat melakukan dua fungsi yaitu dapat membuat suatu kelompok menjadi erat dan sebaliknya dapat pula menjadi pecah. Sedangkan kelompok yang lebih dari tiga orang, jumlah anggotanya mempengaruhi tingkat dan bentuk interaksi para anggotanya.
4.
Anggota
tergantung kepada keadaan atau kemampuan kelompok dan tujuannya.
Kelompok
yang bertujuan untuk mengumpulkan fakta akan lebih efektif bila jumlah
anggotanya berkisar 14 orang, dan yang bertugas untuk melaksanakan suatu
kegiatan tertentu.
Meskipun masih baisa diperdebatkan berapa jumlah anggota yang paling tepat untuk memungkinkan produktivitas cukup besar, jelas kiranya bahwa jumlah anggota tetap mempengaruhi produktivitas kelompok.
Meskipun masih baisa diperdebatkan berapa jumlah anggota yang paling tepat untuk memungkinkan produktivitas cukup besar, jelas kiranya bahwa jumlah anggota tetap mempengaruhi produktivitas kelompok.
5.
Pengaruh
jumlah anggota terhadap kepemimpinan
Ukuran
paling tepat mengenai besarnya jumlah anggota terhadap perilaku kelompok dan
setiap ada penambahan anggota kelompok terjadi pergeseran dalam personlitas dan
prestasi kelompok.
D.
Alasan
Membentuk Kelompok
Terbentuknya
suatu kelompok tidak selalu karena adanya dorongan langsung dari pekerjaan yang
harus dilakukan, sebab dalam kenyataannya sering juga membentuk suatu kelompok
atas dasar sukarela. Kelompok belajar atau wisata pada hakekatnya lebih
merupakan kelompok yang terbentuk atas dasar sukarela.
Menurut
Tuckman dalam Adam Ibrahim Indrawijaya ( 2010: 59 ) mengidentifikasi ada empat
tahap dalam terbentuknya suatu kelompok, yaitu tahap pembentukan, tahap
pancaroba, tahap pembentukan norma dan tahap berprestasi.
Tahap
pembentukan adalah tahapan dalam mana seseorang melakukan beberapa pengujian
terhadap anggota lainnya tentang hubungan antarperorangan yang bagaimana yang
dikehendaki oleh kelompok. Tahap pancaroba adalah ini mulai terjadi konflik
dalam kelompok. Tiang anggota mulai menampilkan pribadinya. Tahap pembentukan
norma memberikan manfaat dengan terbukanya setiap anggota kelompok yang menjadi
lebih kenal dengan keadaan seungguhnya anggota kelompok yang lain. Sedangkan
yang terakhir adalah tahap berprestasi adalah hubungan antarperorangan berperan
sebagai alat untuk pelaksanaan pekerjaan, dimana peranan seseorang lebih
menjadi luwes dan makin fungsional. Karena setiap anggota mulai mempunyai
keinginan untuk membantu yang lain, sementara masing-masing tetap berusaha
melaksanakan tugasnya sebaik mungkin.
Sedangkan
menurut Umar Nimran dalam Komang Ardana ( 2008: 46 ) alasan membentuk kelompok
adalah :
1.
Rasa aman
2.
Status dan harga diri
3.
Interaksi dan afliasi
4.
Kekuatan
5.
Pencapaian tujuan
E.
Struktur
Kelompok
Kelompok
kerja bukanlah gerombolan yang tidak terorganisasi. Kelompok kerja mempunyai
struktur yang membentuk perilaku angota-angotanya dan memungkinkan untuk
menjelaskan dan meramalkan bagian besar dan perilaku individual di dalam
kelompok maupun kinerja kelompok itu sendiri.
Menurut
Indriyo Gito Sudarmo dan Nyoman Sudita, dalam Komang Ardana Struktur kelompok
yang meliputi :
1.
Kepemimpinan formal, setiap
kelompok kerja pasti mempunyai pimpinan yang sah yang akan berperanan penting
dalam mempengaruhi perilaku anggota kelompok demi keberhasilan kelompoknya.
2.
Peran seperangkat pola perilaku
yang diharapkan dan yang dikaitkan pada seseorang yang menduduki suatu posisi
tertentu dalam satu ui organisasi. Peran adalah serangkaian pola perilaku yang
diharapkan dari seseorang yang menduduki posisi tertentu dalams ebuah
organisasi.
3.
Norma, adalah pedoman-pedoman
yang diterima dan diikuti oleh anggota-anggota sebuah kelompok. Apabila norma
telah diterima oleh anggota kelompok, maka norma itu dapat berfungsi sebagai
alat untuk mempengaruhi dan mengendalikan perilaku anggota kelompok.
4.
Status kelompok, posisi atau
peringkat yang didefinisikan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau
anggota kelompok oleh orang lain. Dimana status penting dipahami karena salah
satu motivator perilaku individu.
5.
Ukuran kelompok, kelompok besar
sangat baik untuk memperoleh masukan yang beraneka. Kelompok kecil lebih baik
dalam melakukansesuatu yang produktif dengan masukan tersebut, karena
berhubungan dengan produktivitas.
6.
Proses kelompok, pola
komunikasi, pengambilan keputusan, perilaku pemimpin, dinamika kekuasaan dan
konflik yang terjadi dalam kelompok. Dalam berinteraksi antar anggota kelompok
bisa menghasilkan sinergi yang positif ataupun negatif.
F.
Pengendalian
dan Pengaruhnya terhadap perilaku organisasi
Meskipun
sudah luas kalangan yang meyakini perlunya suatu pengemdalian dalam organisasi,
tetapi banyak orang yang salah menafsirkan makna pengendalian itu. Salah satu
bentuk salah tafsir itu oalah bahwa pengemdalian selalu dikaitkan dengan
keinginan untuk mendapatkan pengaruh dan kekuasaan.Namun perlu juga disadari
dari segi perilaku organisasi, pengendalian merupakan salah satu usaha untuk
membandingkan norma suatu kelompok atau organisasi dengan perilaku seseorang
atau sekelompok orang.
Bagi
perilaku organisasi akan memberikan pengaruh pada penempatan dari pusat
pengendalian, konsepsi mengenai besar kecilnya pengendalian dan prosedur
pengendalian. Pengendalian harus dekat dekat dengan pusat kekuasaan, cenderung
pula orang beranggapan bahwa seseorang yang dekat dengan pimpinanlah yang
melakukan tugas pengendalian.
Berkenaan dengan konsepsi mengenai besar kecilnya pengendalian dalam suatu organisasi, cenderung untuk secafra pasti mengalokasikan porsinya pada jumlah tertentu. Sebagai konsekwensi lanjutannya adalah bila kelompok tertentu berusaha meningkatkan kuantitas pengendalian sampai melebihi apa yang biasanya, maka kelompok lainnya akan dan harus mengurangi bagiannya. Atau secara lebih jelas dapat dikatakan, bahwa bila staf meningkatkan pengendalian, manajer sebaliknya harus mengurangi.
Berkenaan dengan konsepsi mengenai besar kecilnya pengendalian dalam suatu organisasi, cenderung untuk secafra pasti mengalokasikan porsinya pada jumlah tertentu. Sebagai konsekwensi lanjutannya adalah bila kelompok tertentu berusaha meningkatkan kuantitas pengendalian sampai melebihi apa yang biasanya, maka kelompok lainnya akan dan harus mengurangi bagiannya. Atau secara lebih jelas dapat dikatakan, bahwa bila staf meningkatkan pengendalian, manajer sebaliknya harus mengurangi.
Menurut
Tanenbaum dan kawan-kawan, dalam Adam Ibrahim Indrawijaya (2010: 103)
mengatakan jumlah atau pembagian pengaruh dalam suatu organisasi dapat
meningkat, Perbedaan tingkat efektivitas suatu usaha, perserikatan dan
organisasi sukarela bukanlah gtrletak pada pembagian atau penyebaran pengaruh
atau kekuasaan, tetapi tergantung pada keseluruhan jumlah pengawasan yang
dilakukan oleh kelompok, para atasan dan sebagainya. Korelasi antara pengawsan
yang terjadi pada pegawai rendahan dengan yang terjadi pada tingkat atas
bukanlah suatu yang harus dipertentangkan, seperti yang umumnya kita anut.
Adalah positip bahwa bila para bawahan pun akan berusaha untuk mendapatkan kekuasaan
yang lebih besar.
Berekenaan
dengan proses pengendalian dan pengaruhnya terhadap perilaku kelompok, membawa
suatu konsekwensi bahwa proses pengendalian dan pengaruhnya hanya bersifat satu
arah, yaitu dari para manajer ke arah bawahannya. Memang betul betul bahwa
tindakan dan bicara pimpinan dan manajer merangsang tindakan para bawahannya.
Memang betul pula bahwa jika pimpinan dan manajer mengeluarkan edaran,
menerbitkan pedoman atau menentukan asuatu prosedur tertentu, para bawahan akan
bertindak sebagimana mestinya. Tetapi ini tidak berarti bahwa pimpinan atau
manajer tersebut sudah mempengaruhi perilaku bawahannya secara keseluruhan. Hal
tersebut mungkin saja terjadi karena dorongan untuk melakukan komformitas dan
kompliansi, bukan karena dorongan akseptasi. Perlu juga diperhatikan bahwa
perilaku bawahan terhadap itu semua dapat mempengaruhi perilaku pimpinan. Hal
tersebut dapat di lihat apabila seorang bawahan berperilaku sebagaimana yang
diharapkan pimpinan. Kemungkinan pimpinan akan menilai kembali ketentuan nyang
sudah diterbitkan atau mengadakan modifikasi terhadap ketentuan yang digariskan
oleh pimpinan yang lebih tinggi.
Hal
tersebut membuktikan bahwa terdapat hubungan saling mempengaruhi antara
pengendalian dan perilaku kelompok dan juga adanya hubungan timbal balik antara
perilaku atasan dengan perilaku bawahan.
G.
Akibat
dari Perilaku Kelompok
Suatu
kelompok merasa bahwa kelompoknya bertanding dengan kelompok lain atau kedua
kelompok tersebut diserang oleh kelompok ketiga, mereka cenderung bersatu atau
menguarangi pandangan atau mereka yang berbeda. Dalam keadaan seperti ini,
mereka cenderung lebih memusatkan perhatian dan dana bagi tercapainya tujuan
bersama. Bila kelompok tersebut merasa tidak mendapatkan perlakuan yang baik
atau pada saat konflik meningkat, maka struktur kelompok menjadi ketat dan
kaku. Pimpinannya menjadi cenderung untuk lebih totaliter atau otokratis.
Dalam
keadaan terjadi peningkatan konflik antara kelompok yang satu dengan kelompok
yang lain, masing-masing kelompok akan menganggap kelompok lainnya sebagai
lawan kelompoknya. Dalam rapat misalnya, kelompok-kelompok yang sedang dalam
konflik cenderung berprasangka jelek terhadap pendapat kelompok lainnya dan
akan memanfaatkan setiap kata yang dianggap akan memperkuat kedudukan dan
membenarkan perilaku mereka.
Apabila selama kelompok tersebut masih dalam konflik, masing-masing kelompok akan merasa seang atau menang apabila kelompoknya dapat melaksanakan sesuatu secara berhasil. Rasa puas diri ini dapat memperkuat keeratan hubungan kelompok, tetapi juga menyebabkan menurunnya perhatian terhadap tugas dan menimbulkan keinginan para anggota kelompok untuk mendapatkan imbalan yang lebih besar.
Apabila selama kelompok tersebut masih dalam konflik, masing-masing kelompok akan merasa seang atau menang apabila kelompoknya dapat melaksanakan sesuatu secara berhasil. Rasa puas diri ini dapat memperkuat keeratan hubungan kelompok, tetapi juga menyebabkan menurunnya perhatian terhadap tugas dan menimbulkan keinginan para anggota kelompok untuk mendapatkan imbalan yang lebih besar.
Bagi
kelompok yang merasa kalah, perilaku anggota dan kelompoknya cenderung untuk
merasa tidak senang, mereka menjadi lebih tegang dan berusaha menyalahkan yang
alinnya. Bahkan mereka menyalahkan, keadaan, lingkungan, pimpinan. Atau mungkin
pula mengkambinghitamkan kebijaksanaan, prosedur atau peralatan yang tersedia.
H.
Hubungan
Komunikasi Dengan Perilaku Kelompok Dalam Organisasi
Adapun
yang menjadi hubungan Komunikasi Dengan
Perilaku Kelompok dalam organisasi adalah sebagai berikut:
1.
Komunikasi sebagai alat
pemersatu dalam Kelompok Organisasi
2.
Segala kegiatan organisasi tak
terlepas dari mengkomunikasikan dan memperilakukan kelompok dalam organisasi
3.
Antara perilaku Kelompok dengan
Organisasi merupakan hal yang akan menjadi tepat sasaran, apabila komunikasi di
dalamnya efektif dan efisien.
4.
Hubungan komunikasi dengan
perilaku kelompok adalah sebuah kerjasama yang membentuk pola satu kesatuan
dari SDM yang berkecimpung di dalam organisasi tersebut.
Bab IV
Penutup
Sebelum membahas perilaku individu dalam
organisasi kita harus mengetahui perilaku manusia. Perilaku manusia adalah
suatu fungsi dari interaksi antara person atau individu dengan lingkungannya.
Sebagai contoh: seorang petani yang bekerja
menanam padi di sawah, seorang tukang parker yang melayani jasa memparkirkan
mobil dan lain-lain. Setiap orang akan melakukan perilaku yang berbeda dalam kehidupannya
sehari-hari. Jadi ketika individu memasuki dunia organisasi maka karakteristik
yang dibawanya adalah kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan,
dan pengalaman masa lalunya. Dan organisasi juga mempunyai karakteristik yaitu
keteraturan yang diwujudkan dalam susunan hirarki, pekerjaan-pekerjaan,
tugas-tugas, wewenang, tanggung jawab, system penggajian, system pengendalian
dan lain sebagainya.
Jika karakteristik antara individu
digabungkan dengan karakteristik organisasi maka akan terwujud perilaku
individu dalam organisasi. Jadi perilaku individu dalam organisasi adalah suatu
fungsi dari interaksi antara seorang individu dengan lingkungannya
(organisasi).
Perilaku manusia adalah sebagai suatu
fungsi dari interaksi antara individu dengan lingkungannya . Individu membawa
tatanan dalam organisasi berupa kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan,
kebutuhan, dan pengalaman masa lainnya. Sementara itu, karakteristik individu
akan dibawa memasuki suatu lingkungan baru, yaitu organisasi atau lainnya.
Selain itu organisasi juga mempunyai karakteristik dan merupakan suatu
lingkungan bagi individu. Karakteristik individu berinteraksi dengan
karakteristik organisasi yang akan mewujudkan perilaku individu dalam
organisasi.
Perilaku pada dasarnya berorientasi pada
tujuan, dengan kata lain perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh keinginan
untuk memperoleh tujuan tertentu. Dan dalam mencapai tujuan tertentu seseorang
selalu mempunyai motif . motif adalah ikhwal “mengapanya” perilaku. Motif
timbul dan mempertahankan aktivitas serta menentukan arah umum perilaku
seseorang. Motif atau kebutuhan merupakan dorongan utama aktivitas.
Manusia berperilaku karena didorong oleh
serangkaian kebutuhan dan kebutuhan setiap manusia pasti berbeda. Kebutuhan
merupakan beberapa pernyataan di dalam diri seseorang yang menyebabkan
seseorang itu berbuat untuk mencapainya sebagai suatu objek atau hasil. Begitu
juga dalam organisasi seperti seorang karyawan yang didorong untuk mendapatkan
tambahan gaji supaya bisa hidup satu bulan dengan keluarganya, tingkah lakunya
akan berbeda dengan seorang karyawan yang didorong oleh keinginan untuk
mendapatkan jabatan, kedudukan agar mendapatkan harga diri didepan orang lain.
Kadang kala seseorang ketika sudah memenuhi
kebutuhan yang satu dia akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang belum
tercapaikan. Pemahaman tentang kebutuhan yang berbeda dari seseorang ini amat
bermanfaat untuk memahami konsep perilaku seseorang dalam organisasi
Daftar
Pustaka
http://indraprasetya17.wordpress.com/2010/12/02/konsep-dasar-perilaku-organisasi/
akses tanggal 28 Januari 2011
http://aatmandai.blogspot.com/2010/10/perilaku-individu-dan-kelompok-dalam.html
akses tanggal 28 Januari 2011
0 komentar:
Posting Komentar