Gara-gara Garuda Merah, Bawaslu dan KPU Dilaporkan ke DKPP
Oleh. Achmad Zulfikar Fazli - 02 Juli 2014 15:19 wib
Jakarta: Koalisi Penyelamat Lambang Negara (KPLN)
melaporkan Bawaslu dan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
(DKPP). Mereka menilai Bawaslu dan KPU telah lalai dengan meloloskan
Garuda Merah sebagai simbol yang digunakan pasangan Prabowo-Hatta.
"Yang mengizinkan ini keluar KPU dan Bawaslu. Semoga DKPP bisa menegur,
bisa hukum keras," kata Sekertaris Jenderal KPLN Teuku Chandra Adiwana
di Lantai 5 Gedung Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu
(2/7/2014).
Dia menambahkan, lambang negara yang merupakan simbol negara tidak
semestinya dan tidak boleh diubah dengan alasan apapun. Apalagi warna
emas diubah menjadi merah.
Menurutnya lambang emas pada Garuda memiliki makna setia. Dengan lambang
negara diubah menjadi warna merah menjadi bermakna darah, mengalir
seperti aliran darah.
"Lambang negara ini dibuat warna emas, artinya setia. Untuk lambang
negara tidak boleh kurang setia. Dihilangkan warna emasnya sama saja
kita dilecehkan anak bangsa sendiri. Tidak ada hewannya (burung garuda)
semua merah, mengalir seperti aliran darah. Konstan berputar, matanya
konstan, tidak ada mata, dan burung ini digambarkan pemangsa. Kuping
tidak ada, tidak mendengar juga," ujarnya.
Di tempat yang sama Ketua KPLN Naldi Haroen Nazarruddin menilai
hilangnya kalimat Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila dalam lambang Garuda
Merah mencoreng negara sendiri di hadapan negara-negara lain. Dia
mengatakan, Pancasila merupakan harga mati yang seharusnya tidak boleh
dihilangkan oleh siapapun.
"Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika tidak boleh dihilangkan. Pancasila
harga mati. Kalau lambang negara diubah apa kata dunia," ujar Naldi.
Menanggapi laporan yang disampaikan oleh KPLN, Staf Pengaduan dan
Verifikasi DKPP Santo Gotia mengatakan pihaknya akan melakukan
verifikasi terlebih dahulu atas laporan yang disampaikan. Untuk
memutuskan materi pengaduan apakah ini melanggar kode etik,
administrasi, atau pidana, pihaknya tidak bisa menyimpulkan saat ini,
karena harus terlebih dahulu melakukan proses internal dengan melengkapi
persyaratan-persyaratan administrasinya.
"Kalau berkasnya lengkap kita gelar perkara atau verifikasi materil
menyangkut materi pengaduan. Kita tidak bisa putuskan sekarang. Itu ada
ruangnya untuk nilai itu (pelanggaran atau tidak). Kalau unsurnya
terpenuhi pelanggaran kode etik, kita panggil para pihak untuk
persidangan teradu dan pengadu," jelasnya.
0 komentar:
Posting Komentar