Makalah
Psikologi Umum: Teori Emosi Serta Kaitannya Dengan Pendidikan
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Dengan mempelajari emosi kita
sebagai seorang pendidik dapat mengenali emosi diri sendiri, sehingga dapat
meningkatkan emosi positif dalam diri sendiri dan peserta didik, dan
meminimalkan atau mengendalikan emosi-emosi anak didik yang perlu dikembangkan.
B.
Rumusan masalah
- Apakah yang dimaksud dengan emosi?
- Apakah pendapat tokoh tentang pengertian emosi?
- Apakah teori-teori tentang emosi?
- Apakah yang termasuk jenis dan ciri-ciri emosi?
- Apakah konsep-konsep emosi yang berkaitan dengan pendidikan?
BAB
II
PENDAHULUAN
A. Emosi
1. Pengertian
emosi
Secara etimologis emosi berasal dari
kata Prancis emotion, yang berasal lagi dari emouvoir, ‘exicte’
yang berdasarkan kata Latin emovere, artinya keluar. Dengan demikian
secara etimologis emosi berati “bergerak keluar”.
Emosi adalah suatu konsep yang sangat
majemuk sehingga tidak dapat satu pun definisi yang diterima secara universal.
Emosi sebagai reaksi penilaian(positif atau negatif) yang kompleks dari sistem
saraf seseorang terhadap rangsangan dari luar atau dari dalam diri sendiri.[1]
2. Pendapat tokoh
tentang pengertian emosi
- Diungkap Prezz (1999) seorang EQ organizational consultant dan pengajar senior di Potchefstroom University, Afrika Selatan, secara tegas mengatakan emosi adalah suatu reaksi tubuh menghadapi situasi tertentu. Sifat dan intensitas emosi biasanya terkait erat dengan aktivitas kognitif (berpikir) manusia sebagai hasil persepsi terhadap situasi. Emosi adalah hasil reaksi kognitif terhadap situasi spesifik.[2]
- Hathersall (1985) merumuskan pengertian emosi sebagai suatu psikologis yang merupakan pengalaman subyektif yang dapat dilihat dari reaksi wajah dan tubuh. Misalnya seorang remaja yang sedang marah memperlihatkan muka merah, wajah seram, dan postur tubuh menegang, bertingkah laku menendang atau menyerang, serta jantung berdenyut cepat.
- Selanjutnya Keleinginna and Keleinginan (1981) berpendapat bahwa emosi seringkali berhubungan dengan tujuan tingkah laku. Emosi sering didefinisikan dalam istilah perasaan (feeling), misalnya pengalaman-pengalaman afektif, kenikmatan atau ketidaknikmatan, marah, takut bahagia, sedih dan jijik.
- Sedangkan menurut William James (dalam DR. Nyayu Khodijah) mendefinisikan emosi sebagai keadaan budi rohani yang menampakkan dirinya dengan suatu perubahan yang jelas pada tubuh.[3]
- 3. Perasaan dan emosi
Perasaan dan emosi pada dasarnya
merupakan dua konsep yang berbeda tetapi tidak bisa dilepaskan. Perasaan selalu
saja menyertai dan menjadi bagian dari emosi. Perasaan (feeling)
merupakan pengalaman yang disadari yang diaktifkan oleh rangsangan dari
eksternal maupun internal (keadaan jasmaniah) yang cenderung lebih bersifat
wajar dan sederhana. Demikian pula, emosi sebagai keadaan yang terangsang dari
organisme namun sifatnya lebih intens dan mendalam dari perasaan. Menurut Nana
Syaodih Sukadinata (2005), perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih
tenang, tersembunyi dan tertutup ibarat riak air atau hembusan angin
sepoy-sepoy sedangkan emosi menggambarkan suasana batin yang lebih dinamis,
bergejolak, dan terbuka, ibarat air yang bergolak atau angin topan, karena
menyangkut ekspresi-ekspresi jasmaniah yang bisa diamati. Contoh: orang merasa
marah atas kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, dalam konteks ini, marah
merupakan perasaan yang wajar, tetapi jika perasaan marahnya menjadi intens
dalam bentuk angkara murka yang tidak terkendali maka perasaan marah tersebut
telah beralih menjadi emosi. Orang merasa sedih karena ditinggal kekasihnya,
tetapi jika kesedihannya diekspresikan secara berlebihan, misalnya dengan
selalu diratapi dan bermuram durja, maka rasa sedih itu sebagai bentuk
emosinya.
Perasaan dan emosi seseorang
bersifat subyektif dan temporer yang muncul dari suatu kebiasaan yang diperoleh
selama masa perkembangannya melalui pengalaman dari orang-orang dan
lingkungannya. Perasaan dan emosi seseorang membentuk suatu garis kontinum yang
bergerak dari ujung yang yang paling postif sampai dengan paling negatif,
seperti: senang-tidak senang (pleasant-unpleasent), suka-tidak suka (like-dislike),
tegang-lega (straining-relaxing), terangsang-tidak terangsang (exciting-subduing).
Karena sifatnya yang dinamis, bisa
dipelajari dan lebih mudah diamati, maka para ahli dan peneliti psikologi
cenderung lebih tertarik untuk mengkaji tentang emosi daripada unsur-unsur
perasaan. Daniel Goleman salah seorang ahli psikologi yang banyak menggeluti
tentang emosi yang kemudian melahirkan konsep Kecerdasan Emosi, yang merujuk
pada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik
pada diri sendiri dan dalam berhubungan dengan orang lain.
4. Unsur-unsur
perasaan
- Besifat subyektif daripada gejala mengenal
- Bersangkut paut dengan gejala mengenal.
- Perasaan dialami sebagai rasa senang atau tidak senang yang tingkatannya tidak sama.
Perasaan lebih erat hubungannya
denga pribadi seseorang dan berhubungan pula dengan gejala-gejala jiwa yang
lain. Oleh sebab itu tanggapan perasaan seseorang terhadap sesuatu tidak sama
dengan tanggapan perasaan orang lain terhadap hal yang sama.
Karena adanya sifat subyektif pada
perasaan inilah maka gejala perasaan tidak dapat disamakan dengan gejaja
mengenal berfikir dan lain sebagainya.[4]
5. Macam-macam
emosi
Menurut Syamsu Yusuf (2003) emosi
individu dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu:
- Emosi sensoris
Emosi sensoris yaitu emosi yang
ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin,
manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar
- Emosi psikis..
Emosi psikis yaitu emosi yang
mempunyai alasan-alasan kejiwaan, seperti : perasaan intelektual, yang
berhubungan dengan ruang lingkup kebenaran perasaan sosial, yaitu perasaan yang
terkait dengan hubungan dengan orang lain, baik yang bersifat perorangan maupun
kelompok.
1)
Perasaan susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai baik dan
buruk atau etika (moral)
2)
Perasaan keindahan, yaitu perasaan yang berhubungan dengan keindahan akan
sesuatu, baik yang bersifat kebendaan maupun kerohanian
3)
Perasaan ke-Tuhan-an, sebagai fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (Homo
Divinas) dan makhluk beragama (Homo Religious).[5]
6. Teori-Teori
Emosi
- Teori James-Lange
Emosi yang dirasakan adalah persepsi
tentang perubahan tubuh. Salah satu dari teori paling awal dalam emosi dengan
ringkas dinyatakan oleh Psikolog Amerika William James: “Kita merasa sedih
karena kita menangis, marah karena kita menyerang, takut mereka gemetar”.Teori
ini dinyatakan di akhir abad ke-19 oleh James dan psikolog Eropa yaitu Carl
Lange, yang membelokkan gagasan umum tentang emosi dari dalam ke luar. Di
usulkan serangkaian kejadian disaat kita emosi : Kita menerima situasi yang
akan menghasilkan emosi. Kita bereaksi ke situasi tersebut,Kita
memperhatikan reaksi kita. Persepsi kita terhadap reaksi itu adalah dasar untuk
emosi yang kita alami. Sehingga pengalaman emosi-emosi yang dirasakan terjadi
setelah perubahan tubuh, perubahan tubuh (perubahan internal dalam sistem
syaraf otomatis atau gerakan dari tubuh memunculkan pengalaman emosi. Agar
teori ini berfungsi, harus ada suatu perbedaan antara perubahan internal dan
eksternal tubuh untuk setiap emosi, dan individu harus dapat menerima mereka.
Di samping ada bukti perbedaan pola respon tubuh dalam emosi tertentu,
khususnya dalam emosi yang lebih halus dan kurang intens, persepsi kita
terhadap perubahan internal tidak terlalu teliti.
- Teori Cannon-Bard
Emosi yang dirasakan dan respon
tubuh adalah kejadian yang berdiri sendiri-sendiri. Di tahun I920-an, teori
lain tentang hubungan antara keadaan tubuh dan emosi yang dirasakan diajukan
oleh Walter Cannon, berdasarkan pendekatan pada riset emosi yang dilakukan oleh
Philip Bard. Teori Cannon-Bard menyatakan bahwa emosi yang dirasakan dan reaksi
tubuh dalam emosi tidak tergantung satu sarna lain, keduanya dicetuskan secara
bergantian. Menurut teori ini, kita pertama kali menerima emosi potensial yang
dihasilkan dari dunia luar; kemudian daerah otak yang lebih rendah, seperti hipothalamus
diaktifkan. Otak yang lebih rendah ini kemudian mengirim output dalam dua arah:
(1) ke organ-organ tubuh dalam dan otot-otot eksternal untuk menghasilkan
ekspresi emosi tubuh, (2) ke korteks cerebral, dimana pola buangan dari daerah
otak lebih rendah diterima sebagai emosi yang dirasakan. Kebalikan dengan teori
James-Lange, teori ini menyatakan bahwa reaksi tubuh dan emosi yang dirasakan
berdiri sendiri-sendiri dalam arti reaksi tubuh tidak berdasarkan pada emosi
yang dirasakan karena meskipun kita tahu bahwa hipothalamus dan daerah otak di
bagian lebih bawah terlibat dalam ekspresi emosi, tetapi kita tetap masih tidak
yakin apakah persepsi tentang kegiatan otak lebih bawah ini adalah dasar dari
emosi yang dirasakan.
- Teori Kognitif tentang Emosi
Teori ini memandang bahwa emosi
merupakan interpretasi kognitif dari rangsangan emosional (baik dari luar atau
dalam tubuh). Teori ini dikembangkan oleh Magda Arnold (1960), Albert Ellis
(1962), dan Stanley Schachter dan Jerome Singer (1962). Berdasarkan teori ini,
proses interpretasi kognitif dalam emosi terbagi dalam dua langkah: 1.
Interpretasi stimuli dari lingkungan. Interpretasi pada stimulus, bukan
stimulus itu sendiri, menyebabkan reaksi emosional. Contohnya, jika suatu hari
kamu menerima kado dari Wini dimana Wini adalah musuh besarmu, maka kamu akan
merasa takut atau bisa mengganggap bahwa kado tersebut berbahaya. Tetapi akan
berbeda ceritanya bila Wini adalah seorang teman karibmu, maka kamu akan dengan
senang hati menerima dan membuka kado tersebut tanpa curiga. Jadi dalam teori
kognitifpada emosi, informasi dari stimulus berangkat pertama kali ke cerebral
cortex, dimana akan diinterpretasi pada pengalaman masa kini dan lamapau. Lalu
pesan tersebut dikirim ke limbyc system dan sistem saraf otonom yang kemudian
akan menghasilkan arousl secara fisiologis. Interpretasi stimuli dari tubuh
yang dihasilkan dari arousal saraf otonom Langkah kedua dalam teori kognitif
pada emosi yaitu interpretasi stimulus dari dalam tubuh yang merupakan hasil
dari arousal otonom. Teori kognitif menyerupai teori James-Lange teori
menekankan pentingnya stimuli internal tubuh dalam mengalami emosi, tetapi
sebenarnya itu berlanjut ke interpretasi kognitif dari stimuli, dimana hal
tersebut lebih penting dari pada stimuli internal itu sendiri.
7.
Kecerdasan emosi
Suatu terobosan teori tentang emosi
dikemukakan oleh Daniel Goleman dalam bukunya The Emotional Intelligence.
Golemen melanjutkan penelitian-penelitian sebelumnya yang sudah berlangsung
sejak 1970-1980-an termasuk yang dilakukan oleh Howard Gardener(tentang
multiple intelegence), Peter Salovey, dan Jhon Mayer.
Dalam bukunya, Golemen menyatakan
tiga hal yang sangat penting sehingga teorinya bisa dianggap sebagai terobosan.
Yang pertama, emosi itu bukan bakat, melainkan bisa dibuat dilatih dan
dikembangkan, dipertahankan dan yang kurang baik dikurangi atau dibuang sama
sekali. Kedua, emosi itu bisa diukur seperti intelegensi. Hasil
pengukurannya disebut EQ (emotional Quotient). Dengan demikian, kita tetap
dapat memonitor kondisi kecerdasan emosi kita. Ketiga, dan ini yang
terpenting, EQ memegang peranan lebih penting daripada IQ. Sudah terbukti
banyak rang dengan IQ tinggi, yang di masa lalu dunia psikologi dianggap
sebagai jaminan keberhasilan seseorang, justru mengalami kegagalan. Mereka
kalah daarai orang-orang dengan IQ rata-rata saja, tetapi memiliki EQ yang
tinggi. Menurut Goleman, sumbangan IQ dalam menentukan keberhasilan seseorang
hana sekitar 20-30% saj, selebihnya ditentukan oleh EQ yang tinggi.
Adapun orang yang dikatakan
mempunyai EQ yang tinggi adalah jika ia memenuhi kriteria berikut, yaitu
sebagai berikut:
- Mampu mengenali emosinya sendiri.
- Mampu mengendalikan emosinya dengan situasi dan kondisi.
- Mampu menggunakan emosinya untuk meningktakan motivasinya sendiri(bukan malah membuat diri putus asa atau bersikap negatif pada orang lain).
- Mampu berinteraksi positif dengan orang lain.[6]
8. Pengaruh Emosi
pada belajar
Emosi berpengaruh besar pada
kualitas dan kuantitas belajar (Meier dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006). Emosi
yang positif dapat mempercepat proses belajar dan mencapai hasil belajar yang
lebih baik, sebaliknya emosi yang negatif dapat memperlambat belajar atau
bahkan menghentikannya sama sekali. Oleh karena itu, pembelajaran yang berhasil
haruslah dimulai dengan menciptakan emosi positif pada diri pembelajar. Untuk
menciptakan emosi positif pada diri siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya adalah dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan
dengan penciptaan kegembiraan belajar. Menurut Meier, 2002 (dalam DR. Nyayu
Khodijah, 2006) kegembiraan belajar seringkali merupakan penentu utama kualitas
dan kuantitas belajar yang dapat terjadi. Kegembiraan bukan berarti menciptakan
suasana kelas yang ribut dan penuh hura-hura. Akan tetapi, kegembiraan berarti
bangkitnya pemahaman dan nilai yang membahagiakan pada diri si pembelajar.
Selain itu, dapat juga dilakukan pengembangan kecerdasan emosi pada siswa.
Kecerdasan emosi merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya secara
sehat terutama dalam berhubungan dengan orang lain.[7]
9.
Pertumbuhan emosi
Pertumbuhan dan perkembangan emosi
seperti juga pada tingkah laku lainnya ditentukan oleh pematangan dan proses
belajar seorang bayi yang baru lahir dapat menangis tetapi ia harus mencapai
ringkas kematangan tertentu untuk dapat tertawa setelah anak itu sudah besar
maka ia akan belajar bahwa menangis dan tertawa digunakan untuk maksud-maksud
tertentu atau untuk situasi tertentu.
Makin besar anak itu makin
besar pula kemampuannya untuk belajar sehingga perkembangan emosinya
makin rumit. Perkembangan emosi melalui proses kematangan hanya terjadi sampai
usia satu tahun. Setelah itu perkembangan selanjutnya lebih banyak ditentukan
oleh proses belajar.[8]
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pemaparan materi tentang emosi
di atas kami penulis menyimpulkan sebagai berikut:
- Setiap manusia memiliki karakteristik emosinya masing-masing yang semuannya itu merupakan suatu bentuk kebesaran Allah SWT sebagai pencipta manusia dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya.
- Emosi memiliki peranan yang penting dalam kehidupan. Emosi dapat mendatangkan keburukan ketika kita tidak dapat mengendalikannya dan kebaikan ketika diri kita dapat mengolahnya dengan baik.
- Berbagai macam-macam emosi dimiliki manusia sebagai makhluk yang sempurna. Baik buruknya suatu emosi tergantung bagaimana kita menyikapinya.
- Emosi berperan dalam proses pembelajaran. Karena dalam emosi terdapat energi yang postif dan negatif. Tergantung bagaimana kita sebagai pendidik membimbingnya.
B.
SARAN
Dari pemaparan materi tentang emosi
kami penulis menyarankan :
- Manajemen emosi anda dengan baik. Karena keberhasilan sesorang tidak hanya ditentukan kecerdasannya semata tetapi emosi juga berpengaruh besar terhadap kesuksesan anda.
- Gunakan manajemen emosi ini untuk membimbing peserta didik agar dapat optimal dalam mengolah emosinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi Abu. Psikologi Umum.
Rineka Cipta. Jakarta. 2003
Saleh Rahman Abdul dan Wahab Abdul
Muhbib. Psikologi Suatu Pengantar (Dalam Prespektif Islam).Kencana. Jakarta.2009
Sarwono W Sarwito, Pengantar
Psikologi Umum,PT.Raja Grafindo Persada:Jakarta,2010.
SUMBER INTERNET :
http://www.duniapsikologi.com/emosi/
13/04/2013 23:00
http://akhmadsudrajat.wordpress.com
14/042013 13.30
[1] Sarlito W Sarwono, Pengantar
Psikologi Umum,PT.Raja Grafindo Persada:Jakarta,2010,
hlm 124-125.
[2] http://www.duniapsikologi.com/emosi/
13/04/2013 23:00
[3] http://s-idolaku.blogspot.com/2012/04/makalah-emosi.html
13/04/2013 23:15
[4] Drs.H Abu Ahmadi. Psikologi
Umum.Rineka Cipta. Jakarta. 2003. hlm 101
[5] akhmadsudrajat.wordpress.com
14/042013 13.30
[6] Sarlito W Sarwono. Ibid.,
hlm 136-137
[8] Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib
Abdul Wahab. Psikologi Suatu Pengantar (Dalam Prespektif Islam).Kencana.
Jakarta.2009 hlm 172-173
0 komentar:
Posting Komentar