Breaking News
Loading...
Selasa, 06 Januari 2015

Penulis: Sefri Wandana Hasibuan, S.Pd.I 
(Alumni IAIN-Sumatera Utara, Jurusan: Manajemen Pendidikan Islam) 

A.     Latar Belakang
Pada dekade akhir-akhir ini, segala sesuatu yang berkaitan dengan manajemen menjadi hal yang sangat penting, bahkan hampir menjadi kebutuhan setiap orang. Berbagai kajian dilakukan dengan pokok bahasan utama yaitu manajemen. Bahkan kata manajemen juga dikaitkan dengan sesuatu yang bersifat metafisik, seperti kata-kata yang diungkapkan oleh Abdullah Gymnastiar, yaitu manajemen qalbu.
Awal mula manajemen itu berkembang dan eksis dalam segala yang berkaitan dengan bisnis. Namun dalam perkembangannya, manajemen dipakai dalam berbagai bidang, baik pendidikan, maupun profesi lainnya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Arikunto dan Lia, bahwa bagi sebuah organisasi, manajemen merupakan kunci sukses, karena sangat menentukan kelancaran kinerja organisasi yang ditentukan. Tanpa manajemen, sebuah organisasi apapun bentuknya akan sulit mengalami kemajuan. Hal tersebut disebabkan, teori manajemen mempunyai peran (role) atau membantu menjelaskan perilaku organisasi yang berkaitan dengan motivasi, produktivitas dan kepuasaan (satisfaction). Dengan demikian, manajemen merupakan faktor yang dominan dalam memajukan organisasi, baik organisasi yang bergerak dalam bidang bisnis, organisasi noble industry, maupun organisasi pendidikan, sehingga manajemen mendapat perhatian yang semakin serius di berbagai kalangan, terutama kalangan yang ingin memajukan organisasinya ataupun para pakar.
Akhir-akhir ini terdapat beberapa fenomena yang menarik untuk diperhatikan. Ada sekolah atau madrasah yang pada mulanya mengalami kemunduran menjadi maju dengan pesat, sebaliknya ada sekolah atau madrasah yang pada mulanya mengalami kemajuan menjadi hampir gulung tikar, bahkan mengalami fenomena yang miris. Di samping itu, ada yang pada mulanya maju dan tetap bertahan dalam kemajuannya tersebut, sebaliknya ada yang pada mulanya termasuk kategori dalam pepatah lâ yahya walâ yamûtu dan tetap seperti itu sampai sekarang ini. Kasus-kasus tersebut lebih disebabkan karena faktor manajemen daripada faktor lainnya, meskipun faktor manajemen bukanlah faktor tunggal yang terlepas dari faktor-faktor lainnya.
Dengan begitu, manajemen sedang dijadikan resep dalam mengatasi dan kemudian mengembangkan lembaga pendidikan Islam. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen sedang dipertaruhkan demi kemajuan lembaga pendidikan Islam. Dengan pengertian lain, manajemen pendidikan Islam sedang digalakkan menjadi kesadaran kolektif dalam memajukan lembaga-lembaga pendidikan Islam. Akan tetapi, para manajer pendidikan Islam berusaha me-manage lembaga pendidikan Islam dengan menyelami sifat-sifat dari situasi dan kondisi yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, manajer pendidikan Islam ini sebaiknya berusaha mendialogkan teori-teori manajerial dengan fenomena-fenomena sosio-politik, sosio-kultural, sosio-ekonomik dan sosio-religius yang terjadi di lembaga pendidikan Islam, agar kaidah-kaidah manajerial yang dirumuskan benar-benar dapat diaplikasikan dalam pendidikan Islam karena telah memadukan teori dengan realitas yang ada di lapangan. Di samping itu, manajer pendidikan Islam juga perlu memperhatikan falsafah manajemen pendidikan Islam yang sejati, yang berasal dari wahyu.
Maka dari itu, untuk menjelaskan lebih lanjut apa itu sebenarnya manajemen pendidikan Islam dan implikasinya serta administrasi, manajemen dan kepemimpinan pendidik Islam, penulis akan menyusun sebuah tulisan yang berjudul “Manajemen Pendidikan Islam dan Implikasinya: Administrasi, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidik Islam” yang penulis kumpulkan dari berbagai referensi yang ada dan penulis padukan dengan wahyu juga perkataan cendekiawan muslim.
B.     Manajemen Pendidikan Islam dan Implikasinya
Kalau kita urai dari kata-katanya, kata manajemen pendidikan Islam berasal dari manajemen + pendidikan + Islam, atau manajemen pendidikan + Islam, atau manajemen + pendidikan Islam. Uraian yang terakhir menurut penulis lebih cocok dan lebih sesuai daripada dua uraian sebelumnya.
Pada dasarnya manajemen berasal dari to manage yang berarti mengatur, mengelola atau mengurusi. Ungkapan yang menarik mengenai manajemen adalah ungkapan yang dilontarkan Luther Gulick, yang dikutip Sulistiyorini, “manajemen sering diartikulasikan sebagai ilmu, kiat dan profesi.” Sebagai ilmu, manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematis berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama untuk mencapai tujuan dan membuat system kerjasama yang lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.
Sementara itu, manajemen dipandang sebagai seni yaitu untuk melaksanakan pekerjaan melalui orang lain, dalam hal ini seorang manajer perlu mengetahui dan menguasai seni memimpin. Sedangkan sebagai profesi, dikarenakan manajemen dilandasi keahlian khusus untuk mencapai prestasi manajer yang diikat oleh kode etik dan dituntut untuk bekerja secara professional. Oleh karena itu seorang manajer harus membekali diri dengan kemampuan konseptual (POAC) serta kemampuan sosial dan kemampuan teknis yang dapat mendukung dalam pelaksanaan program yang dijalankan.
Sedangkan manajemen menurut istilah terdapat beberapa pendapat, antara lain: menurut Sayyid Mahmud al Hawary, manajemen adalah mengetahui kemana yang dituju, kesukaran apa yang harus dihindari, kekuatan apa yang harus dijalankan dan bagaimana mengemudikan kapal anda sebaik-baiknya tanpa pemborosan waktu dan proses mengerjakannya Menurut Stooner, sebagaimana yang dikutip Sulistiyorini, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan pengguna sumber daya organisasi lainnya agar dapat mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan. Jadi yang dinamakan manajemen adalah usaha pengelolaan sebuah lembaga yang di dalamnya merupakan kerja sama antara beberapa orang dengan cara menyiasati sumber-sumber yang ada.
Dari definisi manajemen di atas, terdapat tiga hal yang merupakan unsur penting, yaitu: usaha kerja sama, oleh dua orang atau lebih, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ketiga hal tersebut merupakan sesuatu yang harus ada dalam berlangsungnya manajemen.
Dari rumusan manajemen tersebut, maka penulis akan berusaha merumuskan manajemen pendidikan dan manajemen pendidikan Islam. Menurut Sulistiyorini, manajemen pendidikan adalah aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Arikunto, manajemen pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya agar efektif dan efisien. Jadi manajemen pendidikan adalah proses pengelolaan lembaga pendidikan dengan mobilisasi sumber-sumber pendidikan dan segala hal yang terkait untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
Manajemen pendidikan Islam, menurut Sulistiyorini, adalah suatu proses penataan atau pengolahan lembaga pendidikan Islam yang melibatkan SDM muslim dari manusia dan non manusia dalam menggerakkannya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien. Sedangkan menurut Mujamil Qomar, manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses pengelolaan secara Islami terhadap lembaga pendidikan Islam dengan cara menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal yang terkait untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien. Dalam hal definisi, penulis memilih definisi yang dikemukakan oleh Mujamil Qomar.
Pengelolaan terhadap lembaga pendidikan Islam tersebut senada dengan hadits-hadits Nabi sebagai berikut:
إن الله عز وجل يحب إذا عمل أحدكم عملا أن يتقنه
Sesungguhnya Allah mencintai orang yang jika melakukan suatu pekerjaan dilakukan dengan “tepat, terarah dan tuntas”.
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ…
Sesungguhnya Allah mewajibkan (kepada kita) untuk berbuat yang optimal dalam segala sesuatu….
Hadits-hadits tersebut menyuruh agar kita sebagai umat Islam mengerjakan sesuatu dengan teratur, terarah dan tuntas juga optimal, terlebih lagi dalam mengelola lembaga pendidikan Islam. Tanpa adanya keteraturan dan pengelolaan secara islami, maka lembaga pendidikan Islam akan la yahya wala yamutu.
Selanjutnya, definisi yang penulis pilih tersebut memiliki implikasi-implikasi tertentu yang saling terkait dan membentuk satu kesatuan sistem dalam manajemen pendidikan Islam yang dapat dijabarkan secara rinci sebagai berikut:
Pertama, proses pengelolaan secara Islami. Aspek ini menghendaki adanya muatan-muatan nilai Islam dalam proses mengelola lembaga pendidikan Islam seperti penekanan pada penghargaan, maslahah, kualitas, kemajuan dan pemberdayaan. Selanjutnya upaya pengelolaan itu diupayakan bersandar pada pesan-pesan al-Qur’an dan al-hadits agar selalu dapat menjaga sifat keislaman (Islami) itu, karena al-Qur’an dan al-hadits merupakan sumber dasar pokok Islam.
Kedua, terhadap lembaga pendidikan Islam. Hal ini menunjukkan objek dari manajemen ini yang secara khusus diarahkan untuk menangani lembaga pendidikan Islam dengan segala keunikannya, bukan lembaga yang lain. Maka manajemen ini bisa memaparkan cara-cara pengelolaan pesantren, madrasah, perguruan tinggi Islam, dan sebagainya.
Ketiga, suatu proses pengelolaan secara Islami terhadap lembaga pendidikan Islam. Kalimat ini menghendaki adanya sifat inklusif dan eksklusif. Kata secara Islami menunjukan sikap inklusif itu, yang berarti kaidah-kaidah manajerial yang dirumuskan dalam buku ini bisa dipakai untuk pengelolaan lembaga pendidikan versi lainnya selama ada kesesuaian sifat dan misinya, dan sebaliknya kaidah-kaidah manajemen pendidikan pada umumnya bisa juga dipakai dalam mengelola lembaga pendidikan Islam selama sesuai dengan nilai-nilai Islam, realitas dan kultur yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam. Sedangkan kata-kata terhadap lembaga pendidikan Islam menunjukkan keadaan eksklusifkarena menjadi objek langsung dari kajian ini, hanya terfokus pada lembaga pendidikan Islam. Sementara itu, lembaga pendidikan lainnya telah dibahas secara detail dalam buku-buku manajamen pendidikan.
Keempat, dengan cara menyiasati. Kata-kata ini mengandung strategi yang menjadi salah satu pembeda antara administrasi dengan manajemen. Dalam manajemen memang penuh siasat atau strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuannya. Demikian pula dengan manajemen pendidikan Islam yang senantiasa diwujudkan melalui siasat dan strategi tertentu. Adakalanya siasat dan strategi tersebut sesuai dengan siasat atau strategi dalam me-manage lembaga pendidikan umum maupun berbeda sama sekali, lantaran adanya situasi khusus yang dihadapi lembaga pendidikan Islam.
Kelima, sumber-sumber belajar dan hal-hal yang terkait. Sumber belajar di sini memiliki kandungan yang cukup luas yaitu: (1) Manusia yang meliputi guru/ustadz/dosen, siswa/santri/mahasiswa, para pegawai, maupun pengurus yayasan; (2) Bahan, yang meliputi perpustakaan, buku paket dan sebagainya; (3) Lingkungan, mengarah pada masyarakat; (4) Alat dan peralatan  seperti laboratorium; dan (5) Aktivitas. Adapun hal-hal yang terkait itu bisa keadaan sosio-politik, sosio-kultural, sosio-ekonomik, maupun sosio-religius yang dihadapi lembaga pendidikan Islam.
Keenam, tujuan Pendidikan Islam. Hal ini merupakan arah dari seluruh kegiatan pengelolaan lembaga pendidikan Islam tersebut sehingga tujuan itu mempengaruhi komponen-komponen lainya bahkan mengendalikannya. Tujuan tersebut haruslah jelas. Tanpa adanya tujuan yang jelas, maka segala kegiatan lembaga pendidikan Islam tidak terkendali dan tidak mempunyai arah.
Ketujuh, efektif dan efisien. Maksudnya berhasil dan berdaya guna. Artinya manajemen yang berhasil mencapai tujuannya semula dengan penghematan tenaga, waktu, biaya dan kepuasan. Efektif dan efisien ini merupakan penjelasan terhadap komponen-komponen tersebut sekaligus mengandung makna penyempurnaan dalam proses pencapaian tujuan pendidikan Islam itu.
Jika ditinjau dari sudut sistem filsafat, rumusan definisi manajemen pendidikan Islam yang telah dikemukakan oleh Mujamil tersebut telah mencakup ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontologi sebagai objek  pengelolaan, dalam hal ini berupa lembaga pendidikan Islam, sumber-sumber belajar, dan hal-hal yang terkait; Epistemologi sebagai “cara atau metode” pengelolaan, dalam hal ini berupa proses pengelolaan dan cara menyiasati; Sedangkan aksiologi sebagai hasil pengelolaan berupa pencapaian  tujuan pendidikan Islam. Adapaun istilah efektif dan efisien sebagai keterangan yang menjelaskan aksiologi dan epistemologi, efektif menekankan pada aksiologi sedang efisien menekankan pada epistimologi.
Untuk memperjelas ranah-ranah definisi tersebut, komponen-komponen definisi tersebut dalam kerangka ontologi, epistemologi, dan aksiologi dapat dipetakan dalam tabel berikut ini.
TABEL 2.1
Pemetaan Komponen Definisi Manajemen Pendidikan Islam
Sub Sistem Filsafat
Komponen-Komponen
Keterangan
Ontologi:    Lembaga pendidikan Islam
:    Sumber-sumber belajar
:    Hal-hal yang terkait
:    Objek pengelolaan Makro

:    Objek pengelolaan meso
:    Objek pengelolaan mikro
Epistemologi:     Proses pengelolaan secara Islami
:     Cara menyiasati
:    Cara pengelolaan makro
:    Cara pengelolaan mikro
Aksiologi:     Pencapaian tujuan pendidikan Islam:    Hasil pengelolaan
Gabungan Aksiologi dan Epistemologi:     Efektif dan efisien:    Menjelaskan keadaan aksiologi dan epistimologi: efektif menekankan pada hasil (aksiologi) sedang efisien menekankan pada cara (epistemologi)

Berdasarkan keterangan tabel di atas, maka pemetaan masing-masing komponen pada sub sistem filsafat menjadi lebih jelas. Komponen-komponen yang termasuk ontologi memberi kejelasan objek pengelolaan, meskipun dalam hal ini objeknya berupa fisik bukan metafisik karena manajemen merupakan wilayah terapan. Komponen-komponen yang termasuk epistemologi memberi kejelasan pada cara pengelolaan, sedangkan komponen yang termasuk aksiologi memberi kejelasan pada hasil pengelolaan.
Sebenarnya kalau diamati, inti dari manajemen pendidikan Islam dengan manajemen pendidikan tersebut sama, hanya yang berbeda adalah kultur dan orientasinya. Hal ini senada dengan pernyataan Dede Rosyada, bahwa”Inti manajemen dalam bidang apa pun sama, hanya saja variabel yang dihadapinya bisa berbeda, tergantung pada bidang apa manajemen tersebut digunakan dan dikembangkan.” Maka dapat dikemukakan bahwa pada hakekatnya proses manajemen merujuk pada upaya untuk mencapai tujuan, yang memerlukan berbagai keterlibatan, suasana pendukung, dan pendekatan sistem sesuai dengan karakteristik organisasi, yang mempunyai visi, misi, fungsi, tujuan dan strategi pencapaiannya. Demikian juga manajemen pendidikan Islam. Manajemen pendidikan Islam juga merujuk pada tujuan dan juga pendekatan kultur lembaga pendidikan Islam tersebut.
C.     Administrasi Pendidik Islam
Agar lebih memudahkan  pemahaman dan membedakan antara administrasi, manajemen dan kepemimpinan, maka penulis akan menguraikan sedikit mengenai ketiga hal tersebut dan menggabungkannya dengan salah satu komponen, yaitu pendidik Islam. Administrasi berasal dari bahasa latin yang terdiri dari kata “ad” dan “ministrate“. Kata “ad” mempunyai arti sama dengan “to” dalam bahasa Inggris yang berarti “serve” atau “conduct” yang berarti melayani, membantu dan mengarahkan, dalam bahasa Inggris “to administer” berarti pula mengatur dan memelihara.
Banyak orang yang menganggap bahwa administrasi lebih cenderung pada kegiatan tulis menulis, padahal sebenarnya administrasi jauh lebih luas daripada itu. Kegiatan perkantoran hanyalah merupakan bagian dari kegiatan administrasi saja. Hal itu akan dijelaskan ketika masuk dalam pengertian secara istilah mengenai administrasi.
Secara istilah, menurut Ngalim Purwanto, administrasi adalah suatu proses keseluruhan dari semua kegiatan atau bersama dengan memanfaatkan fasilitas yang tersedia, baik material, personal, maupun spiritual dalam usaha mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien. Sedangkan menurut Muwahid Sulhan, administrasi adalah merupakan suatu kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka usaha kerjasama sekelompok manusia yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Jadi administrasi adalah suatu kegiatan dengan memanfaatkan fasilitas yang tersebut yang diselenggarakan dengan usaha bersama dalam usaha mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien. Menurut Arifin Abdurrachman yang dikutip oleh Purwanto, kegiatan administrasi ini lebih luas cakupannya daripada kegiatan manajemen dan manajemen merupakan bagian dari administrasi. Namun, karena administrasi mempunyai fungsi-fungsi pokok sama dengan manajemen, maka pada prinsipnya kata administrasi dapat digunakan untuk menjelaskan kata manajemen, walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa istilah administrasi dalam pemahaman sebagian orang mengalami penyempitan makna, yaitu lebih mengarah kepada kegiatan tulis menulis dan surat menyurat. Begitu juga administrasi pendidikan Islam secara otomatis ada yang mengatakan lebih luas cakupannya, ada yang mengatakan sama dan ada yang mengatakan lebih sempit daripada manajemen pendidikan Islam.
Dalam sebuah konteks tertentu, sebagaimana diterangkan di atas, manajemen lebih luas daripada administrasi, manajemen sama dengan administrasi, dan juga manajemen lebih sempit daripada administrasi. Manajemen dikatakan lebih luas daripada administrasi, karena dalam manajemen terdapat kegiatan administrasi. Administrasi adalah salah satu kegiatan yang terdapat dalam fungsi manajemen. Sedangkan manajemen dikatakan sama dengan administrasi, karena administrasi dan manajemen sama-sama merupakan usaha menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan bersama demi kemaslahatan bersama. Sedangkan manajemen dikatakan lebih sempit daripada administrasi, karena inti dari seluruh administrasi adalah manajemen.
Berkaitan dengan ketiga statemen di atas, penulis lebih memilih pendapat yang pertama, yaitu manajemen lebih luas cakupannya daripada administrasi. Karena dalam fungsi-fungsi manajemen terdapat salah satu kegiatan administrasi. Jadi administrasi yang merupakan kegiatan tulis menulis dan mengatur adalah bagian dari kegiatan manajemen, bahkan merupakan salah satu bagian dari fungsi manajemen.
Dalam Islam guru merupakan profesi yang amat mulia, karena pendidikan adalah salah satu tema sentral Islam. Nabi Muhammad sendiri sering disebut sebagai “pendidik kemanusiaan”.  Seorang guru haruslah bukan hanya sekadar tenaga pengajar, tetapi sekaligus adalah pendidik. Karena itu dalam Islam, seseorang dapat menjadi guru bukan hanya karena ia memenuhi kualifikasi keilmuan dan akademis saja, tetapi yang lebih penting lagi ia harus terpuji akhlaknya. Begitu tingginya kedudukan guru dalam pandangan Islam yang setingkat dengan kedudukan Nabi dan rasul. Maka dari itu, digunakan administrasi pendidik Islam untuk mengatur segala keperluan pendidik Islam.
Jadi administrasi pendidik Islam adalah suatu kegiatan bersama pengelolaan pendidik yang Islami, yang meliputi perencanaan dengan memanfaatkan fasilitas yang tersedia untuk mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien. Guru merupakan input yang berpengaruh sangat besar pada proses belajar. Oleh karena itu guru perlu digerakkan ke arah suasana kerja yang positif, menggairahkan dan produktif. Dalam hal ini, maka administrasi dapat dikatakan sama dengan pengertian manajemen. Maksud dari Islami di sini adalah sesuai dengan nilai-nilai Islam, baik yang berasal dari pencermatan kultur maupun al-Qur’an dan al-Sunnah.
Administrasi pendidik Islam dapat juga dikatakan sebagai kegiatan pengelolaan yang dilakukan oleh pendidik Islam, yang meliputi merencanakan, mengelola, mendiagnosis, menilai proses dan hasil belajar. Maka dari itu, guru harus memiliki kemampuan-kemampuan tertentu. Secara lebih spesifik, Moedjiarto mengemukakan tujuh kemampuan yang harus dimiliki oleh guru yang profesional, yaitu :
  1. memahami peserta didik dengan latar belakangnya dan kemampuannya,
  2. menguasai menguasai disiplin ilmu sebagai sumber bahan belajar,
  3. mengusai bahan belajar,
  4. memiliki wawasan kependidikan yang mendalam,
  5. mengasai rekayasa dan teknologi pendidikan,
  6. memahami tujuan dan filsafat pendidikan nasional,
  7. berkepribadian dan berjiwa Pancasila.
Guru dalam menjalankan kewajibannya pasti menjalankan kegiatan administrasi. Jadi administrasi pendidik Islam bisa berma’na administrasi yang dilakukan oleh pendidik atau administrasi terhadap pendidik Islam.
D.     Manajemen Pendidik Islam
Secara institusional, kemajuan suatu lembaga pendidikan lebih ditentukan oleh pimpinan lembaga tersebut daripada oleh pihak lain, tetapi dalam proses pembelajaran, guru berperan paling menentukan melebihi metode apalagi materi. Urgensi guru dalam proses pembelajaran ini terlukis dalam ungkapan Arab, yang pernah disampaikan A. Malik Fadjar, al-tharîqah ahammu min al-mâddah walakinna al-muddaris ahammu min al-tharîqah (Metode lebih penting daripada materi, namun guru jauh lebih penting daripada metode).
Peranan yang sangat penting dari guru itu bisa menjadi potensi besar dalam memajukan atau meningkatkan mutu pendidikan Islam maupun sebaliknya, bisa menghancurkannya. Ketika guru itu benar-benar profesional dan diame-manage dengan baik,  mereka makin bersemangat dalam menjalankan tugasnya mendidik bahkan rela melakukan inovasi-inovasi pembelajaran untuk mewujudkan keberhasilan peserta didik. Namun, jika mereka terlantar akibat tindakan pimpinan, mareka justru bisa menjadi penghambat paling serius terhadap proses dan mutu pendidikan Islam. Kemana arah sikap guru ini sangat tergantung pada kualitas manajemen pendidik Islam atau secara khusus akan dibahas dalam manajemen personalia.
Namun dalam kesempatan ini, penulis akan sedikit menguraikan mengenai manajemen pendidik Islam. Manajemen pendidik Islam adalah suatu proses pengelolaan secara Islami terhadap pendidik yang terdapat dalam lembaga pendidikan Islam yang bertujuan untuk mendayagunakan pendidik secara efektif dan efisien guna mencapai hasil yang optimal, namun dengan tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Proses ini juga mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengaktualisasian, hingga pada pengontrolan pendidik dalam rangka implementasinya untuk melaksanakan pembelajaran. Wujud kegiatannya adalah dengan membuat RPP, melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran dan juga melaksanakan evaluasi dalam rangka pengontrolan terhadap hasil dari proses pembelajaran. Dalam rangka melaksanakan manajemen pendidik Islam, seorang pendidik harus mempunyai kompetensi-kompetensi pendidik Islam.
E.     Kepemimpinan Pendidik Islam
Kepemimpinan diambil dari kata pemimpin yang dalam bahasa Inggris disebut leader dari akar kata to lead yang terkandung arti yang saling erat berhubungan: bergerak lebih awal, berjalan didepan, mengambil langkah pertama, berbuat paling dulu, memelopori, mengarahkan pikiran-pendapat-tindakan orang lain, membimbing, menuntun, menggerakkan orang lain melalui pengaruhnya.
Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing sesuatu kelompok sedemikian rupa, sehingga tercapailah tujuan dari kelompok itu. Menurut Marjiin Syam, sebagaimana yang dikutip Sulhan, kepemimpinan adalah keseluruhan tindakan guna mempengaruhi serta menggiatkan orang dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan. Menurut Efendi; suatu proses dimana seseorang memimpin (direct), membimbing (guides), mempengaruhi (influince), atau mengontrol. Kepemimpinan, menurut Suprayogo, pada hakekatnya adalah upaya menggerakkan dan mengarahkan orang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Tead, dalam Kusmintardjo, kepemimpinan didefinisikan sebagai perpaduan dari berbagai sifat yang memungkinkan individu mempengaruhi orang lain untuk mengerjakan beberapa tugas tertentu. Atmosudirjo, mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kepribadian yang memancarkan pengaruh, wibawa sedemikian rupa sehingga sekelompok orang mau melaksanakan apa yang dikehendakinya.
Dari beberapa pengertian tersebut di atas setidaknya ada 3 hal penting yang perlu digarisbawahi, yaitu: kepemimpinan berkenaan dengan penggunaan pengaruh, kepemimpinan mencakup komunikasi, serta kepemimpinan menfokuskan pada pencapaian tujuan.
Pandangan Islam mengenai kepemimpinan harus dipegang oleh sosok yang mampu dan dapat menempatkan diri sebagai pembawa obor kebenaran dengan memberi contoh teladan yang baik, karena dia uswatun hasanah.     Dalam asas dan prinsip ajaran Islam; pemimpin adalah hamba Allah, Membebaskan manusia dari ketergantungan kepada siapa pun, melahirkan konsep kebersamaan antar manusia, Menyentuh aspek hubungan manusia dengan manusia dengan manusia dan alam sekitar, membenarkan seseorang taat kepada pemimpin selama tidak bermaksiat dan melanggar aturan Allah, Mengajarkan bahwa kehidupan dunia adalah bagian dari perjalanan akhirat, memandang kekuasaan dan kepemimpinan adalah  bagian integral ibadah, Kepemimpinan merupakan tanggung beban dan tanggung jawab, bukan kemuliaan, Kepemimpinan membutuhkan keteladanan dan wujud, bukan kata dan retorika, serta senantiasa bertutur santun, sekalipun itu perkataan Nabi Musa kepada Fir’aun yang jahat.
Terdapat beberapa sifat yang harus dimiliki pendidik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Taufiq:
  1. Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk mengendalikan perusahaannya/organisasinya.
  2. Memfungsikan keistimewaan yang lebih dibanding orang lain (Q.S. al-Baqarah/2: 247)
  3. Memahami kebisaan dan bahasa orang yang menjadi tanggung jawabnya (Q.S. Ibrâhîm/14: 4)
  4. Mempunyai kharisma dan wibawa di hadapan manusia atau orang lain (Q.S. Hûd/11: 91)
  5. Konsekuen dengan kebenaran dan tidak mengikuti hawa nafsu (Q.S. Shâd/38: 26)
  6. Bermuamalah dengan lembut dan kasih sayang terhadap bawahannya, agar orang lain simpatik kepadanya (Q.S. Ali Imrân/3: 159)
  7. Menyukai suasana saling memaafkan antara pemimpin dan pengikutnya, serta membantu mereka agar segera terlepas dari kesalahan (Q.S. Ali Imrân/3: 159)
  8. Bermusyawarah dengan para  pengikut serta mintalah pendapat dan pengalaman mereka (Q.S. Ali Imrân/3: 159)
  9. Menertibkan semua urusan dan membulatkan tekad untuk bertawakal kepada Allah (Q.S. Ali Imrân/3: 159)
  10. Membangun kesadaran akan adanya pengawasan dari Allah (murâqabah) sehingga terbina sikap ikhlas dimana pun, kendati tidak ada yang mengawasi kecuali Allah.
  11. Memberikan santunan sosial (takâful ijtimâ’) kepada para anggota, sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial yang menimbulkan rasa dengki dan perbedaan strata sosial yang merusak (Q.S. al-Hajj/22: 41)
  12. Mempunyai power pengaruh yang dapat memerintah dan mencegah karena seorang pemimpin harus melakukan kontrol pengawasan atas pekerjaan anggota, meluruskan kekeliruan, serta mengajak mereka untuk berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran (Q.S. al-Hajj/22: 41)
  13. Tidak membuat kerusakan di muka bumi, serta tidak merusak ladang, keturunan dan lingkungan (Q.S. al-Baqarah/2: 205)
  14. Bersedia mendengar nasehat dan tidak sombong karena nasehat dari orang yang ikhlas jarang sekali kita peroleh (Q.S. al-Baqarah/2: 206)
Demikian juga kepemimpinan pendidik Islam atau dapat dipahami kepemimpinan terhadap pendidik Islam adalah upaya menggerakkan dan mengarahkan pendidik Islam secara Islami untuk mencapai tujuan tertentu. Dari definisi atau statemen tersebut dapat dipahami bahwa kepemimpinan dan manajemen juga administrasi mempunyai kesamaan yakni dalam hal menggerakkan orang lain.
Namun dari ketiganya juga terdapat perbedaan, administrasi lebih sempit daripada manajemen karena hanya khusus dalam bidang surat menyurat, sedangkan manajemen menyangkut fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengaktualisasian, dan pengawasan, sedangkan kepemimpinan hanya menyentuh aspek upaya menggerakkan orang lain, tanpa perencanaan atau fungsi-fungsi yang lain.
Manajemen lebih luas daripada kepemimpinan, karena intisari dari manajemen adalah kepemimpinan. Sedangkan intisari dari kepemimpinan terletak pada keputusan dan keputusan pastilah terkait dengan hubungan dengan manusia atau human relation. Jadi kepemimpinan merupakan intisari dan ujung tombak dari kegiatan manajemen.
F.      Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
  1. Manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses pengelolaan secara Islami terhadap lembaga pendidikan Islam dengan cara menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal yang terkait untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien. Implikasi definisi tersebut adalah penjabaran satu per satu dan penerapannya dalam lembaga pendidikan Islam terhadap definisi tersebut.
  2. Administrasi pendidik Islam adalah suatu kegiatan bersama pengelolaan pendidik yang Islami, yang meliputi perencanaan dengan memanfaatkan fasilitas yang tersedia untuk mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien.
  3. Manajemen pendidik Islam adalah suatu proses pengelolaan secara Islami terhadap pendidik yang terdapat dalam lembaga pendidikan Islam yang bertujuan untuk mendayagunakan pendidik secara efektif dan efisien guna mencapai hasil yang optimal, namun dengan tetap dalam kondisi yang menyenangkan.
  4. Kepemimpinan pendidik Islam atau dapat dipahami kepemimpinan terhadap pendidik Islam adalah upaya menggerakkan dan mengarahkan pendidik Islam secara Islami untuk mencapai tujuan tertentu.
DAFTAR RUJUKAN
Akhyak, Meretas Pendidikan Islam Berbasis Etika, Surabaya: eLKAF, 2006.
Akhyak, Profil Pendidik Sukses: Sebuah Formulasi dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Surabaya: eLKAF, 2005.
Ametembun, N.A., Kepemimpinan Pendidikan, Malang: IKIP Malang, 1975.
Arikunto, Suharsimi, Yuliana, Lia, Manajemen Pendidikan, Yogyakarta: Aditya Media, 2008.
Atmosudirdjo, Prajudi, Beberapa Pandangan Umum Tentang Pengambilan Keputusan, Jakarta: Pustaka Bradjaguna, 1976.
Efendi, Onong Uchhjana, Human Relations dan Public Relation, Mandar Maju, Bandung, 1993.
Fadjar, Malik, Holistika Pemikiran Pendidikan, Jakarta: PT Raja Garfindo Persada, 2005.
Fatah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.
al-Hajaj, Muslim, Shahih Muslim, juz 10, Mauqi’u al-Islam Dalam Software Maktabah Syamilah, 2005.
al-Hawary, Sayyid Mahmud, al-Idarah al-Ushus wa Ushus al-Ilmiah, Kairo: Dar al-Syuruq, tt.
Kayo, Khatib Pahlawan, Kepemimpinan Islam dan Da’wah, Jakarta: Amzah, 2005.
Kusmintardjo, Kepemimpinan Pendidikan Dalam Administrasi Pendidikan, Malang: IKIP Malang, 1989.
Mangunhardjana, A.M., Kepemimpinan, Yogyakarta: Kanisius, 1976.
Multitama Comunication, The Power of Leader: Potret Kepemimpinan Islam yang Diteladani dan Dinantikan, Akbar Media Eka Sarana, Mei 2007.
Mulyasa, E., Menjadi Kepala Sekolah Profesional: Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
Naim, Ngainun, Rekonstruksi Pendidikan Nasional: Membangun Paradigma yang Mencerahkan,Yogyakarta: Teras, 2009.
Purwanto, Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
Purwanto, Ngalim, Administrasi Pendidikan, Jakarta: Mutiara, 1979.
Qomar, Mujamil, Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, Jakarta: Erlangga, 2008.
Rosyada, Dede, Paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Model  Pelibatan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Prenada Media, 2004.
Sulhan, Muwahid, Administrasi Pendidikan, Jakarta: Bina Ilmu, 2004.
Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan Islam, Surabaya: eLKAF, 2006.
Suprayogo, Imam, Beberapa Prinsip Dasar Kepemimpinan, Disampaikan Dalam Seminar Program Doktor S3 UIN Malang.
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Jakarta: Remaja Rosdakarya, 1991.
Taufiq, Ali Muhammad, Praktek Manajemen Berbasis al-Qur’an, terj. Abdul Hayyie al-Kattani dan Sabaruddin, Jakarta : Gema Insani, 2004.
Al-Thabrani, Mu’jam al-Ausath, juz 2, Mauqi’u al-Islam: Dalam Software Maktabah Syamilah, 2005.
al-Thabrani, Mu’jam al-Kabir, juz 6, Mauqi’u al-Islam Dalam Software Maktabah Syamilah, 2005.

0 komentar: